#[+]: After Ending 1

568 49 10
                                    

Mengucap janji suci dalam ikatan pernikahan, aku tak pernah menyangka jika hidupku berhasil mengecap manisnya menjadi pengantin baru, yang bahkan tak sanggup kubayangkan sebelumnya.

Sempat kuragukan diriku sendiri ketika ayah dan ibu terus saja memaksaku untuk menikahi Yoona. Masalahnya adalah, aku bahkan baru menyelesaikan kuliahku dua bulan lalu, belum memiliki pekerjaan tetap yang menghasilkan uang setiap bulannya. Lantas bagaimana aku sanggup hidup berumah tangga dengan seorang anak konglomerat, yang bahkan hartanya saja sempat direbutkan waktu lalu.

Galeriku baik-baik saja, terkadang studio seni itu disewakan untuk acara lain. Bukankah itu gila? Tidak juga sih, tapi tetap saja, menyewakan sebuah studio seni untuk acara pernikahan tak bisa dibilang masuk akal. Dan yang paling membuatku meringis adalah si penyewa yang rupanya adalah aku. Biar kuperjelas. AKU.

Aku melangsungkan resepsi pernikahan di sana sekitaran akhir bulan lalu.

Jelas itu bukan ideku, justru Do Kyungsoo yang menyarankannya. Kenapa? Katanya di dalam studio itu sudah terpajang tahap demi tahap perjalanan hidupku dengan Yoona. Pria itu bilang jika suasananya akan semakin romantis jika kuselenggarakan di sana.

Well, tidak buruk.

Usul yang berhasil membuat Yoona menyetujui dengan penuh semangat. Yah, hitung-hitung menabung karena tak perlu membayar sewa gedung.

Satu bulan berlalu pasca pernikahan kami, aku berhasil mendapat pekerjaan di sekolah menengah, sebagai guru seni. Aku juga bersyukur karena Yoona tak mempermasalahkan hal itu, baik profesi maupun penghasilanku yang jelas tak sebesar bekerja sebagai manager di perusahaannya.

Aku ditawari itu. Sebagai suami sahnya, aku diminta untuk mengambil alih perusahaannya. Tapi menjalankan perusahaan bukan hal sederhana, aku tak berpengalaman mengepalai ratusan pegawai. Untuk itu, aku memilih pekerjaan yang tak begitu menguras waktu dan tenaga, sembari melanjutkan kuliah magister, juga sesekali berkunjung ke kantor untuk belajar satu dan lain hal di sana.

Lagi pula ada Sekretaris Park yang mengambil alih selagi aku mempelajari seluk beluk perusahaan. Dia sudah dipercaya sejak ayah Im masih hidup, begitu pula aku dan Yoona. Kami tidak masalah karena berhasil mencapai kesepakatan dengan sekretaris Park.

Usai satu minggu aku bekerja, hari ini aku tak memiliki jadwal mengajar, jadi lebih memilih menghabiskan waktu di rumah.

Satu dari banyak perubahan yang kudapati, sudah dua bulan ini aku terbangun dengan Yoona di sisiku. Rasanya masih seperti mimpi, mendapati senyumnya kala kembali dari kerja, menghabiskan malam bersama, lalu mendapati wajah tenangnya saat aku terjaga.

Bahkan senyumku selalu mengembang tak kupinta. Rasanya seperti sihir melingkupi setiap sarafku.

Seperti yang kulakukan sekarang, baru saja tanganku bergerak untuk menyingkirkan helaian rambut yang menutup wajah damainya. Yoona sedikit menggeliat sementara matanya mengerjap, terbangun.

"Apa aku mengganggu tidurmu?" sesalku merasa tak enak.

Gadis itu malah mengusak rambutnya di dadaku, menyembunyikan wajah bantalnya di sana, sementara tangannya bergerak menarik tubuhku mendekat.

"Sebentar ya, lima belas menit lagi. Setelah itu aku akan ke air lalu memasak." tuturnya sedikit sengau, suara khas bangun tidur.

Aku terkekeh lalu membawanya ke dalam pelukan. "Tidur lagi saja, lagi pula hari ini aku libur, Noona." kataku sembari mengusap puncak kepalanya.

Sekon setelahnya Yoona mendongak menatapku, matanya yang sulit terbuka sempurna itu malah menyipit, kuberikan ekspresi tak mengerti, lalu dengan lucunya dia berujar, "Sudah menikah saja masih memanggilku 'noona',"

Bibirnya mengerucut membuatku gemas. Aku tertawa setelah berhasil mengecup bibirnya singkat.

"Baiklah, kuulang.." kataku sementara dirinya masih memicing, "...tidur lagi saja, lagi pula hari ini aku libur, sayang."

"Good boy."

Gadis itu kembali menelusup, menyembunyikan wajahnya, kupikir benar-benar akan melanjutkan tidur.

Oke, terjadi kesalahan.

Apa tadi aku menyebutnya gadis? Tidak tidak, mana bisa dia masih seorang gadis? Dia adalah wanitaku, yang tak lagi gadis.

***

Menatap pantulan diriku di cermin membuatku mengingat kembali masa-masa yang lalu. Dulu, tubuhku tidak sekekar ini, aku selalu kalah fisik dari orang-orang yang waktu lalu menyekapku. Jika diingat rasanya cukup memalukan, aku bahkan tak bisa banyak melawan.

Tapi yang sekarang kurasakan justru sedikit melankolis. Aku jadi tak mengenali diriku lagi, seperti bukan aku. Laki-laki di depan sana bukanlah Byun Baekhyun yang kukenal.

Membuatku terkekeh lantas beranjak untuk memakai baju.

Namun baru kusampirkan kaos putih yang hendak kupakai, Yoona masuk ke dalam kamar dan menginterupsiku.

"Makanannya sudah siap. Ayo sarapan!" ajaknya.

Aku mengangguk lalu berjalan mengikutinya, masih dengan kaos yang kusampirkan di bahu, tak minat kupakai. Lagi pula aku dan Yoona hanya berdua di rumah.

"Hei, pakai dulu bajunya." tuturnya terdengar sebal. Kuambil satu tangannya sebelum berhasil mencubit perutku. Yoona lebih banyak menghindari skinship, jadi dengan percaya diri, aku selalu membawa tangannya untuk memegang kotak enam di perutku.

Dan itu selalu membuatnya tersipu.

"Kenapa di saat seperti ini kau selalu terlihat malu-malu?" tanyaku menggodanya, lalu kutambahkan, "Padahal tidak seperti ini jika sudah berpeluh di atas ranjang."

Oke, dia berhasil mencubit perutku, dan itu sangat sakit.

"Pakai baju atau kupanggang roti diperutmu itu." ujarnya galak.

Baiklah aku menurut kali ini.

Sampai di meja makan, aku menarik satu kursi lalu duduk. Menatap lapar makanan di sana. Tapi tak langsung kuserang, aku lebih dulu menyadari keberadaan Yoona yang lebih memilih berdiri di sampingku. "Kenapa?" tanyaku menatapnya.

Yoona dengan wajah yang tepat di hadapan wajahku, tangannya bertumpu pada meja sementara satu tangannya yang lain melingkari belakang leherku.

"Ada apa?" ulangku.

Dia tersenyum. Semakin mendekatkan wajahku padanya, aku bahkan tak sadar sejak kapan tangannya itu berhasil membawa telapak tanganku menyentuh perutnya. Yoona berbisik, "Kau akan menjadi ayah.."

Aku menatapnya terkejut, bola mataku beralih menatap tanganku di perutnya. "A-ayah?" aku tak menyangka, gugup.

Sementara Yoona mengangguk dan tersenyum manis, aku beranjak dari duduk lantas bergerak maju menciumnya. Mengungkapkan rasa syukur dan terima kasih atas kabar gembira darinya.

Tuhan memberi kepercayaan padaku untuk menjadi seorang ayah.

Rasanya menakjubkan.

End.

Crazy Of You ✔ | YoonBaekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang