Dengan gerak secepat kijang, anak muda itu menuju pintu dan pergi. Sama sekali tidak berani menoleh pada kekasihnya yang merintih memanggil namanya.
"Kamu!"
Kini Ariel menuding Azura yang langsung tersentak saat Ariel mendekat. Kupeluk dia lebih erat sambil tetap memandang wajah kakaknya.
"Y-ya, Kak ..."
Tubuh Azura yang hampir seluruhnya bersandar padaku terasa semakin berat. Segera kududukkan dia di sofa dan kukipasi dengan surat kabar. Ariel menghampiri kami, duduk berhadapan dengan Azura. Matanya masih menyorotkan kemarahan, tapi seluruh wajahnya menunjukkan kekecewaan yang sangat besar.
"Kenapa kamu berani-beraninya panggil dia, Azura? Kamu kira aku nggak akan tahu? Kamu kira kamu lebih pintar? Catatan tamu kamu ada di sekuriti, tahu?"
Aku yakin Azura tahu, karena setiap kali ada yang mau berkunjung selain kami, dia harus menjemput ke lobby. Sudah berapa kali Azura menjemput cowoknya? Pantas saja dia jarang membutuhkanku! Aku juga merasa kecolongan.
Yang Azura tidak tahu, kakaknya ini sangat disegani oleh pengelola gedung. Sebagai pemilik unit mewah, Ariel punya beberapa hak istimewa - termasuk bisa meminta catatan orang-orang yang datang ke apartemennya. Aku tahu, karena aku duduk di sebelahnya waktu dia membuat perjanjian dengan manajer gedung. Azura terlalu naif - atau terlalu tak peduli - bahwa dia berasal dari keluarga yang sangat berada.
"Kamu masih suka sama dia?" tanya Ariel lagi. Kali ini nadanya lebih rendah. Emosinya sudah surut, mungkin karena melihat adiknya masih menangis dengan perut membusung.
"Zura cuma ingin dia tahu sebentar lagi anaknya lahir, Kak ..."
"Udah berapa kali dia datang? Jawab jujur!"
"T-tiga."
"Ngapain aja kalau datang? Menggauli kamu lagi?"
Kali ini Azura tidak menjawab. Dia hanya menutupi muka dengan kedua tangan, terisak di baliknya. Ya Lord! Aku saja sangat kecewa, apalagi Ariel. Kenapa anak ini begitu bodoh?
"Kamu itu gila,ya, Azura?"
"Riel," aku memanggilnya lagi, memperingatkan. "Dia hamil. Tolong lembut sedikit."
"Dia hamil sama cowok itu, yang nggak mau bertanggung-jawab, yang enak aja datang setelah Azura punya tempat begini enak!"
"Zura yang panggil! Bukan dia yang mau datang sendiri!" protes gadis di sebelahku dengan suara teredam di balik telapak tangannya.
"Ya, kamu yang bego! Cowok tuh kayak kucing, Zura! Dikasih ikan sama siapa aja pasti datang!"
Dia sadar nggak ya, kalau dia sendiri juga cowok?
"Pokoknya dia masih sayang sama Zura."
Ariel berdecak keras. Mungkin kalau aku nggak ada di ruangan ini, Ariel akan menampar Azura. Tampangnya terlihat begitu marah dan kecewa. Aku juga kecewa, tapi karena sama-sama perempuan, aku lebih mengerti perasaan gadis ini.
Mungkin sama dengan perasaanku terhadap Kak Arka. Benci, marah, kecewa karena hal-hal yang terjadi di antara kami, ... tapi masih ada sedikit cinta.
Lord! Apa aku barusan mengaku kalau aku masih menyukai Kak Arka? Kukatupkan bibir rapat-rapat, kecewa pada diriku sendiri. Kenapa Kak Arka masih saja muncul dalam pikiranku? Gimana cara mengusirnya dari sana?
Semesta, aku nggak ingin mendua! Aku ingin benar-benar hanya mencintai Ariel saja! Please! Ambil semua perasaaanku terhadap Kak Arka!
Ariel berdiri. Terlihat sangat menjulang karena badannya ditegakkan. Tubuh Azura menciut dalam pelukanku, ketakutan.
"Kamu aku pingit! Nggak boleh lagi menerima tamu selain Arka, aku, Kanaya, dan doktermu!"
"Kak ..."
Tangis Azura pecah. Airmatanya membasahi pipi yang putih mulus itu. Aku mengusapnya dengan perasaan campur aduk. Sebagian hatiku merasa kasihan padanya, tapi sebagian lagi kesal.
Kenapa Azura begitu bodoh? Cowok seperti itu kok dipertahankan! Jelas cowoknya tadi nggak peduli pada kekasihnya yang sedang menangis ketakutan. Buktinya, dia langsung pergi tanpa menoleh. Aku lebih suka kalau dia berusaha bicara pada Azura, setakut apapun dia pada Ariel. Cowok sejati seharusnya memperjuangkan kekasihnya. Begitulah yang aku percaya.
Kubujuk Azura masuk ke kamarnya, tidur. Untunglah dia menurut. Kuselimuti badannya sampai ke bawah dagu, lalu duduk di dekat kepala. Kubelai rambut-rambut halus di pelipisnya, berulang-ulang. Gerakan ini membuat Azura perlahan-lahan menutup mata.
"Kak Ariel cuma ingin melindungi kamu, Zura." Aku berusaha menghibur.
"Zura tahu, Kak. Zura salah."
"Minta maaf aja sama dia."
"Iya. Besok."
"Janji? Kak Ariel mungkin pergi pagi-pagi sekali, loh." Aku ingat Ariel selalu sudah ada di kantor sebelum pukul tujuh.
"Iya. Zura biasa bangun jam lima, pipis."
Aku tersenyum. Gadis ini begitu lugu dan kekanakan. Apa dia akan sanggup membesarkan bayinya? Usia belum dua puluh. Ariel berharap dia kuliah setelah melahirkan.
Kalau dia adik kandungku, mungkin sudah kukecup keningnya. Tapi dia bukan. Jadi kutinggalkan dia dengan lampu tidur menyala, lalu keluar.
Buah dan buku yang tadi kubawa masih tergeletak di atas pantry. Kubersihkan buah-buah itu dan kumasukkan ke dalam lemari pendingin. Ada gelas dan piring kotor - berarti pemuda tadi makan di sini. Hatiku sakit membayangkan Azura bermesraan dengan sang pacar, sementara sang kakak mencemaskan kandungannya. Sudah berapa lama seperti ini? Jangan-jangan Azura sudah jalan-jalan juga ke luar tanpa sepengetahuan kami!
Tanpa sadar, aku sedikit membanting piring yang sedang kubilas. Untung nggak pecah, tapi suaranya cukup nyaring. Khawatir Ariel akan bangun karenanya, cepat-cepat kuselesaikan mencuci piring. Sebaiknya aku kembali ke apartemenku yang tenang. Di sini ada dua orang yang sedang kecewa dan marah. Aku nggak mau ada di tengah-tengah mereka.
Baru saja tanganku menyentuh pintu untuk membukanya, Ariel keluar dari kamar. Aku menoleh cepat. Wajah Ariel terlihat kusut. Dia telanjang dada - hanya celana pendek yang biasa dia pakai saat acara santai. Tatapan matanya seperti menghipnotis. Lekat, dalam, lurus. Sorot mata seperti ini yang selalu membuatku lemah. Sorot penuh niat dan gairah.
"Aku ingin tidur denganmu."
***
![](https://img.wattpad.com/cover/201959123-288-k782098.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Secrets Between Us [Completed]
RomanceDitulis oleh evenatka untuk event BerKARya bersaMA Kamaksara, 1 Oktober - 30 November 2019. Terima kasih KamAksara buat event yang luar biasa. Ini novel keempat yang selesai tahun ini - horee! Doakan novel ini naik cetak yah.