Berita yang ditunggu itu, muncul. Kuliah impian nya di luarnegeri kini tercapai. Kuliahnya di Inggris diterima dengan tangan terbuka. Betapa bahagianya, Aisha. Bagaimana tidak, beberapa kuliah di Indonesia menolak nya karena kekurangan nya.
Saat ini, Aisha dan beberapa yang lainnya ikut bahagia atas keputusan dari perkuliahan di Inggris.
"Selamat ya, Aisha !" puji Laila pada Aisha.
"Gak kok. Ini semua berkat Ridha Allah dan doa juga dari kalian !" ujarnya merendah.
"Kamu'kan rajin. Wajar saja, jika kampus disana menerima dengan tangan terbuka !" timpal Ardi.
"Ah, nggak. Itu semua karena ijin Allah dan Rhida-Nya.." ujarnya, merendah lagi.
"Boleh gak, berita ini dikasih tau sama Fahri ?" tanya Fazri pada Aisha.
Aisha tersenyum.
"Tak perlu menggembor-gemborkan hal kecil !" ucapnya."Ha ? Kecil ? Ini besar ! Kamu'kan diterima di kampus luarnegeri.." elak Fazri.
ul
"Udahlah, zri.. Jangan samain sama lo. Dia mah rendah hati ! Gak kaya lo ! Besar hati malah ! Haha !" tawa nya meledak. Hingga beberapa yang lainnya ikut tertawa."TERUS ! TERUS ! KETAWA TERUS ! SINDIR TERUS ! SAMPE PUAS !" sindirnya sambil meluapkan emosinya.
Semuanya semakin geli mendengar ocehan Fazri, hingga yang tadinya tertawanya akan mengurang, kini tawa mereka malah tertawa sejadi-jadinya. Fazri hanya cemberut, melihat semua itu.
....
Tepat tiga hari sesudah keputusan kampus keluar, Aisha dipinta pihak kampus untuk ikut ospek yang akan diadakan seminggu lagi.
Ini adalah ospek pertama kali Aisha di luarnegeri. Di negara-negara bagian barat ini, biasanya mengadakan ospek yang berbeda dengan negara Indonesia. Disana, ospek nya tergolong bermanfaat.
Aisha yang mendapat berita itu, langsung siap-siap untuk capcus ke Inggris. Ia benar-benar tak sabar untuk bertemu teman-teman barunya dari luarnegeri.
Keesokan harinya.
Jam menunjukan pukul 09.00 pagi. Aisha bersiap-siap untuk makan bersama di ruang makan. Ia hari ini akan ke sebuah toko-toko kecil untuk membeli pakaian yang harganya terjangkau dan sedikit membantu mereka dikalangan bawah. Aisha juga mengajak Laila, karena berhubung diberi ijin pula sama Ardi.Aisha mengambil sebuah gamis berwarna hitam yang gombrang dan sebuah gamis yang perpaduan warna dusty dan warna navy. Warna kesukaannya, dan tentunya ia membelinya tidak satu. Ia sengaja membeli dua untuk couple-an sama Laila yang status nya sahabat karibnya. Awalnya Laila menolak, tapi berhubung Aisha memaksanya, iapun menerima semua ini.
Seusai berbelanja, Aisha membeli beberapa buku yang setidaknya mengurangi pengeluaran karena diluar negeri buku itu mahal.
Aisha yang menggunakan cadar ketika berbelanja, membuat beberapa pasang mata terlihat heran apalagi bagi yang tidak berhijab. Karena memang, hawanya panas sekali. Tapi, bukankah lebih panas di neraka ? Mengapa kita tak tahan panas nya dunia ? Padahal, panas matahari saja ribuan kali lipat jika di neraka ? Itulah alasan Aisha tetap tertutup. Tak peduli seberapa panas nya dunia ini, ia benar-benar tak peduli. Asal tidak merasakan panasnya akhirat.
Setelah sampai di rumah, Aisha disambut hangat oleh adiknya, Dita. Dia datang dengan alasan meminta pajak lulus dan pajak karena Aisha bisa berbicara. Namun, ia bicara pada yang lain bahwa ia mau meminjam kerudung untuk acara di sekolah nya. Ia berpura-pura baik dihadapan Ardi, Fazri, dan beberapa asisten rumah Ardi. Namun, ketika di belakang mereka, ia mengancam Aisha yang menyandang status sebagai kakaknya.
"Awas, kakak jangan bilang siapa-siapa ! Kalo bilang, aku gak segan-segan kirim orang buat celakain kakak ! Oh iya sekalian sama kerudung apa aja !" ancam dan titahnya.
"Iya, kakak gak bakal bilang. Kakak bakal kasih uang buat kamu. Apalagi kamu mau study tour ya,kan ?" tanya nya.
"Iya, serah deh mau ngomong apa, aku gak peduli. Yang aku butuh sekarang uang !" ujarnya tak peduli.
"Nih !" ujarnya sambil memberikan uang sekitar 2-3 juta hasil bobolan tabungan Aisha dan kerudung instan berwarna putih pada Dita dengan balutan plastik hitam untuk memudahkan membawanya.
"Kok ada yg receh 20-an sih.. Bukan nya kakak sudah kaya ! Masa ada 20 ribuan." ucapnya merendahkan kakaknya tanpa merasa bersalah.
"Itu uang tabungan kakak !" jujur Aisha.
"Oh ya udah terimakasih !" ujarnya sambil nyelonong pergi. Ia tak peduli akan jawaban Aisha.
Saat bersama dengan yang lain, Dita berpamitan kepada Ardi, Fazri, bahkan asisten-asisten Ardi dan tidak lupa membawa plastik hitam berisi uang juga kerudung yang sengaja ia pinjam pada kakaknya.
"Setelah mendapatkan uang, ia malah pulang !" celetuk salah satu asisten Ardi yaitu mbak Ila yang terkadang terlalu jujur atas kondisi.
"Ush.. Kau ini... Kalo ngomong suka bener !" ujar Fazri menimpali ucapan Ila.
Semua yang mendengarkan, tertawa begitupun dengan Aisha. Ia sadar, ia tertawa hanya untuk menghormati lawakan mereka. Ia juga sadar, ia telah mentertawakan adiknya sendiri.
"Astagfirullah hal adzim..." ujarnya dalam hati.
Ia hanya ber-istigfar dengan tujuan untuk mengurangi dosanya.
Tepat esok harinya, setelah Aisha sholat tahajud, dia menyiapkan segalanya untuk berangkat ke Inggris. Dia membawa baju - bajunya juga cadar dan kerudungnya. Ia memasukan semua itu ke dalam koper yang telah ia siapkan kemarin. Beberapa buku, alat tulis dan be eberapa peralatan kamar mandi, dan ia bawa ke luar negeri. Stok makanan khas Indonesia di bawanya untuk mengisi perut jika dipesawat lapar. Tidak lupa pula laptop dan gawai untuk alat komunikasi dan pembelajaran.
Saat sampai di bandara,suasana sedih menyelimuti perpisahan ini. Rasanya ingin di ulang kembali waktu kebersamaan.
"Hati - hati ya,aku akan merindukanmu..." ujar Laila sedih.
Aisha memeluk Laila erat. Tangis mereka pecah, membuat beberapa yang melihat nya ikut terbawa suasana.
"Hati - hati di jalan ya.." ujar Fazri dan Ardi kompak.
"Iya, kalian juga sehat -sehat ya.. Aku naik pesawat dulu ya!" ujarnya pamit.
Aisha memeluk Nahro, Lylu dan Ila erat sebelum menaiki pesawat.
"Do'akan Aisha ya.. Agar Aisha bisa sukses dan cepat - cepat pulang ke Indonesia dengan kabar baik!" pintanya.
"Iya, kami do'akan!" ujarnya kompak.
"Assalamualaikum !" ujar Aisha mengakhiri pertemuan dan berjalan langkah demi langkah.
Saat duduk dikursi pesawat, Aisha melambaikan tangannya pada semua orang yang ada di luar sana yang sedang melihatnya.
Sekitar lima menit lebih, pesawat itu mulai terbang. Aisha melambaikan tangannya dijendela pesawat sebagai tanda perpisahan.
Rasanya inginku ulang kembali pada kebersamaan dulu. Saat saling bercanda bersama mereka yang telah dianggap saudara bahkan keluarga sendiri.
Ingin rasanya menangis atas perpisahan yang menyesakkan dada ini. Ingin rasanya membuang rasa sakit yang menyakitkan dan menyiksakan ini, bahkan ingin kuhapus dengan segala kerinduan pada masa lalu itu dengan kebahagiaan. Bukan tak bisa menerima kenyataan, tapi kenyataan nya sangat menyesakkan. Aisha menangis seketika. Ia hanya berdoa agar dirinya diberi kekuatan untuk bisa sukses dinegeri orang dan membalaskan segala perjuangan dengan kebahagiaan.
.
.
Next to read my story. Dont forget to vote and coment.
Thanks for reading❤❤🕯Hadline🕯
KAMU SEDANG MEMBACA
I Can't Speak (Selesai)
Teen FictionWanita itu benama Siti Aisha Marwah. Seorang wanita yang tidak bisa berbicara sejak kecil. Namun, kekurangan yang ia punya membuat banyak orang membulinya bahkan beberapa anggota keluarganya. Aisha bertekad bahwa kesabaran ini akan membuahkan hasil...