🍭Sore Di Lapangan Batalyon ❤

7.5K 739 56
                                    

Sore ini Bianca dan saudara-saudaranya lari lagi di lapangan batalyon. Kali ini Rahil sendiri yang mengantarkan. Dan seperti biasa Garin tidak ikut, malah adanya Saba yang diajak bergabung.

"Saba kuat lari?" tanya Bianca.

Saba mengangguk. "Lumayan,"

"Saba nanti mau jadi tentara juga?" tanya Bianca sambil memperhatikan bulu mata Saba yang panjang dari samping membuat yang diperhatikan sedikit menjauh.

"Kamu ngapain?" tanya Saba dengan wajah memerah.

"Bulu matanya Saba panjang."

"Adek, lari jangan meleng! Nanti jatuh!" tegur Abhi.

Bianca meringis lalu menoleh lagi pada temannya. "Jadi Saba nanti mau jadi apa? Tentara?"

Saba mengedikkan bahunya. "Mungkin."

Bianca manggut-manggut. "Nanti kita masuk bareng ya?"

Saba hanya tersenyum.

Setelah menyelesaikan beberapa putaran, mereka istirahat. Kebetulan ada banyak tentara bujang yang juga sedang istirahat usai olah raga sore.

"Bianca, sini deh...Om punya sesuatu," panggil salah satu tentara.

"Mbak aja? Aku?" protes Zefa.

"Oh, Zefa juga mau? Sini-sini..." panggil tentara yang lain.

Bianca dan Zefa beranjak mendekati mereka sedangkan Rahil memantau dengan waspada.

"Apa, Om?"

Baru saja mendekat, Bianca dan Zefa berteriak keras begitu menyadari kaos atasan bekas pakai olah raga yang penuh keringat nangkring di wajah mereka.

Dengan kekuatan penuh, keduanya melempar jauh kaos itu.

"Bauuu, Om!" protes Bianca dan Zefa.

"Lah, biar kamu ingatlah sama baunya Om. Biar nggak lupa kalau nanti Om pindah dari sini," kata si pemilik kaos.

"Ih, masih wangi sepatuku!" Bibir Bianca maju beberapa senti. Ia menoleh pada Rahil. "Papaaa! Om Catur nakal!"

"Papa dulu malah sering dikasih ketiak," sahut Rahil sambil geleng-geleng kepala dan mengingat kenangannya selama tinggal di asrama. Kejailan mereka membuat sebal tapi membuatnya rindu juga.

Karena tak mendapat pembelaan apapun, ia pun menendang tulang kering tentara tersebut yang langsung mengadu kesakitan tapi sambil terkekeh. Membuatnya ditertawakan teman-teman yang lain.

"Aku ngambek!" sungut Bianca sambil bersedekap.

"Iya!" Zefa juga mengangguk. "Nggilani ki, Om, ah," gerutunya.

"Kalau sama es krim, masih ngambek nggak?" goda tentara yang memberi Zefa kaosnya.

"Kalau cuma satu masih ngambek," kata Bianca masih mengerucutkan bibirnya lucu. "Apalagi yang dua ribuan. Pokoknya ngambek!"

"Mbak Bian..." tegur Rahil.

"Polusi udara, Papa ih. Nanti kalau kebawa mimpi gimana?" Bianca kini mengentak-entakkan kakinya.

Saba memperhatikan bagaimana luwesnya interaksi Bianca dengan para tentara bujang itu padahal dirinya yang anak asrama bukan Bianca. Mungkin karena ia jarang keluar dan berbaur.

"Oke deh, es krim cone," tentara yang dipanggil Catur itu menyetujui dengan wajah pura-pura sedih.

"Bagus!" Bianca memberikan jempolnya.

"Ini Om Catur, Bian. Om Bagus yang itu," tunjukkan pada rekannya yang tengah selonjor tak jauh dari mereka. "Nggak jadi deh beli es krimnya."

"Sini, sini...sama Om Bagus aja Bian. Nanti beli yang cup gede ya?" serunya.

Lovely BiancaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang