🍭 Special Ayip 👦

7.5K 855 45
                                    

Bianca masih belum sepenuhnya kembali seperti sedia kala walaupun sudah mau bicara sedikit dengan Ayip. Tapi suasana rumah masih relatif sepi tak ada teriakan atau tawanya seperti biasa.

Ayip sendiri yang sudah mendengar pertengkaran Bianca dan Krisna bingung harus bagaimana. Selama ini sejak ia kecil, orang tua bahkan keluarga Bianca selalu baik padanya. Ia tidak pernah merasa Bianca mentang-mentang, sok kaya dan mengaturnya. Memang, hari-harinya di sekolah SMP ini menjadi berbeda dengan saat di SD dulu yang bebas main saat jam istirahat terutama bersama Krisna. Tapi ia sendiri juga sudah berjanji akan menemani Bianca saat istirahat akibat kelas mereka yang berbeda ditambah keluarga barunya selalu berkumpul saat jam istirahat untuk makan siang bersama.

Ayip pernah bertanya kepada Abhi apakah dulu sebelum ia, Bianca dan Zefa masuk, Abhi dan Garin hanya makan berdua? Dan jawabannya adalah ya. Sejak awal Abhi dan Garin hanya menggunakan jam istirahat untuk makan dan ngobrol atau baca. Keduanya baru bermain sepuasnya saat ekskul dan hari sabtu saja. Sepupu Bianca itu tak suka berkeringat percuma karena jam pelajaran masih panjang. Takut mengganggu konsentrasi karena capek main.

"Abang kenapa?" tanya Rahil yang melihat Ayip termenung di depan TV.

Bianca sendiri sudah masuk ke dalam kamarnya begitupun Zefa.

Ayip menggeleng.

"Adek Bianca masih ngambek?" tanya Rahil lembut tapi terkesan acuh tak acuh karena asyik ngemil marning.

Ayip mengangguk. "Sepertinya."

"Abang nggak usah merasa bersalah. Lakukan saja yang Abang suka," kata Rahil santai. "Abang mau main sama Krisna boleh asal jangan lupa makan siang."

Ayip menggeleng. "Tapi aku sudah janji sama Adek buat istirahat bareng," sahutnya sendu.

Rahil mengangguk. "Karena Adek juga kangen Abang. SD kalian beda. Di saat yang sama Krisna pun kangen sama Abang." Ia meletakkan toples berisi marningnya dan lebih menghadap Ayip. "Abang harus tahu bahwa Papa sama Mama sayang Abang. Sama seperti rasa sayang ke Adek Bi dan Adek Zefa. Abang juga anak Papa dan Mama. Jadi Abang nggak perlu takut mau melakukam apa atau meminta apa."

"Iya, Pa." Ayip mengangguk. Dadanya sesak karena haru.

"Papa nggak larang Abang main tapi Papa lebih suka Abang melakukan hal yang bermanfaat. Main basket saat jam istirahat sesekali bolehlah tapi tiap hari? Kewajiban Abang belajar. Papa ngomong begini bukan menuntut agar Abang juara satu atau seperti Adek Zefa. Nggak. Karena setiap orang punya kelebihan masing-masing." Rahil mengusap kepala Ayip lembut. "Papa nggak mau kebanyakan main jadi sakit."

"Maaf, Pa."

Rahil menepuk lembut kepala Ayip. "SD dan SMP bebannya beda, Abang tahu kan?" Ayip mengangguk. "Coba kalau Mbah Kung dan Mbah Uti tahu, pasti sedih. Dulu saja Abang nggak pernah telat makan kan?"

Wahid dan Alifah memang sempat datang, menginap dua hari malah. Ayip ingat wajah sedih keduanya saat melihatnya terbaring sakit.

"Maaf, Pa," ucap Ayip lagi.

Rahil tersenyum. "Bukan ke Papa Abang minta maafnya tapi ke diri Abang sendiri."

"Iya." Ayip mengangguk.

"Sudah, naik ke kamar sana. Nonton TV di kamar sendiri saja sana. Papa mau nonton."

Kedua alis Ayip naik tapi tak urung beranjak juga. "Di kamar Papa kan adab TV juga."

"Oh iya." Rahil terkekeh karena kealpaannya sendiri.

🍦🍦🍦

"Kamu nggak boleh main basket lagi sama Papa-Mamanya Bianca?" tanya Krisna begitu bel istirahat berbunyi.

Lovely BiancaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang