28. Khawatir

3.7K 231 113
                                    

< HAPPY READING >

BUDAYAKAN VOTE!

•••

Pulang sekolah Kanaya dengan malas memasuki kamar mandinya, saat ini tubuhnya terlihat tidak segar dengan wajah yang pucat, sangat lah tidak bersemangat.

Lima belas menit akhirnya ia sudah berpakaian dengan santai, lalu duduk di bibir ranjang. Karena tidak enak badan, Kanaya mulai mengecek suhu tubuhnya dengan menempelkan tangannya ke bagian dahi.

"Ck, astaga pusing banget," keluhnya pada saat merasakan suhu badannya yang sangat panas.

Kanaya mulai mencari termometer di bagian laci lemarinya, dengan sorotan mata yang sayu, ia langsung mengambil benda itu lalu membuka tempatnya dan menaruhnya di bibir pucatnya.

Selang beberapa menit, termometer itu berbunyi, dengan lemas ia menatap angka yang berada pada benda itu.

"Tuh kan gue demam.." Ucap Kanaya lemas.

"Naya, ayo turun kita makan bersama," ucap Nadya dari ambang pintu kamar Kanaya, tetapi pada saat melihat wajah pucat Kanaya, Nadya langsung menghampiri putrinya.

"Kamu kenapa?" tanya Nadya yang sangat khawatir pada anak perempuannya itu.

"Pusing Ma.."

"Astagaa," cemas Nadya langsung menempelkan punggung tangannya ke arah dahi Kanaya.

"Ayo kita ke dokter," final Nadya yang di berikan gelengan oleh Kanaya.

"Ga usah Ma," ucap Kanaya menggeleng pelan.

"Loh kenapa?" tanya Nadya dengan dahi mengkerut.

"Naya cuma butuh istirahat aja,"

"Hm, ya udah Mama buatin bubur dulu, setelah itu minum obat. Okey?" tanya Nadya yang langsung di berikan anggukan oleh Kanaya.

Sepeninggalan Nadya, Kanaya membaringkan tubuhnya di ranjang dengan mata yang tertutup, memang benar yang ia katakan tadi, bahwa dirinya hanya perlu beristirahat, tidak ada yang serius, mungkin karena semalam keramas terlalu malam dan bergadang menonton Drakor menyebabkan seperti ini. Biasa masalah remaja jaman sekarang, tidak bisa di hentikan.

Beberapa menit akhirnya Nadya datang membawakan semangkok bubur dengan air putih dan tak lupa dengan obat tabletnya.

"Sini Mama suapin," Nadya  mendudukkan bokongnya pada bibir ranjang Kanaya.

"Nggak usah Ma, Naya makan sendiri aja," kata Kanaya sambil menggelengkan kepalanya lemah.

"Ya sudah, di makan buburnya oke?"

"Oke Ma," setelah mendengar jawaban Kanaya, wanita berkepala empat itu keluar dari kamar anak gadisnya.

Kanaya melirik sekilas mangkok bubur yang di antarkan oleh Nadya tadi dengan tatapan lesu, selera makannya sama sekali tidak mendukung, seakan-akan semua yang ia makan akan berubah rasa menjadi pahit.

Dengan pelan ia mengambil semangkok bubur itu, lalu memasukkan kedalam bibir pucatnya, suapan pertama menurutnya sangat hambar, apakah Mamanya tidak memberikan sedikit garam pada saat membuatnya di dapur? Atau efek karena ia saat ini sedang sakit?

Sungguh Kanaya tidak bisa menghabiskan bubur ini, dengan cepat ia mengambil air putih lalu meminumnya dengan pelan.

Ia terpaksa harus memakan bubur ini walaupun sedikit agar besok hari bisa bersekolah, mengingat ada ulangan harian di jam pertama. Setelah  memakan bubur rasa hambar itu, Kanaya mulai meminum obat, lalu kembali merebahkan tubuhnya di ranjang.

REYHAN & KANAYA (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang