🍭Ujian 📝

7.5K 766 84
                                    

Sekolah Bianca termasuk yang melaksanakam ujian tengah semester untuk mengevaluasi pembelajarn mereka beberapa bulan terakhir. Dan sejak dulu hingga sekarang, di mana-mana suasana ujian pasti sama. Ada yang tegang, santai, serius, masa bodoh dan bingung hingga aktifitas menyontekpun tak terelakkan.

"Zefa, Zefa..." panggil seseorang.

Zefa menoleh dan melotot galak. Ia paling tidak suka diganggu saat ujian apalagi baru setengah jalan sudah ada yang ingin nyontek. Ia bisa jadi sangat pelit saat ujian bahkan cenderung menulikan diri. Walaupun saat mengerjakan soal tak memiliki masalah berarti tapi saat konsentrasi ia tak ingin ada yang membuatnya buyar karena moodnya bisa berubah jelek. Berbeda saat hari biasa, dengan senang hati ia berbagi ilmu.

Bianca sendiri hanya melirik saja. Ia tahu Adiknya itu tak suka diganggu saat mengerjakan sesuatu kecuali darurat tapi ia belum pernah melihatnya segalak itu. Tentu karena ini pertama kalinya satu kelas dengan Adiknya.

"Kerjakan sendiri!" perintah guru yang menunggui mereka.

Spontan saja semua kembali ke posisi masing-masing. Apalagi guru yang menunggui mereka ujian terkenal tak terduga.

Memiliki Papa yang berprofesi sebagai pendidik membuat Bianca terbiasa tidak menyontek dan kalau sudah tidak bisa, mau tidak mau hanya jawaban seadanya yang dikuasainya saja.

Meskipun begitu, Papanya lebih menghargai kalau jawabannya asli dari otak mereka bukan contekan.

"Guru tak akan memberi materi di luar yang diajarkan. Hanya berbeda kalimat, objek atau angka saja," kata Rahil suatu hari. "Jangan tergesa-gesa. Pahami soalnya dengan baik. Berdoa sebelum mengerjakan."

"Tapi kalau tetap nggak bisa, Pa?" tanya Bianca saat itu.

"Jawabannya cuma satu. Belajar nggak sebelumnya?"

"Kalau sudah belajar tetap nggak bisa?" Bianca ngotot.

Rahil tersenyum. "Saat guru menerangkan di depan, diperhatikan dan didengarkan nggak? Saat disuruh tanya, tanya apa enggak? Sikap meremehkan sejak awal kedatangan guru di kelas itu sudah membuat otak menutup akses penerimaan belajar kita. Hasilnya masuk kuping kanan, keluar kuping kiri. Coba menerima pelajaran dengan ikhlas," tuturnya.

Tapi Papa Bianca itu mengakui ada tipe yang cepat belajar, ada yang lambat. Ada yang harus tenang saat belajar, ada yang harus diajari secara pribadi, ada yang tergantung cara atau gaya guru yang mengajar, ada yang harus mengulang beberapa kali.

🍦🍦🍦

Begitu jam istirahat, semua siswa menunjukkan beragam ekspresi. Ada yang lesu, ada yang biasa saja, ada yang panik dan ada juga yang masa bodoh.

"Zefa ih pelit!" gerutu salah satu teman mereka.

"Iya, jangan mentang-mentang pinter nggak mau contekin," sambung yang lain.

Zefa yang tadinya biasa langsung berbalik dan menatap tajam. "Sudah biasa dibilang pelit. Masa sih minta contekin aku yang masih kecil? Nggak malu? Lagian nyontek juga nggak kira-kira, baru ngerjain berapa soal sudah nyontek. Nyontek tuh minimal nanti. Kerjain dulu sebisanya baru deh nyontek. Belum-belum sudah nyontek, itu namanya nggak mau mikir!" cerocos Zefa sebal lalu ngeloyor pergi.

"Adek!" tegur Bianca.

"Bianca, Zefa kok gitu sih? Jangan karena pinter ngomongnya gitu?" sungut teman yang menegur Zefa tadi.

Bianca mengernyit. "Adek Zefa paling nggak suka diganggu kalau ujian gini. Ganggu konsentrasinya," katanya. "Tapi kamu juga salah. Baru setengah jalan sudah minta dicontekin."

Lovely BiancaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang