🍭 Takut 😨

7.5K 795 158
                                    

Bianca tak sengaja menjatuhkan album foto saat ia hendak mengambil kamus bahasa Perancis untuk mengerjakan tugas. Setelah ia meletakkan kamus di atas meja belajarnya, ia mengambil album tersebut dan membawanya ke atas kasur. Sebuah album masa kecilnya. Ia membukanya lembar demi lembar.

Bianca sesekali tertawa melihat betapa gimbulnya ia dulu terutama saat melihat kuncir air mancurnya. Di banyak moment, ia selalu bersama si kembar Abhi dan Garin yang tampak menyayanginya. Di kesempatan yang lain, semua yang menggendongnya berseragam tentara dan polisi. Baik yang muda maupun sudah purnawirawan.

"Eyang..." sapa Bianca sambil mengusap foto itu. Tepat di pipi sang Eyang buyut, Arman Kertoadji. Secara garis keluarga memang sedikit jauh dengannya karena merupakan Pakde dari Grandmanya. Tapi secara fisik dan hati lebih dekat karena tinggal di wilayah yang sama. Lebih sering bertemu.

Banyak hal yang tak terlalu diingatnya kecuali bahwa Ayip selalu di sampingnya sejak ia bisa mengingat dengan baik. Tapi ia cukup bisa ingat tentang sosok yang sangat humoris itu. Ia ingat dulu lebih suka bersama Eyang buyutnya daripada Grandpanya.

Kata Papanya, Eyang Kakung meninggal tanpa sakit.

"Ngapain, Mbak? Papa ketuk-ketuk kok nggak dengar," kata Rahil.

Bianca mendongak. "Papa?"

Rahil mendekati Bianca kemudian memberikan beberapa batang cokelat. "Dari Papi tuh. Papa lupa kasih kemarin."

"Makasih," ucap Bianca sambil nyengir lebar.

"Fotonya Eyang?" tanya Rahil yang sudah duduk di sebelah putrinya.

Bianca mengangguk. "Iya. Tadi albumnya jatuh. Jadi kangen semuanya."

"Kirim Al Fatihah dong. Hadiah dan penyelamat paling ampuh itu doa dari keluarganya." Rahil mengusap kepala Bianca.

Bianca mengangguk lagi. "Sudah. Selesai salat."

"Itu baru anak Papa."

"Iya. Bukan anak Papi," sahutan Bianca membuat Rahil tertawa. Putrinya sendiri ikut terkekeh.

Rahil langsung memeluk putrinya. "Iyalah. Bukan anak Papi. Mbak Bian kan princess-nya Papa."

"No, Papa. I'm a queen." Bianca menggoyangkan jari telunjuknya tanda tak setuju.

Rahil juga menggeleng dan menggoyangkan telunjuknya. "No, Honey. The queen is your Mama. The one and only queen." Ia mencium puncak kepala Bianca. "Someday, you will find your own prince charming who will make you his own queen. But not now."

Bianca meringis lalu terdiam dan menatap Papanya. "Eyang meninggal tanpa sakit."

"Iya."

"Tadi juga ada artis meninggal tanpa sakit. Tapi aku nggak mau Papa meninggal besok." Bianca memeluk Papanya lebih erat.

Rahil balas dengan kembali mengusap kepala Bianca lembut. "Mbak, Mbak Bian pasti tahu bahwa setiap yang bernyawa pasti mati. Bahkan Momo si Chester juga mati kan? Yang harus kita takuti itu bukanlah kematian itu sendiri melainkan apakah ibadah dan bekal kita sudah cukup untuk dibawa ke negeri abadi? Ke akhirat?"

"Tapi aku takut."

"Allah lebih tahu tentang kita. Apa yang Mbak takuti saat ada Sang Maha Pelindung? Allah nggak akan membuat umat-Nya susah. Kalau sampai itu terjadi berarti antara teguran, ujian atau laknat. Itu gunanya kita salat kan? Selain untuk mohon ampun atas segala dosa, juga pengingat betapa kerdilnya kita di hadapan Allah. Dan saat paling dekat dengan-Nya adalah saat kita sujud."

Bianca mengangguk.

"Mbak juga tahu kan gerakan salat itu bukan semata-mata berdiri, membungkuk dan sujud? Secara mudahnya saat kita berdiri organ apa yang paling tinggi?"

"Uhmm..." Bianca mengerjapkan kedua matanya. "Kepala? Rambut?"

Rahil mengangguk. "Di dalam kepala ada apa?"

"Otak."

"Right. Otak. Otak merupakan simbol logika. Pikiran dan keduniawian. Lalu saat kita ruku' itu membungkukkan badan di mana posisi kepala dan hati sejajar. Hati ada di mana?" tanya Rahil lagi masih memeluk putrinya.

"Di dada kecuali kalau maksudnya itu *hepar," jawab Bianca sambil menunjuk dadanya.

Rahil mengangguk. "Benar. Hati merupakan simbol perasaan, nurani, jiwa dan segala hal berbau spiritual. Saat ruku', logika harus tunduk dengan perasaan bukan? Yang kemudian membuat keduanya sejajar."

"Iya."

"Kemudian kita sujud. Selain merupakan posisi yang paling dekat dengan Allah, coba kasih tahu Papa di mana posisi logika dan hati? Siapa yang paling tinggi?"

Bianca terdiam. "Uhm...hati? Karena saat kita sujud, kepala menempel pada bumi dan dada sedikit di atasnya."

Rahil mengangguk. "Right. Artinya apa? Dada di mana ada hati di sana terdapat perasaan, jiwa dan rasa berketuhanan. Sehebat apapun kamu, kepalamu akan selalu menunduk ke bawah. Jiwamu yang akan membimbing hidupmu."

🍦🍦🍦

Album foto sudah Rahil letakkan di atas nakas. Bianca sendiri sudah dalam posisi berbaring sambil memeluk erat gulingnya dan diselimuti oleh Rahil. Tugas bahasa Perancis juga sudah selesai.

"Papa pernah bilang kan bahwa agama merupakan pondasi utama hidup kita. Kalau pondasinya nggak kuat, rumahnya pasti mudah roboh. Begitu juga jiwa kita. Kalau kosong atau diisi tanpa mengenal agama, yang ada hanya nafsu. Menuruti maunya sendiri tanpa peduli orang lain. Atau yang mengerikan lagi akan mudah dimanfaatkan oleh orang tak bertanggung jawab. Menjadi manusia bodoh. Agama merupakan isian paling baik dari jiwa kita. Jika jiwa kita diisi kebaikan sesuai aturan Allah maka kita nggak akan ngawur  setiap akan bertindak. Cara berpikir kita pun berdasarkan agama bukan ego, kesenangan sendiri apalagi hawa nafsu."

"Nggak akan ada orang jahat ya, Pa?"

Rahil mengangguk. "Termasuk dalam bergaul. Mana yang penting, mana yang tidak. Mana yang baik, mana yang tidak. Bertemanlah dengan orang-orang yang baik dan membawa manfaat agar Mbak Bian juga tertular jadi orang baik yang bermanfaat. Berlomba-lombalah dalam kebaikan. Ya?"

"Iya."

"Allah itu sedekat urat nadi kita, jadi Mbak nggak perlu takut lagi. Allah nggak pernah ke mana-mana, justru manusia yang sering menjauh dari-Nya. Minta perlindungan dari mana kalau kita lari? Kita lupa?"

"Tapi kalau Papa atau Mama nggak ada, aku sedih..." Bianca menunduk sedih.

Rahil tersenyum sambil mengusap kepalanya. "Itu wajar asal nggak berlebihan. Allah nggak suka segala sesuatu yang berlebihan."

Tanpa keduanya sadari, Mia melongok lalu masuk.

"Ngobrolin apaan sih asyik betul? Mama dicuekin," kata Mia. "Dicariin ternyata di sini Papa ih."

Serentak Rahil dan Bianca menoleh lalu tersenyum.

"Hi, my queen..." panggil Rahil sambil merentangkan tangan.

"Kalau gini my queen...sudah ah, Mama mau bobo sama princess Mama aja," berkata begitu, Mia betul-betul naik dan berbaring di sisi lain Bianca, masuk ke selimut lalu memeluknya juga.

"Lah...Mama serius? Ya sudah, kita bobo sini semua." Rahil pun menyusul berbaring di sisi lain putrinya.

Bianca sendiri langsung terkekeh. "Seperti dulu ya bobo bertiga..."

"Oui. Dors bien, ange. (Ya, tidur yang nyenyak, malaikat)" Rahil mencium kening Bianca.

"Je vous aimez. (Aku mencintai kalian)" balas Bianca.

Malam ini pun akhirnya Bianca tidur dalam pelukan Mama-Papanya.

💞💤💞

*Hepar: lever/organ hati

Oh iya, ada yang tanya tentang nama asliku. Nama penaku itu nama asli 😊 dan saya perempuan tulen 😆 

Temanya berat ya 🙈 tapi makna gerakan salat itu adalah salah satu ceramah paling berkesan untukku dari seorang ustaz Anwar Zahid. Beliau humoris dan setiap ceramahnya mudah dicerna. Kata-kata yang kupakai tidak sama persis dengan beliau, jadi mohon maaf jika penyampaianku kurang berkenan 🙇

Sidoarjo, 19-02-2020

Lovely BiancaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang