Rosé sadar dari istirahatnya, ia juga melihat June dan Donghyuk yang sedang asik bermain game lewat ponselnya. Jisoo? Ah benar, Rosé tidak melihat sahabatnya yang cantik itu. Di mana Jisoo saat ini?
"June."
June yang mendengar namanya dipanggil segera menghetikkan aktivitasnya dan menghampiri Rosé, begitu juga dengan Donghyuk, lelaki itu mengikuti June untuk menghampiri Rosé.
"Ada apa Chaeng? Kau sudah bangun, maaf aku tidak menyadarinya." ujar June.
"Kau perlu sesuatu? Katakan padaku, biar aku membawakannya untukmu." tutur Donghyuk ikut bersuara.
Rosé menggeleng, kemudian menyunggingkan senyumnya, membuat June yang melihat hal tersebut tentu saja jadi berdebar tidak karuan. June tidak pandai berbohong, Rosé ini benar-benar cantik, bahkan dalam keadaan wajahnya yang pucat seperti ini masih saja Rosé terlihat tetap cantik.
Rosé menghembuskan napasnya panjang. "Jisoo mana?"
"Dia sedang keluar membeli makanan untuk kita semua." jawab Donghyuk.
"Mengapa salah satu dari kalian tidak ada yang ikut dengannya? Kasihan dia sendiri."
June tidak menjawab dan justru memperlihatkan cengiran diwajahnya.
"Kita berdua sudah menawari dia, tapi dia menolak. Katanya, lebih baik jika kita berdua menjagamu." jelas Donghyuk.
"Tapi tetap saja, seharusnya salah satu dari kalian ikut dia."
"Sudah ya, jangan rewel, Jisoo begitu karena dia ingin kau tetap aman. Sekarang kau ingin apa? Mau aku siapkan buah untukmu?" tanya Donghyuk.
Rosé mengangguk, kemudian Donghyuk berlalu begitu saja dan segera menyiapkan buah untuk Rosé. Sedangkan June, lelaki itu masih diam dan betah menatap Rosé.
"Kau kenapa sih? Sebegitunya menatapku? Aku pasti buruk ya?" tanya Rosé yang merasa sedikit risih dengan tatapan June ke arahnya.
Dengan cepat June segera menggleng. "Kau tidak jelek, Chaeng. Dan kurasa Donghyuk benar, kau ini tidak bisa membaca raut wajah seseorang ya? Jelas-jelas raut wajahku ini tidak memandangmu yang buruk."
"Tapi kau memandangku seperti----"
June geram, gadis yang dicintainya ini benar-benar keras kepala. "Aku hanya heran saja, bagaimana caranya kau tetap cantik bahkan di saat wajahmu yang pucat seperti ini."
"Bodoh. Dasar tukang gombal."
"Tidak Chaeng, aku sedang tidak menggombal. Aku berkata dengan sungguh-sungguh."
"Hentikan. Sudah, lebih baik kau lanjutkan saja game-mu."
June tersenyum samar, ia tau bahwa gadis itu tersipu malu, namun June menurut dan kembali pada tempat semula untuk melanjutkan gamenya yang tertunda. Sedangkan Rosé, gadis itu beralih pada ponselnya. Rosé merindukan Lisa, apa yang harus ia lakukan?
Jujur saja, sebenarnya Rosé ragu untuk mengirim pesan pada Lisa. Ada beberapa alasan yang membuatnya ragu. Pertama, Rosé takut jika nantinya ia mengganggu Lisa. Kedua, entah mengapa Rosé berpikir jika nantinya Jennie yang akan membalas pesannya. Dan terakhir, karena Rosé yakin bahwa Lisa tidak akan pernah berniat sama sekali untuk membalas pesan darinya. Miris, pesannya dibalas Lisa? Ah, sangat mustahil, dibaca saja mungkin tidak akan Lisa lakukan.
Tapi---- keinginan itu juga sangat besar. Jadi, apa yang harus Rosé lakukan? Ah, Rosé sudah tidak bisa menahannya lagi, ini sudah lebih dari waktunya ia tidak bertemu dengan Lisa, dan Rosé sudah tidak sanggup untuk menahannya lebih lama lagi. Ya, jemari Rosé mulai mengetikkan pesan untuk Lisa, disertai dengan harapan semoga saja Lisa mau membalasnya.