Twenty Five

1.4K 223 6
                                    

- Short update-

Di dalam ruang UKS, Irene tak lepas menatap pada tangannya yang sudah terbebeat perban, ia merutuki dirinya karna telah melakukan sesuatu yang bodoh sampai Suho harus datang menolongnya. Sesungguhnya, ketika di perpus tadi ia tak membiarkan Jisoo untuk menyeka darah di tangannya karena tidak ingin gadis itu tahu dan jadi khawatir.

"Rene, aku ambil tas kita dulu, kamu tunggu di sini"

Suara Suho menyadarkannya, mereka harus pergi ke rumah sakit dulu unutk memeriksakan lukannya, meski begitu, Irene sebenarnya tak ingin langsung pulang , dia inign bicara dengan Jisoo lebih dulu.

"Emm Suho, aku ikut saja, lebih baik balik ke kelas dulu saja deh" ucap irene menghentikan Suho yang sedang membereskan sisa bungkus kain kasa, lalu menatapnya dengan ragu.

Irene tak peduli dengan tatapan Suho, dia bangkit dan melangkah keluar dari ruang UKS, jadilah Suho mengikutinya.  Suho menyadari raut wajah horor irene ketika melihat tangannya berdarah di samping Jisoo, Suho sudah bisa menebaknya kalau Iree memang tak ingin Jisoo menolongnya.

Tapi sikap Irene yang seperti itu sudah pasti akan memunculkan konsikuensi yang mana harus siap diterima. Jisoo terlihat luar biasa menahan amarahnya, Suho bisa tahu ketika dia melihat tangan Jisoo yang meremas sapu tangan dan matanya yang memerah, oleh karena itu ia sengaja tidak mencegah atau mengelak permintaan irene yang menginginkan kembali ke kelas lebuh dulu.

Tepat, ketika Suho tengah memikirkan Jisoo, gadis itu muncul dari arah yang berlawanan, Langkah irenepun terhenti,   Jisoo sendiri juga tampak terkejut, tapi tak lama ekspresinya berubah masam ketika melihat Suho ada di belakang.

Irene mencoba untuk tersenyum, meski sedikit canggung lalu mengangkat tangannya yang sudah dibalut kepada Jisoo.

"Tanganku sudah gak papa"

" Benarkah? baguslah kalo gitu" jawab Jisoo menatap irene tajam.

memahami situasi yang sedikit mencengkam itu, Suho berniat pergi dari sana, tapi tetap berada cukup dekat untuk mengawasi keduanya.

"Rene, Jis, aku ke kelas duluan ya" 

Mata Jisoo mengawasi punggug Suho yang menghilang menuju koridor kelasnya, kemudian dia kembali menatap Irene yang terlihat salah tingkah

" Ji, sebenarnya yang tadi tuh..."

"Udah puas main-main nya?" Jisoo memotong kata-kata Irene.

" Orang kaya emang  suka ya mainin orang miskin macem aku dan Gyuri? kalian semua gak ada kerjaan lain selain bertindak kayak gitu?"

Mata Irene melebar " Ji, buk..."

"Denger, kamu tuh ya" Jisoo menyambar sebelum Irene sempat meneruskan kalimatnya " cantik , tapi busuk tau gak"

"Eh?" Irene bergumam tak percaya pada ada yang ia dengar

"Kamu cewek kaya yang suka mainin orang lain, harusnya aku tahu itu, dan harusnya aku nggak pernah kejebak di permainan yang udah kamu buat"

"Aku.." Tiba-tiba, Irene menjadi sulit unutk berkata-kata. Tenggorokanya terasa tercekat. Dia merasa seperti ingin menangis mendengar segala tuduhan yang Jisoo berikan.

"Aku nih bodoh banget karna udah percaya sama kamu." Jisoo tersenyum kecut,kepalanya menggeleng-geleng pelan" Gak cuman manja sama naif, kamu juga penipu."

Irene menggelengkan kepala, ia hendak menyentuh tangan Jisoo namun langsung di tepis

" ada lagi yang ingin kutanyakan padamu..." Jisoo menjeda kalimatnya sebelum kembali menatap tajam Irene "Apa yang  harus kamu lakukan ketika orang yang menghancurkan hatimu adalah satu-satunya yang bisa menyatukannya kembali?"

Jisoo menatap kecewa pada Irene " Bisa kah kamu menjawabnya?"

Untuk beberapa saat, Irene cuman bisa tergugu diam, Kepalanya ia tundukan, memikirkan kata-kata Jisoo.

Bahkan ketika Jisoo berbalik dan melangkah pergipun karna tak kunjung mendapat jawab, Irene tetap tidak bisa bereaksi. Seluruh tubuhnya terasa bergetar, bersusah payah dia menahan air mata yang sudah menggenang penuh di pelupuk matanya.

Sementara itu Jisoo sendiri tak terlalu mengambil pusing. Bisa saja cerita tentang tangisan pertamanya itu kemungkinan besar juga suatu kebohongan, Jisoo tak tahu lagi dan tak mau peduli, dia hanya ingin lepas dari irene dan juga Suho, sudah cukup untuk dipermainkan oleh mereka.

Jisoo berhenti melangkah di saat melihat Suho berbelok, ternyata cowok itu bohong , dia tak pergi ke kelas tapi tetap disana, menguping pembicaraan mereka, mungkin saja dengan alasan menjaga Irene lagi, dan Jisoo sudah bosan mendengar alasan itu.

"Puas sama yang udah kamu lakuin ke gyuri ?" Tanya Jisoo tajam

Suho tak menjawab juga tak tersenyum, hanya mampu menatap Jisoo nanar, sorot mata itu seolah mengatakan bahwa apapun yang sudah dikatakan Jisoo tidak benar, namun dia enggan mengatakan yang sebenarnya.

"Mungkin memang sebaiknya kami nggak berhubungan dengan orang luar" Suho berucap lirih namun masih dapat di dengar oleh Jisoo . " Seharusnya kami tidak ada di sini, apapun yang Irene sentuh hanya akan menyakitinya, kalian semua gak beda jauh dari duri."

Jisoo diam , hanya mampu mengeraskan rahangnya marah, namun Suho sudah melenggang pergi. Setengah mati gadis itu ingin mengejar Suho lalu memukulnya lagi, Jisoo tetap menahannya, ia tidak ingin mendapat masalah yang bisa saja berimbas pada beasiswanya karna hanya demi memukul cowok seperti Suho

Mereka semua tidak berguna - Batin Jisoo.

 .... 

Suho menghela napas lelah disaat menatap  salah satu taman yang masih menyambung dengan taman perpus dari kejauhan. Saat ini posisinya sedang bersandar di dinding luar toilet wanita, menunggu Irene yang tadi mengaku ingin buang air kecil. Tapi, dia tahu bahwa itu hanya alasan saja, Buktinya Irene saat ini sedang menangis, yang mana itu dapat Suho dengar setiap isakannya.

Sejak bertemu dengan Jisoo, Irene memang lebih banyak tersenyum tapi juga lebih sering menangis daripada tahun-tahun sebelumnya. Selama ini baik Tuan Bae ataupun Suho berusaha untuk selalu mencegah Irene menangis, sekarang tidak ada yang bisa cowok itu lakukan untuk mencegahnya.

Ada rasa sedikit menyesal mmebiarkan Jisoo mendekati Irene, harusnya dia tdiak membiarkan hal itu terjadi.

Tak kunjung keluar, Suho memutuskan melengokkan kepala ke dalam. Tidak ada orang selain gadis itu di dalam sana, karena kamar mandi itu letaknya berada di paling pojok gedung , sedikit suram dan rumornya berhantu.

Suho langsung saja terperanjat kala baru detik pertama melihat Irene, ia terperanjat bukan karena gadis itu sedang berlinang air mata, namun karna sedang mencondongkan tubuhnya di depan wastafel , membiarkan darah segar mengalir dari hidungnya.

Irene?!!"Suhopun segera melesat ke dalam, lalu meraih bahu Irene yang sudah bergetar.

Tanpa banyak bicara lagi, Suho segera membantu Irene memijat hidungnya pelan, bersamaan dengan turunnya air mata milik gadis itu, darahnya masih terus mengalir, seperti tidak mau berhenti

"Mianhae, Suho-ah" Irene bergumam, air matanya pun kembali mengalir

 Dalam satu hari ini, Irene sudah terluka sebanyak dua kali, ini adalah  peringatan terakhir unutk Suho.

"Rene" Suho bisa mendengar suaranya yang sudah bergetar

"Kita pergi dari sini" lanjutnya membuat keputusan, sementara Mata Irene melebar , bertanya akan maksud suho " eh??"
" kita keluar dari sini, dari sekolah ini, meninggalkan semuanya."




Like a Star [KJSxBJH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang