Rosé tidak menyangka bahwa Lisa saat ini benar-benar sedang mendekapnya. Erat. Sangat erat seolah-olah tidak ingin melepasnya. Tentu saja karena hal ini muncul euforia besar dalam diri Rosé.
Rosé tentunya juga merasa sangat tenang saat berada dalam dekapan Lisa, bahkan tangisnya sudah mereda. Rosé melepas dekapan Lisa dari tubuhnya, kemudian memberanikan diri menatap manik mata Lisa. "Makasih." ucap Rosé singkat tapi memiliki begitu banyak arti yang mendalam.
Lisa mengangguk, ia juga tidak segan membalas tatapan Rosé. "Apa yang sebenarnya terjadi padamu? Ceritakan padaku, Chaeng."
Rosé mengusap air matanya, kemudian kembali menatap Lisa. "Aku merindukanmu Lisa, sangat merindukanmu."
"Kalau itu, aku juga tau. Aku bertanya apa alasanmu menangis, Chaeng. Kau tiba-tiba saja menangis, tanpa aku tau apa penyebabmu menangis, bahkan kau juga berulang kali minta maaf padaku. Aku tidak paham dengan semua ini, Chaeng. Tolong, jelaskan padaku."
"Aku hanya ingin minta maaf padamu, karena aku sudah menyita waktumu bersama Jennie. Aku memintamu untuk datang kemari, padahal aku tau, kau pasti sedang sibuk dengan Jennie. Dan juga, maafkan perbuatan June soal dia yang mengusirmu." jelas Rosé dengan suara khas orang habis menangis.
Lisa menghela napasnya panjang. Jadi ini alasan Rosé menangis? Karena Rosé ingin minta maaf dengan dirinya perihal June, bahkan kekasihnya itu juga mengira bahwa dia telah menyita waktu Lisa bersama Jennie. Jujur saja, sebenarnya Rosé memang menyita waktunya bersama Jennie, namun Lisa juga tidak bisa marah karena bagaimanapun juga ia memang harus datang menemui Rosé dan merelakan waktunya yang seharusnya ia habiskan dengan Jennie.
Lagipula, jika Lisa pikir-pikir, Jennie sepertinya juga tidak masalah dengan ini. Karena, sebelumnya Lisa juga sudah meminta izin pada Jennie, bahkan Jennie sudah menyetujuinya. Dan lagi, bukankah yang seharusnya minta maaf adalah Lisa? Tidak menemui Rosé selama seminggu, tidak memberinya kabar, tidak membalas pesan dari Rosé, bahkan Rosé sakit Lisa juga tidak tau jika Hanbin dan Bobby tidak memberitahunya, dan yang terakhir Lisa juga tidak sama sekali merasa bersalah.
"Cuma karena itu?"
Rosé mengangguk kecil. "Iya."
"Kau tenang saja Chaeng, kau tidak perlu minta maaf padaku. Jennie tidak masalah soal ini, dia memakluminya. Dan---- seharusnya aku yang minta maaf padamu. Maaf, aku jarang sekali menemuimu, baru hari ini aku dapat menemuimu. Bahkan, kau sakit dan aku tidak tau. Mengapa kau tidak memberi kabar padaku?"
"Soal apa?" tanya Rosé yang benar-benar tidak paham.
Lisa menghembuskan napasnya panjang, kemudian tangannya beralih mengusap-usap rambut Rosé dengan lembut. "Soal kau sakit. Mengapa tidak memberi kabar padaku?"
Rosé bungkam. Ada satu alasan yang membuat ia tidak memberi kabar pada Lisa. Tentunya alasan itu adalah karena Rosé yakin Lisa tidak akan peduli dengan kondisinya. Rosé tidak ingin terlihat menyedihkan dihadapan Lisa, karena itu ia memilih untuk tidak memberitahu Lisa.
"Memangnya, kau mau dapat kabar dariku? Apa kau yakin jika pesanku nantinya tidak akan mengganggumu? Aku hanya akan merepotkanmu kan?"
Kini giliran Lisa yang bungkam. Pertanyaan Rosé kali ini benar-benar menohok hatinya. Rosé benar, memang dirinya selalu merasa terganggu saat pesan dari Rosé masuk dalam notifikasi ponselnya. Rosé merepotkannya? Tentu saja dan itu selalu setiap saat.
Mendadak Lisa jadi merasa bahwa dirinya sangat kejam dalam memperlakukan Rosé. Benarkah Lisa kejam? Atau hanya sekedar perasaannya saja?
"Kau yakin? Ah, kau sendiri mengapa bisa demam?" tanya Lisa mengalihkan pembicaraannya.