🍭Hari Pertama🎒

9.2K 826 83
                                    

"Mamaaa..." panggil Bianca sambil menuruni tangga menuju dapur tempat Mamanya tengah mencuci piring.

Mia menoleh. "Apa, Mbak? Pelanin ih suaranya?"

"Aku cantik nggak?" Tanya Bianca polos.

"Hah?" Seru Mia bingung.

"Mbak mau ke mana?" Tanya Rahil yang memperhatikan penampilan putrinya dari atas ke bawah dengan seragam putih-birunya yang baru itu dengan kalem.

"Sekolah."

"Terus?"

"Kan seragam baru, Papaaa..." rajuk Bianca dengan bibir mengerucut. "Lihat." Ia memutar badannya.

Rahil terdiam sesaat lalu tertawa. Apa istimewahnya dari seragam putih-biru yang seluruh Indonesia sama sekalipun baru itu?

"Kok Papa ketawa?" Tanya Bianca bingung.

"Ya, ya, ya...Mbak cantik. Kan anak Papa." Rahil menepuk lembut kepala Bianca yang berbalut hijab berlogo sekolah itu. "Sekolah yang rajin ya, Sayang."

Bianca meringis lalu mengangguk.

Tak lama kemudian Ayip dan Zefa juga turun.

"Hari ini bekalnya roti saja ya dulu. Besok baru bawa nasi." Kata Mia yang meletakkan bekal mereka di atas meja dapur.

"Papa kasih uang untuk seminggu. Kalian harus gunakan baik-baik. Nggak usah beli aneh-aneh." Nasehat Rahil sambil memberikan uang saku yang sama pada ketiga anaknya. "Vous comprenez? (Kalian mengerti)"

"Oui, je comprends. (Ya, kami mengerti)" sahut ketiganya serempak.

Tak lama Rahil dan ketiga anaknya pamit. Bianca tampak bergerak-gerak gelisah tapi antusias karena akan memasuki fase baru hidupnya.

Sampai di sekolah, dengan hati berdebar Bianca turun mobil setelah salim ke Papanya bergantian dengan Zefa dan Ayip. Sekali lagi Rahil memberi wejangan singkat sebelum pergi.

Bianca berjalan di tengah, diapit oleh Zefa dan Ayip. Ketiganya tidak menyadari bahwasanya banyak pasang mata yang memperhatikan mereka. Ketiganya tetap asyik berjalan dalam diam. Dan...

"Mas Abhiii!" Panggil Bianca tiba-tiba dengan senyum lebar sambil melambaikan tangan. Ia melangkah lebih cepat meninggalkan Zefa dan Ayip demi mendekati sepupunya yang tampak sedang bertugas di gerbang.

Mendengar panggilan untuknya, Abhi balas tersenyum membuat banyak siswa tak kalah tercengangnya karena yang selama ini diketahui bahwa ia kalem dan pendiam. Jarang sekali tersenyum walaupun tak pernah berekspresi datar. Ia terkenal ramah tapi seperti membatasi diri.

Sedangkan kini ada seorang murid baru yang hanya satu kali panggilan mampu membuat seorang Abhi tersenyum hangat. Dan yang menyapa juga berwajah imut.

"Adek. Semangat ya?" Kata Abhi sambil menepuk lembut kepala Bianca. Ia tersenyum pada Zefa dan Ayip yang menyusul di belakang Bianca. "Akhirnya sekolah bertiga lagi. Semoga bisa sekelas ya?"

Bianca mengangguk mantap. "Mbak Garin mana?"

"Di kelas mungkin. Dia kan bukan OSIS." Jawab Abhi masih tersenyum. "Kalian ke kelas deh, biar tahu masuk kelas mana. Sebentar lagi upacara."

"Iya. Yok, Mbak." Zefa mengangguk dan mengajak Bianca dan Ayip menuju deretan kelas satu.

"Dadaaah, Mas." Pamit Bianca sambil melambai kecil.

"Kita masuk dulu ya, Mas." Tambah Ayip.

Abhi mengangguk dan wajah hangatnya kembali hilang bersamaan dengan menjauhnya ketiga sepupunya itu.

Lovely BiancaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang