AKU dan Elvira menunggui Azura sementara Kak Arka mengurus administrasi.
"Ariel nggak pulang?" tanya Vira. Aku menggeleng. "Berarti urusannya penting banget di sana."
"Begitulah."
"Lo nggak suka dia nggak pulang?"
Aku diam saja, menatap sosok yang terbaring di tempat tidur. Azura sudah lebih tenang, tidak lagi mengerang. Dia diinfus dan diberi obat penguat rahim, vitamin, dan macam-macam lagi. Semakin ngeri saja aku hamil.
Elvira memanggilku sekali lagi dan mengulang pertanyaannya.
"Nggak tahulah. Menurutku, seharusnya dia pulang. Ini kan darurat." Kali ini Kak Arka memenangkan kriteria sebagai kakak yang baik.
"Mungkin nggak gampang untuk pulang. Apalagi kan dia ke sana urusan perluasan usaha. Entar juga lo yang nikmatin, Nay. Istri owner. Apa nggak keren! Sebentar lagi lo yang punya hak buat mecat gue."
Dia tertawa, sedang aku tersenyum kecut. Aku nggak suka diingatkan soal menikah. Aku ingin menikah kalau hatiku siap, dan tahu siapa yang benar-benar aku cinta. Dengan siapa aku tak bisa hidup tanpanya. Ada nggak sih cara untuk tahu hal itu?
Obrolan kami terhenti ketika pintu terbuka dan Kak Arka masuk. Aku dan Elvira berdiri serentak, dan kukenalkan mereka. Walau Elvira sudah memasang wajah manis, Kak Arka malah berpaling padaku dengan cepat.
"Kamu mau pulang, ya?" tanyanya.
Aku mengangguk.
"Bisa ke sini nanti sore? Aku harus pulang dulu mengecek Ayah."
Oh, ya, aku lupa Om Abhi juga sakit. Kasihan betul Kak Arka, mengurus dua orang sakit. Memang seharusnya Ariel pulang.
"Oke." Kuserahkan pakaian dari Elvira untuk Azura. "Dari Vira. Azura mungkin perlu ganti baju. Nanti aku bawain tasnya."
Aku tahu Azura sudah menyiapkan tas untuk dibawa ke rumah sakit sewaktu-waktu saat bersalin tiba. Kemarin karena paniknya aku lupa tas itu.
"Dia baik dan perhatian," kata Elvira waktu kami dalam perjalanan pulang ke apartemenku. "Kenapa nggak pernah cerita tentang dia, Nay? Tahu gitu kan gue langsung ganti haluan."
Aku diam saja. Untunglah karena aku jarang bicara, bagi Elvira ini bukan hal yang harus dia permasalahkan. Dia sama sekali nggak curiga bahwa aku mungkin menyimpan rasa suka pada Kak Arka.
***
Kak Arka segera pergi ketika aku tiba di kamar perawatan Azura sore harinya, jadi kami tidak berlama-lama ketemu. Bagus, karena aku masih merasa gugup.
Menunggui Azura sendirian di kamar utama sangat membosankan. Kucoba membunuh waktu dengan membaca laman facebook, mencari apa yang sedang dibicarakan orang-orang belakangan ini. Setelah bosan, aku menjelajahi instagram. Biasa saja semuanya, tidak ada yang istimewa. Feed instagramku hanya ada dua: satu foto pemakaman Kak Karla, dan satu foto pemakaman Ibu. Tidak ada yang istimewa di sana. Caption-nya hanya berisi tiga buah emot wajah sedih. Komentar beberapa orang yang aku ikuti menyatakan ikut berdukacita, tapi aku tak pernah membalas.
Ya, aku memang sedih mereka meninggal, tapi bukan karena merindu. Aku sedih karena sampai mereka berpulang, aku tak tahu apa salahku sampai mereka nggak suka aku. Baru beberapa bulan lalu semuanya jelas – waktu Ayah menceritakan asal-usulku.
Bosan dengan aplikasi itu, aku membuka akun twitter. Aku mengikuti akun Ariel, jadi kubuka akunnya. Cuitan paling atas membuatku terharu:
@Cutee_Azura, yang kuat ya. I love you, Lil Sis.
Sungguh kakak yang penyayang. Hatiku senang membaca kalimatnya. Ariel nggak pernah menganggap Azura sebagai adik tiri. Dia mengasihinya sebagai saudara kandung. Ternyata tadi siang Azura sudah membalas cuitan itu. Balasannya juga menunjukkan kedekatan dengan sang kakak.
@Darryl_Mahardika cepat pulang dan bawain oleh-oleh yang banyak buat ponakan!
Senyumku mengembang. Enak betul punya hubungan saudara yang akur seperti ini. Jariku menggulung layar. Ariel membuat cuitan humoris, kata-kata bijak, dan kalimat-kalimat untuk menyemangati diri. Aku jadi makin kangen dia.
Baru saja aku mau menggulung layar lebih ke bawah, ponselku memberi kode low-battery. Terpaksa aku menutup layar dan mengisi daya. Sekarang entah apa yang bisa kulakukan untuk membunuh waktu. Suara azan yang terdengar sayup-sayup di luar rumah sakit memberitahu pukul berapa kira-kira sekarang. Kuharap Kak Arka segera kembali karena aku lapar sekali.
Pintu terbuka dan seorang perawat masuk mengantarkan makan malam. Karena Azura masih tidur, perawat itu berpesan agar aku membangunkannya. Ada obat yang harus diminum Azura pukul delapan malam.
"Oke, Suster," kataku.
Segera kutarik baki makanan ke dekat Azura dan kubangunkan dia dengan lembut. Kuguncang sedikit pundaknya, sampai dia melenguh.
"Makan, Zura. Ada obat jam delapan nanti. Harus makan dulu."
Azura mengerjapkan mata, seperti berusaha mengingat di mana dia berada.
"Kamarnya kurang nyaman?" tanyaku. Dia diam saja. "Kata Kak Arka nanti pindah ke VIP kok."
"Bukan itu." Ujar Azura lemah. "Sakit ..."
"Ssh ... makan dulu ya. Aku suapin."
Seperti yang pernah kubilang. Azura itu tegar. Walau katanya lidahnya tidak bisa menikmati makanan, dipaksakannya juga menelan nasi tim itu. Demi bayiku, katanya. Aku tersenyum menyemangati.
Seusai makan, dia tidur lagi. Kembali aku nggak ada kerjaan, jadi kunyalakan televisi dengan volume sekecil mungkin. Sambil berbaring di sofa yang empuk, aku berusaha mengabaikan perut yang kelaparan.
Nggak ada yang mengunjungi Azura, jadi nggak ada yang membawakan cemilan atau atau buah-buahan seperti biasanya kalau orang melawat. Aku harus puas dengan air mineral yang tadi kubawa dari apartemen.
Pintu terbuka lagi, dan kali ini Kak Arka yang masuk. Cepat-cepat aku duduk sesopan mungkin. Kak Arka tersenyum tipis. Di tangannya ada kantung kresek yang diangkat ke arahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secrets Between Us [Completed]
RomansaDitulis oleh evenatka untuk event BerKARya bersaMA Kamaksara, 1 Oktober - 30 November 2019. Terima kasih KamAksara buat event yang luar biasa. Ini novel keempat yang selesai tahun ini - horee! Doakan novel ini naik cetak yah.