LAMBAT laun, aku semakin merasa nyaman dengan Ariel. Semakin pasti dengan perasaanku padanya. Dan dia juga mulai berubah. Belum pernah aku melihat Ariel seperti sekarang.
Dia bersemangat seperti kuda, belajar begitu banyak hal dalam waktu relatif singkat. Dia bukan lagi Ariel yang pergi dan pulang sewajarnya orang bekerja: tidak terlalu cepat datang, tidak terlalu sering lembur. Dia datang pagi sekali ketika para siswa baru saja memulai pelajaran di sekolah, dan pulang paling belakangan, hampir sama dengan jam pusat perbelanjaan di Jakarta tutup.
Karena sibuk, dia makin jarang mengunjungi Azura dan aku. Tapi Ariel nggak pernah absen menelpon pada jam makan siang.
"Mentang-mentang udah calon direktur, sombong, ya." Sindirku, ketika sudah hampir dua minggu dia nggak datang. Teleponnya siang itu sangat kurindukan.
"Aku sibuk, Sayang. Ada banyak yang harus aku pelajari sebelum Ayah serahin divisi properti-nya ke aku."
"Ooh." Aku berusaha maklum.
Di ujung telepon, Ariel tertawa menggodaku.
"Jangan gitu dong, Pumpkin. Aku kan ingin cepat nikah sama kamu. Makanya harus jelas dulu posisiku di perusahaan Ayah ini sebagai apa."
Untuk kesekian kalinya aku terharu dengan semangat Ariel. Tapi terhadap kata-katanya aku hanya merespon singkat dengan kata 'ooh'
"Kamu kangen aku ya?" Ariel berbisik, suaranya menggoda. Seketika jantungku berdebar. Lucu. Aku bukan lagi remaja, tapi rayuan gombal Ariel selalu bisa membuatku malu-malu seperti anak SMA.
"Nggak kangen. Cuma ... miss-you-so-much."
Tawanya renyah dan puas. Sejak aku mengakui cinta yang berujung pada ciuman panjang malam itu, Ariel memintaku sering-sering mengungkapkan isi hati. Menurut dia, itu penting untuk menjaga hubungan kami nanti - maksudnya setelah menikah. Awalnya risih, karena aku tidak terbiasa bicara soal perasaan. Tapi demi Ariel aku mau melakukannya. Demi Ariel saja, loh.
"I miss you too, Babe." Ariel berbisik, terdengar begitu seksi di telingaku.
Tiba-tiba aku merasa cemburu. Dia di kantor yang berbeda, pasti ada rekan kerja yang cantik, wangi, dan seksi di sana. Bagaimana kalau dia disukai seseorang? Bagaimana kalau dia dianggap masih lajang karena aku nggak pernah mau terlihat pacaran dengannya? Apa cara pacaran yang kuambil ini tepat? Atau aku memang harus menunjukkan bahwa kami punya hubungan?
Tapi aku belum siap. Nggak tahu kenapa. Mungkin nanti aku akan tahu.
"Aku minta tolong kamu sering-sering ngunjungin Azura, ya. Biarpun dia nggak minta kamu datang. Ini udah memasuki bulan terakhir, kan?"
"Iya. Sekarang jadwal konsul obgin-nya sekali seminggu."
"Nah. Siapa tahu dia sakit atau apa. Aku belum bisa datang. Ayah sakit. Makanya aku di-push untuk ngambil alih posisi direktur secepatnya. Arka sama sekali nggak tertarik. Aneh itu orang. Dia kelihatan sibuk, tapi entah ngapain."
Mungkin hubungan Ariel dan Arka sama seperti aku dan Kak Karla. Jarang saling bertanya. Kukira mereka lebih harmonis.
"Kak Arka datang ke apartemen Azura beberapa hari lalu." ucapku santai.
"Kapan?"
"Um ... dua atau tiga hari lalu."
"Yakin? Arka lagi ke Bali. Ada kegiatan seni di sana."
Ada nada curiga dalam suaranya. Sekarang aku jadi merasa kurang yakin. Tapi sumpah, aku baru mau mengetuk pintu apartemen Azura waktu kudengar ada suara cowok di dalam. Karena aku tahu itu bukan Ariel, kupikir Kak Arka. Dan aku belum ingin bertemu dia lagi.
"Oh, mungkin aku salah dengar." ucapku, kurang yakin dengan kata-kataku sendiri.
Ariel diam, aku juga diam. Keheningan itu membuat canggung. Akhirnya dia menyuruhku makan dan menutup telpon. Soal Azura, katanya nanti malam dia akan menelpon gadis itu.
Sebelum ke tempat Azura, aku mampir ke toko buku besar mencari buku tentang merawat bayi. Kupikir Azura pasti perlu banyak membaca sebelum melahirkan. Setengah menyesal juga aku karena tidak membeli dari dulu. Juga ada buku tentang makanan bayi usia 6 bulan ke atas.
Dengan dua buku di tangan dan sekeranjang buah, aku bersiap menemui Azura seusai mandi. Pintu elevator terbuka, dan aku melangkah keluar di lantai 15. Apartemen Azura ada di ujung lorong, paling dekat dengan pintu ke tangga darurat. Ariel sengaja memilih kamar itu supaya mudah bagi Azura untuk menyelamatkan diri kalau terjadi apa-apa. Sedetail itu Ariel memikirkan sebuah tempat tinggal.
Karena aku nggak punya kartu magnetik kamar Azura, kutekan bel di sisi pintu. Sunyi. Tapi kemudian ada suara pintu ditutup tiba-tiba. Pintu kamar Azura, sepertinya.
Kutekan lagi bel. Beberapa saat kemudian pintu terbuka. Azura berdiri di balik pintu, tapi menekannya sehingga aku nggak bisa masuk. Dia hanya melongokkan kepala, memandangku gugup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secrets Between Us [Completed]
RomanceDitulis oleh evenatka untuk event BerKARya bersaMA Kamaksara, 1 Oktober - 30 November 2019. Terima kasih KamAksara buat event yang luar biasa. Ini novel keempat yang selesai tahun ini - horee! Doakan novel ini naik cetak yah.