Jennie mendekap erat tubuh Lisa, ia tidak ingin Lisa pergi meninggalkannya. Tidak jauh berbeda dengan yang Jennie lakukan, Lisa juga tidak kalah eratnya mendekap tubuh gadis yang dicintainya itu, bahkan tidak lupa untuk mengecup penuh kasih sayang kening Jennie.
Jennie pikir kemarin adalah hari terakhirnya bertemu dengan Lisa, nyatanya tidak. Tuhan masih memberinya kesempatan untuk hidup sekaligus untuk bahagia bersama seseorang yang dicintainya ini. Jennie amat bersyukur karena operasi yang ia jalani berjalan dengan lancar.
Sama halnya dengan Lisa, Jennie juga sangat ingin bertemu dengan pendonornya yang begitu baik hati yang mau kehilangan satu ginjalnya dan memberikannya untuk Jennie. Siapa orang itu? Dapatkah Jennie bertemu dengannya? Jennie hanya ingin mengucapkan terimakasih secara langsung.
"Lisa."
"Hm?"
"Terimakasih untuk segalanya."
Lisa menyunggingkan senyumnya meski Jennie tidak bisa melihatnya. "Terimakasih untuk segalanya? Memang apa yang sudah kulakukan untukmu? Seharusnya aku yang berterimakasih padamu."
"Karena kau selalu bersamaku, kau tidak pernah meninggalkanku bahkan di saat keadaanku yang sudah sekarat dan tidak berguna ini."
"Jangan pernah berbicara seperti itu, tidak baik sayang. Aku mencintaimu dan aku tidak akan mungkin meninggalkanmu."
Jennie tersenyum samar mendengar kalimat Lisa. "Aku juga mencintaimu, sangat mencintaimu."
"Aku tau." balas Lisa seraya mengecup singkat kening Jennie.
Lisa bersyukur karena operasi yang Jennie lakukan berhasil dan kini Jennie-nya telah kembali dalam dekapannya. Lisa juga berharap bahwa kemarin adalah operasi terakhir yang akan Jennie jalani.
"Lisa."
"Hm?"
"Kau---- apakah kau bertemu dengan pendonorku?"
Lisa menggeleng pelan. "Tidak."
Jennie yang mendengar jawaban Lisa segera melepaskan dirinya dari dekapan Lisa kemudian menatap Lisa dengan penuh harap.
"Mengapa? Padahal jika aku tidak bisa bertemu tidak apa-apa asal kau sudah menemuinya dan mengucapkan terimakasih padanya."
"Aku juga ingin menemuinya, aku juga memiliki niat seperti itu."
"Lalu mengapa tidak kau lakukan?" tanya Jennie.
Lisa menghembuskan napasnya panjang. "Identitas pendonor tidak boleh diketahui bukan? Bukan hanya larangan dari rumah sakit tapi pendonor itu sendiri yang tidak ingin identitasnya diketahui."
"Padahal, aku ingin sekali bertemu dengannya. Hanbin---- apakah dia mengenal pendonor itu?"
"Entahlah, aku sendiri juga tidak tau. Aku pernah bertanya tapi dia tidak menjawab."
Jennie menghembuskan napasnya pasrah kemudian kembali ke dalam dekapan Lisa.
"Tapi kau tenang saja, aku sudah memberikan surat pada Hanbin dan Hanbin akan memberikan surat itu pada pendonormu, jadi kau tidak perlu khawatir lagi."
"Dia pasti orang yang baik bukan? Dia rela kehilangan satu ginjalnya dan memberikannya untukku. Dia merelakannya untukku, dia berkorban untukku, dan dia menyelamatkanku. Aku yakin dia pasti orang yang sangat baik, aku benar-benar berterimakasih dengannya."
Lisa tersenyum mendengar kalimat Jennie karena Lisa sendiri juga sangat menyetujui apa yang dikatakan Jennie. Siapapun orang itu, Lisa juga sangat berterimakasih karena berkat dia Jennie-nya selamat, dia telah menyelamatkan nyawa gadis yang Lisa cintai.