Dua puluh satu

1.7K 218 32
                                    

Lisa menghela napas kasar. Ditatapnya pantulan dirinya di cermin. Wajahnya basah karena baru saja ia membasuhnya. Lisa menghela napas lagi, lalu keluar dari toilet.

Dengan santai, Lisa melangkah menghampiri meja sahabatnya, kemudian duduk berhadapan dengan dua lelaki yang menyandang status sebagai sahabatnya ini.

"Mengapa? Kau tampak lesu." ujar Hanbin mengamati Lisa.

Bobby menghela napasnya panjang, sebelum pada akhirnya lelaki itu meneguk segelas kopinya. "Apa lagi jika bukan karena Jennie? Dia pasti sedang merindukan Jennie."

"Benarkah?"

Lisa mengangguk pelan. Merindukan Jennie? Tentu saja, ia sangat merindukan Jennie. Ini sudah hari ketiga Jennie meninggalkannya. Ah, Lisa benar-benar merasa hampa, ia ingin Jennie-nya. Meski setiap harinya mereka berdua tidak pernah absen untuk saling menghubungi, tetap saja Lisa merindukan gadisnya itu.

Lisa ingin menggenggam tangannya, mendekap tubuh mungilnya, dan juga mengecup bibir ranum milik Jennie. Ah, setidaknya harus menunggu sampai empat atau lima hari lagi untuk dapat mewujudkan keinginannya itu. Bahkan, Lisa sendiri tidak tau, dapatkah ia bertahan dengan semua ini?

Bagaimana dengan Rosé? Ah, gadis itu baik-baik saja, setelah kemarin mereka sibuk menghadapi konflik yang terjadi, kini Lisa dapat kembali bernapas dengan lega. Benar, alasannya adalah karena Rosé mau memberinya satu kali kesempatan bahkan gadis itu juga tidak masalah jika Lisa tidak mau meninggalkan Jennie, asal Lisa bisa bersikap adil maka semuanya akan baik-baik saja.

Yang harus Lisa lakukan mulai saat ini adalah berusaha bersikap adil antara Jennie dan Rosé. Lisa juga berharap, Jennie tidak mengetahui persoalan ini. Jika Jennie tau dengan persoalan ini, pasti gadis yang dicintainya itu akan marah besar padanya dan besar kemungkinan justru Jennie yang akan meninggalkannya dan Lisa tidak ingin itu terjadi.

"Kau tidak menemui Chaeyoung?" suara Hanbin menyadarkan Lisa dari lamunannya.

Lisa menggeleng pelan.

"Mengapa?" tanya Hanbin lagi.

Lisa menghembuskan napasnya perlahan, kemudian meneguk segelas kopinya. "Tidak apa-apa. Saat ini aku ingin bersama kalian, kemudian malam nanti waktuku untuk menemuinya dan lagipula aku sudah mengatakan hal itu pada Chaeng."

Hanbin menganggukan kepalanya paham, kemudian lelaki itu tidak sengaja menyentuh lengan Bobby yang kemudian membuat sang empunya menoleh. "Apa?"

"Tidak ada apa-apa, aku tidak sengaja."

Lisa memperhatikan Bobby, ia merasa bahwa sedang ada sesuatu yang lelaki itu pikirkan. Padahal, tadi lelaki itu masih sangat antusias dan bersemangat seperti biasanya, namun entah mengapa, tiba-tiba saja lelaki itu menjadi tampak sangat murung.

"Kau baik-baik saja?" tanya Lisa menatap Bobby untuk memastikan.

Hanbin yang mendengar kalimat dari Lisa spontan ikut menoleh dan menatap sahabatnya itu.

"Tentu, memangnya aku kenapa?"

Lisa mengedikkan bahunya sembari menggelengkan kepalanya. "Entahlah, tapi kau tampak murung, padahal sebelumnya tidak."

"Tidak, aku tidak murung, hanya saja ada sesuatu yang sedang kupikirkan."

Ah, Lisa benar, jadi memang ada sesuatu yang Bobby pikirkan.

"Apa?" tanya Hanbin penasaran.

"Kau ingat, semalam June mengatakan apa pada kita?" tanya Bobby pada Hanbin.

Hanbin mengangguk pelan.

"Coba kau katakan pada Lisa."

Kedua alis Lisa terangkat, ia jadi bingung sekaligus penasaran dengan kalimat yang diucapkan Bobby. Sebenarnya ada apa? Dan---- June? Ada apa dengan lelaki itu? Ah, Lisa sebenarnya tidak ingin peduli jika itu memang berhubungan dengan June.

That Should Be MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang