Seminggu telah berlalu pelajar bu Ica, semua murid yang disuruh membeli peralatan sudah dibawa masing-masing kelompok. Begitu pula dengan Galen dan Agatha, sudah mempersiapkannya. Sejak kemarin Agatha dan Galen tidak saling berbicara, walaupun di kelas. Agatha yang lebih mendiamkan Galen, padahal cowok itu tak salah. Saat berpapasan seolah-olah mereka tak saling kenal, melirik saja tidak.
"Bil lu waktu di kantin mau curhat apaan?" Agatha segera bertanya saat dia ingat bahwa sahabatnya itu mau curhat kepadanya.
"Bu Ica belum datang kan? Bentar gue lihat dulu deh." tanya Bila dia melihat lorong di depan pintu.
"Belum Bila sini, ngapain ditengok. Keburu bi Ica datang cepet cerita." Agatha memanggil temannya yang sedang melihat di depan pintu. Setelah memastika bu Ica belum ada, Bila duduk dan mulai bercerita.
"Gini nih gue kan satu kelompok sama Aksara." wajah cewek itu merah merona, saat menceritakannya.
"Hayo." Goda Agatha, cewek di sampingnya itu menutup wajah karena malu.
"Terus waktu itu gue sama Aksara belanja berdua. Terus...." telunjuk Bila saling menyentuh.
"Terus-terus?" Agatha antusias untuk mendengar kelanjutan cerita Bila.
"Terus kita makan, waktu makan bibir gue belepotan. Terus Aksara membersihkan mulut gue pake tangannya dong aaaaa." Bila heboh sendiri saat bercerita.
"Cie yang udah gak jomblo lagi." Agatha menoel dagu sahabatnya itu. Pipi bila sudah benar-benar merah. Apalagi saat bercerita Aksara memperhatikannya.
Agatha yang menyadari sahabatnya salting itu lantas menengok ke arah Aksara. Tatapan cewek itu penuh dengan makna. Galen yang melihat itu merasa seperti marah. Tetapi di tidak tahu apa yang membuatnya marah. Sebagian dari dirinya merasa bahwa dia mulai ada rasa pada cewek itu, tetapi sebagian lainnya menyangkal.
'Gue kenapa sih' batin cowok itu saat melihat Agatha menatap sahabatnya. Dia menyadarkan diri dan memilih tidur daripada memikirkannya.
Tak lama setelah itu bu Ica memasuki kelas, "Assalamualaikum, gimana kabarnya hari ini sehatkan?"
"Waalaikumsalam, Alhamdulillah sehat bu." jawab seluruh murid.
"Ada yang nggak sehat bu," celetuk salah seorang siswa.
"Siapa yang nggak sehat?" tanya bu Ica.
"Hati saya bu!" seketika tawa satu kelas langsung pecah begitu mendengar ucapan siswa itu.
"Ada-ada saja kamu itu."bu Ica tersenyum geli menanggapi ucapan siswa itu yang bernama Brian.
Bu Ica menerangkan sebentar tentang apa yang akan dilukis. "Oke anak-anak jadi kita akan melukis siluet. Silahkan berimajinasi terlebih dahulu, diskusikan dengan teman sekelompoknya ya."
Agatha dan Galen, tak ada satupun yang membuka suara. Mereka terdiam dengan pikiran masing-masing, dan juga tak berniat berbicara. Sejak kemarin mereka perang dingin.
"Agatha, Galen, kalian mau membuat lukisan apa?" tiba-tiba bu Ica bertanya kepada mereka.
"Masih diskusi bu." bohong Agatha.
Setelah lima menit dipersilahkan berdiskusi, bu Ica mengajak seluruh murid menuju ruang lukis. Semua kelompok membawa peralatan yang sudah mereka beli. Di SMA Garuda terdapat ruangan-ruangan untuk menyalurkan bakat mereka. Salah satunya ruang lukis.
Sesampainya di sana, sudah tersedia easel yaitu alat untuk menjepit kanvas. Semua murid mencari tempat untuk melukis sendiri-sendiri. Galen dengan Agatha duduk di bagian paling kanan.
"Silahkan dimulai melukisnya," ujar bu Ica sambil berkeliling.
"Iya bu."
Semua murid menata perlatan yang digunakan untuk melukis, begitupun Agatha dan Galen. Cewek itu tetap terdiam tak sedikit pun melihat ke arah Galen, apalagi berbicara. Setelah semua siap, Agatha mengambil kuas lalu memulai mencoretkan kuasnya pada kanvas. Sedangkan Galen hanya memperhatikan cewek itu.
'Cantik' batin Galen. Dia menyadari apa yang dikatakannya dan langsung mengalihkan pandangannya ke depan.
"Lo bantuin kek!" Agatha ngedumel.
"Hmm." sahutan Galen membuat Agatha sangan jengkel pada cowok itu.
"Len! Yang bener dong!" Agatha sudah tidak bisa menahan amarahnya pada cowok itu.
"Udah bener ini," ucap Galen agak meninggikan nada bicaranya sambil terus ikut mencoretkan kuasnya.
"Ini gak rata Len!" kesal Agatha, cowok itu bukannya membantu malah merusaknya. Cowok itu tetap diam sambil melanjutkan pekerjaannya.
"LEN!!!" teriak Agatha lantang sambil berdiri membuat semua murid di kelas itu memperhatikannya.
"Ada apa Agatha?" tanya bu Ica menghampiri mereka berdua.
"Nggak apa-apa bu." Agatha kembali duduk.
"Kenapa lo benci gue?" tanya Galen tiba-tiba.
"Lo gak sadar? Lo tuh sok cool banget! Caper sana-sini bikin gue muak!" cerocos Agatha. "Dan satu hal lagi gue benci jadi babu lo!" lanjutnya.
"Gue jadiin lo asisten buka babu," ucap Galen dapat membuat Agatha darah tinggi menghadapinya.
Karena sudah sangat kesal dengan Galen, Agatha ijin ke kamar mandi untuk meredam emosi. Sekalian Agatha cuci tangan. Tepat Agatha kembali ke ruangan itu bel pergantian jam berbunyi Cewek itu sangat bersyukur karena tidak harus duduk bersama Galen. Untung saja lukisannya sudah selesei, jadi dia tidak harus duduk berdua lagi bersana Galen.
K
KAMU SEDANG MEMBACA
GALEN
Teen Fiction(Revisi) Bagaimana jika dua manusia yang tak pernah akur terikat oleh perjanjian? Sangat mengesalkan bukan. Itulah yang dialami Agatha. Kesialan itu datang saat dirinya benar-benar membutuhkan bantuan. Galen cowok yang selama ini menjafi rival Agat...