"Yang pertama lo harus jadi asisten gue." tatapan puas Galen seolah meruntuhkan dunia Agatha.
"Kagak mau gue!" tanpa pikir panjang Agatha menolak permintaan konyol Galen.
"Ya sudah simpel aja, gue gak bakal bantuin lo." deg seketika Agatha panik sendiri. Memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi jika dia menerima atau menolak Galen.
"Gue pikir-pikir lagi." Agatha termenung sebentar. "Oke gue mau," lanjutnya. Galen tersenyum puas bisa mengganggu cewek itu.
"Bentar tungguin gue ganti," Agatha menuruti perkataan Galen. Dia duduk dipinggir lapangan, melamun apa yang terjadi besok. Dia terus bergelut dengan batinnya.
Lima menit kemudian Galen keluar dari bilik ganti, dia sudah memakai seragam lengkap. Dia menghampiri Agatha, bukan-bukan dia bukan menghampiri Agatha tetapi dia mau mengambil tas yang ada di dekat Agatha. Tanpa sepatah kata pun Galen keluar dari gedung itu. Agatha mengikutinya dari belakang. Sebenarnya dia sangat-sangat jengkel, tapi mau bagaimana lagi.
"Mana motor lo?" tanya Galen berbalik badan membuat Agatha hampir terjungkal. Karena jarak mereka yang tak terlalu jauh.
"Itu." tunjuk Agatha ke motor beat berwarna putih.
Galen melangkah mendrkati motor Agatha. Kebetulan Galen juga sedikit tahu mengenai motor. "Mana kunci motor lo?"
"Ini," Agatha memberikan kuncinya kepada Galen. Cowok itu mencoba menyalakan motor di hadapannya itu.
"Kayaknya ini gak bisa nyala deh," ucap Galen kembali membuat Agatha panik.
"Terus gue gimana dong? Mana sepi lagi. Nyesel gue nuruti permintaan lo!" ucap Agatha tanpa jeda.
"Mana gue tau," respon cuek Galen membuat Agatha kesal. "Ya sudah lo bareng gue aja gimana," lanjut Galen menawarkan tumpangan.
"Oke." tidak ada pilihan lagi dari pada dia berjalan kaki manuju rumah, lebih baik naik mobil Galen.
Mereka berdua berjalan menuju parkiran khusus mobil, yang terletak tak jauh dari motor Agatha. Warna mobil Galen yakni merah. Jadi untuk mencari mobilnya tidaklah sulit, apalagi sudah tidak ada satu mobil pun di parkiran itu kecuali milik Galen. Agatha masuk mobil Galen dan duduk di kursi belakang. Galen menatap datar wajah Agatha yang tak merasa bersalah.
"Kenapa lo liat-liat!" ujar Agatha sewot.
"Lo duduk depanlah lo kira gue supir lo!" terjafilah adu mulut antara mereka berdua.
"Y."
Agatha pindah tempat duduk di samping kursi Galen. Die memalingkan wajah kea arah cendela, malas menatap Galen. Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Jalanan juga tampak sepi, mungkin karena panas matahari begitu menyengat. Agatha menunjukkan jalan menuju rumahnya. Dia masih saja memikirkan bagaimana Galen memperlakukannya besok.
Gerbang rumah Agatha mulai terlihat, semakin lama mbil merah itu semaikin mendekat. Hingga mobil merah itu tepat berhenti di depan pagar ber-cat hitam. Agatha mengucapkan terimabkasih dengan nada sinis. Lalu keluar mobil dan masuk ke dalam rumah. Galen meninggalkan rumah Agatha.
"Assalamualaikum," Agatha melepas sepatu, dan menruhnya di rak.
"Waalaikumsalam!" Sahut bundanya dari arah dapur.
Dia meng hampiri bundanya, menyalimi lalu menaiki tangga menuju kamarnya. Dia tidak mengganti seragamnya, tetapi langsung merebahkan diri di kasur. Menatap lelah langit-langit kamarnya.
***
Pagi-pagi Agatha sudah memakai seragam lengkap. Dia menata rambutnya terlebih dahulu sebelum keluar kamar. Tiba-tiba panggilan bundanya membuat dia menghentikan kegiatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GALEN
Teen Fiction(Revisi) Bagaimana jika dua manusia yang tak pernah akur terikat oleh perjanjian? Sangat mengesalkan bukan. Itulah yang dialami Agatha. Kesialan itu datang saat dirinya benar-benar membutuhkan bantuan. Galen cowok yang selama ini menjafi rival Agat...