Rosé menghembuskan napasnya pasrah ketika matanya baru saja mengamati ponselnya untuk melihat apakah Lisa membalas pesannya semalam, namun nihil, Lisa sama sekali tidak membalas pesannya.
Apakah sebegitu tidak pentingnya diri Rosé dalam kehidupan Lisa, sampai untuk membalas pesan saja rasanya sangat tidak mungkin Lisa lakukan.
"Mengapa melamun? Siapa yang kau pikirkan? Kekasihmu? Jika kau memang sedang memikirkannya, kusarankan segera hentikan, tidak ada gunanya karena aku yakin bahwa dia sekalipun tidak pernah memikirkanmu."
Suara June membuat Rosé tersentak sadar. Benar, saat ini Rosé bersama dengan June sudah berada di dalam mobil, keduanya sedang dalam perjalanan menuju ke rumah Jisoo. Rupanya June tau apa yang sedang Rosé pikirkan.
Tidak sulit untuk June menebaknya. Biasanya Rosé ini selalu cerewet pada June dan gadis itu akan diam ketika ada hal yang sedang menjadi beban pikirannya. Dan ini terjadi lagi, buktinya saat ini Rosé diam, pandangannya kosong, dan juga tidak mood untuk berbicara.
June yakin, pasti Lisa adalah penyebab Rosé menjadi diam seperti ini. Ya siapa lagi jika bukan Lisa itu? Bagi June, Rosé ini bodoh, malah sangat bodoh. Sudah tau Lisa tidak pernah mencintainya, namun Rosé masih saja bertahan dalam hubungannya yang tidak jelas. Memang ada apa orang yang mau menjalani hubungan seperti ini? Dan June rasa, Rosé adalah satu-satunya orang itu.
"Bagaimana caranya kau bisa tau bahwa Lisa tidak pernah memikirkanku? Memang kau siapa dia? Kau kenal dengannya? Atau bahkan kau pernah dekat dengannya? Tidak kan June? Jadi aku mohon, berhenti berpikiran buruk tentang Lisa, bagaimanapun juga dia adalah kekasihku, aku mencintainya."
June cukup tersentak mendengar kalimat Rosé, namun ia masih bisa tenang dan melajukan mobilnya dengan hati-hati. Ini pertama kalinya Rosé membentaknya. Segitu besarnya cinta Rosé pada Lisa? Ah, June tidak habis pikir, Rosé benar-benar bodoh karena cinta.
"Baiklah, aku memang tidak mengenal dia dan aku memang tidak pernah mau mengenal dia. Aku juga tidak tau apapun tentang dia. Tapi---- mendengar semua cerita darimu tentang bagaimana buruknya dia dalam memperlakukanmu, sudah cukup membuat aku tau bagaimana Lisa sebenarnya."
Rosé diam, ia sengeja membiarkan June untuk kembali melanjutkan kalimatnya.
"Kau tau sendiri, dia tidak pernah mencintaimu, dia tidak pernah peduli padamu, dia memintamu menjadi kekasihnya karena dia merasa berhutang budi padamu. Dan sekarang coba kau pikirkan Chaeng, bagaimana caranya kita memikirkan sesuatu yang jelas-jelas tidak penting bagi kehidupan kita? Pasti kita hanya akan memikirkan hal-hal yang penting dalam kehidupan kita kan? Jika itu tidak penting, mengapa harus kita pikirkan? Itulah yang kumaksud."
June menghela napasnya sebelum kembali melanjutkan kalimatnya. "Kau bukan sesuatu yang penting dalam kehidupannya, itulah mengapa aku yakin saat mengatakan bahwa Lisa tidak pernah sekalipun memikirkanmu. Lisa tidak pernah mencintaimu, bahkan kau sakit saja dia tidak peduli kan? Jika kau penting baginya, pasti dia peduli padamu."
Tanpa disadari, air mata Rosé sudah turun begitu derasnya. Kalimat June sangat menohok hatinya. Meski begitu, jika dipikir-pikir kalimat June memang sesuai fakta. Selama ini Lisa tidak mencintainya, tidak peduli padanya, dan Rosé bukanlah hal yang penting di dalam kehidupan Lisa. Rosé baru menyadarinya? Tentu tidak, ia sudah menyadarinya sejak lama, tapi entah mengapa mendengar kalimat June, kembali membuatnya sadar sekaligus terluka.
Jennie, gadis itu adalah prioritas Lisa saat ini dan mungkin sampai selamanya.
"Maaf, jika kalimatku melukaimu, tapi percayalah---- aku benar-benar tidak berniat berbicara yang tentang Lisa. Semua yang kukatakan adalah fakta." sambung June.