🍭 Papi Sahil 👤

9.9K 895 260
                                    

"Mbak, Papa tuh yang ini lho," tunjuk Rahil pada dirinya sendiri setelah melihat putrinya yang terus saja menempel pada Sahil. "Bukan itu."

Rahil sudah menduga hal itu pasti akan terjadi begitu mendengar adik kembarnya datang dari sang istri.

"Kalau tadi Grandpa pulang duluan, kan bisa bilang Papa biar Papa jemput. Ngapain minta jemput Papi siiih?" protes Rahil masih belum berhenti.

"Papa ih, aku kan nggak pernah ketemu Papi. Sama Papa tiap hari," sahut Bianca cemberut.

Sahil sendiri berusaha keras menahan tawa begitupun Mia melihat kecemburuan Rahil. Sementara itu, Ayip yang baru pertama kali bertemu lagi dengan Sahil setelah bertahun-tahun hanya mampu memandang segan kepada kembaran Papa asuhnya itu.

"Bang, Abang ikut Papi aja mau?" tanya Sahil pada Ayip.

"Eeeh?" Ayip yang tak siap langsung melebarkan matanya.

"Kok Abang aja yang diajak liburan?" protes Zefa.

Sahil menggeleng. "Bukan liburan tapi tinggal sama Papi. Sekolah di sana."

"Nanti aku nggak ada temannya!" tolak Bianca dan Zefa serentak.

Ayip diam. Tak tahu harus menanggapi bagaimana. Pasti seru kalau tinggal di asrama TNI tapi berarti jauh dari Mbah Kung dan Utinya.

"Nanti deh, kalau SMA, Abang mau tinggal sama Papi, bilang ke Papa." Rahil menengahi. Ia mengerti kebimbangan Ayip tapi juga tahu bahwa Sahil serius. Bahkan sebetulnya sejak awal Ayahnya meninggal dulu, Adik kembarnya itu sudah ingin mengadopsi Ayip secara resmi tapi keduluan Bianca meminta tinggal bersamanya.

Sebetulnya Sahil pun melalui Rahil ikut menanggung biaya hidup Wahid dan Alifah juga kebutuhan Ayip.

"Papi, ayok, katanya pergi?" tanya Bianca.

"Mbak, Papa nggak diajak?" protes Rahil lagi.

"Nggak!" Bianca menggeleng tegas.

"Ma, Mbak Bian nggak ajak Papa nih? Papa sedih..." Rahil dengan berlebihan merangkul istrinya dan menyembunyikan wajahnya di pundak sang istri.

"Cup, cup, cup..." Mia mengusap lembut kepala suaminya. Ia sudah gatal ingin tertawa. Ia ingat, dulu dirinya yang sering ribut dengan Sahil tapi seiring berjalannya waktu justru suaminya yang sering ribut konyol bersama kembarannya gara-gara berebut Bianca.

"Papiii..." rengek Bianca.

"Tunggu yang nyetir mobil datang dulu," sahut Sahil.

"Papi datang sama ajudan?" tanya Zefa.

"Bukan." Sahil menggeleng.

Tak lama orang yang ditunggu datang. Semua kaget saat melihat kemunculan Shaheer dan Saba.

🍦🍦🍦

Sahil mentraktir makan di restoran cepat saji yang memiliki menu es krim. Yang menyetir dari rumah hingga pesan makanan adalah Shaheer. Katanya hukuman karena sudah usil pada Bianca.

Mereka sendiri menyatukan beberapa meja agar bisa makan bersama.

"Kenapa kamu harus mirip saya?" Sahil melotot pada Shaheer.

"Siap salah, Ndan! Maaf...itu kuasa Allah," jawab Shaheer bingung.

Sahil mengangguk. "Memang! Tapi saya nggak pernah bikin Bianca nangis. Awas usil lagi!"

"Siap salah!" kata Shaheer.

"Papi, Papi beneran besok langsung balik?" tanya Bianca cemberut.

Sahil mengusap kepala Bianca sayang. "Maaf ya, negara memanggil. Kan nanti libur akhir tahun kalian ke rumah Papi." Ia menoleh pada Saba. "Saba mau ikut juga boleh."

Lovely BiancaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang