eleven

2.1K 306 11
                                    

Di dalam kamarnya Irene sibuk menatap langit –langit kamar yang berkilauan layaknya bintang dilangit malam. Sambil mengelus-elus kelinci kayu yang Jisoo berikan, Pikirannya terus berkelana pada kejadian tadi siang, sewaktu dia pulang bersama Jisoo. Baru kali itu dia berjalan di pinggir taman bermain selain di rumahnya, naik bis , menemui pedagang kaki lima , dan bertemu dengan seorang wanita yang mengajak anaknya berjualan di pasar. Sebelumnya Irene tidak pernh menyadari itu semua, dia hanya sibuk bermain game di ponsel atau tidur ketika dalam perjalan, baik pulang ataupun pergi sekolah.Kejadian tadi siang membuatnya menjadi membuka mata dan menjadikannya sedikit lebih peka dengan kejadian di sekitarnya.

" nih buat kamu"

"Gak papa pengen aja"

"Mau jalannya kayak kura-kura, mau jalannya kayak siput, selambat apapun kamu jalan aku akan mengikutimu"

"naik!!!"

"Aku gak pengen kamu pingsan gara-gara nglewatin tajakan ini, buruan naik"

Kata-kata yang jisoo ucapkan terus terngiang di kepalanya, membuat Irene tak pernah berhenti untuk berhenti tersenyum. Kata-kata tersebut sangat berarti, sampai-sampai ia nyaris menangis begitu mendengarnya tadi, hal tersebut membuktikan bahwa Jisoo benar-benar peduli dan perhatian dengannya.

Karena asyik melamun, irene sama sekali tidak merasakan sensasi dinginnya kantong es yang menusuk pada kedua lututnya. Dia juga tak sadar akan keberadaan Suho di sampingnya, tengah menatap dengan cemas, bahkan pria itu mengumpat di dalam hati untuk dirinya sendiri, sebab membiarkan Irene pergi bersama Jisoo.

Suho memantapkan penilaiannya terhadap Jisoo, bahwa gadis itu tidak bsa dipercaya, membiarkan Irene menaiki bus yang sudah pasti berdesakan belum juga jika supirnya ugal-ugalan, juga membuat Irene harus berjalan jauh di bawah sengatan matahari.

Seketika tangan suho terkepal keras, selama ia menjalani hidupnya di samping Irene, baru kali itu dia merasa telah melakukan kesalah paling fatal, meski tuan besar bae tidak sedang berada disini untuk memarahinya tetap saja Suho merasa menyesal. Karena mendengar nada kecewa dari sosok yang dihormatinya itu jauh lebih membuatnya sakit hati ketimbang harus merasakan panasnya pipi akibat di tampar.

Sentuhan lembut beserta suara Irene menyadarkan Suho dari lamunannya, dia menoleh pada gadis disampingnya itu yang mana malah kembali menatap ke langit-langit dengan senyum yang begitu merekah.

"Waeyo rene?"

"Aku ingin kamu tidak berpikir macam-macam tentang Jisoo"

Suho terdiam sejenak, mencerna ucapan Irene , apa maksudnya berpikir macam-macam, sudah jelas memang Jisoo tidak baik.

"Jisoo baik banget orangnya, aku gak sepenuhnya jalan tadi"

"Terus?" tanya Suho penasaran

"Dia tadi gendong aku sampai ke rumahnya, dia sungguh-sungguh menjagaku selama di jalan tadi "

Suho tak tahu harus menjawab apa, atau mengelak karna dia sendiri juga tidak melihatnya langsung, namun apakah dia harus mempercayai pernyataan Irene, bukankah Irene tak pernah berbohong padanya ?, membuan napas berat, mungkin dia tetap perlu waspada lagi, bila benar Jisoo bisa diandalkan, memikirkan gadis itu membuat kepala dan perasaan Suho menjadi panas.

"Suho" panggil Irene lagi

"Ne?"

Irene menggeleng kecil kemudian membuang napas " Jadi... jatuh cinta itu seperti ini?"

Seketika suho melebarkan mata, sewaktu mendengar pernyataan Irene. Bahkan, di dalam keremangan yang tercipta di kamar Irene, Suho bisa melihat rona merah di pipi gadis itu.

Like a Star [KJSxBJH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang