Dua puluh sembilan

1.4K 219 49
                                    

Jisoo menghembuskan napasnya kasar, kemudian melirik seseorang dengan pandangan malasnya.

"Aku hanya memintamu yang datang, tidak dengan dia."

"Apa masalahnya? Sudah baik aku mau datang, berhenti menjadi cerewet bisa kan?"

Jisoo kembali menghembuskan napasnya dengan kasar, kemudian menatap lawan bicaranya dengan tajam. "Dengarkan aku, jalang, dia tidak ada urusan denganku. Jadi tolong suruh dia meninggalkan kita berdua, aku janji hanya sebentar, bisa kan?"

"Dia hanya menemaniku, apa salahnya?"

"Tidak apa-apa, J, aku bisa meninggalkan kalian berdua. Hanya sebentar kan?" tanya gadis bernama Irene ini.

Jisoo tersenyum menanggapi pertanyaan Irene, kemudian beralih menatap gadis yang selalu ia sebut iblis itu. "Dengar? Dia saja mau, mengapa kau yang membuatnya jadi susah?" tanya Jisoo kesal. "Dia kekasihmu? Bagaimana dengan Lisa?" sambung Jisoo.

"Jaga mulutmu!"

"Wow, mengapa reaksimu seperti itu, cobalah lebih tenang." ucap Jisoo dengan senyum miringnya.

Jennie menarik napasnya dalam, kemudian menoleh ke arah Irene yang tengah mengusap-usap pelan bahunya, guna untuk meredamkan amarahnya tersebut.

"Dia sahabatku." Kata Jennie.

"Ya, aku sahabat Jennie. Dan---- baiklah, aku akan meninggalkan kalian berdua."

Detik itu juga Irene melenggang pergi meninggalkan Jennie berdua bersama dengan Jisoo.

"Apa lagi yang kau harapkan dariku? Apa pertemuan kita kemarin masih belum cukup untukmu?" tanya Jennie menatap Jisoo sengit.

Jisoo mengangguk cepat. "Ya, memang belum cukup untukku."

"Lalu kau ingin apa lagi?"

"Seperti yang pernah kukatakan sebelumnya, kau dengan Lisa bebas berhubungan tapi kumohon tolong jangan pernah berbicara yang buruk tentang sahabatku."

"Kau bodoh ya? Aku tidak pernah berbicara buruk tentang sahabatmu yang cacat itu, tapi memang semua yang aku katakan adalah fakta bukan?"

Jisoo berusaha mengendalikan emosinya, ia tidak boleh terpancing dengan kalimat Jennie.

"Lagipula, mengapa kau yang peduli? Bahkan sahabatmu yang cacat itu tidak masalah dengan kalimatku."

"Tentu saja dia tidak masalah, karena Lisa mencintaimu dan dia tidak ingin melukai Lisa."

Jennie tersenyum miris. "Kau---- sepertinya kau mencintai sahabatmu itu ya?" tebak Jennie.

Jisoo yang mendengar kalimat Jennie terkejut, tentu saja ia terkejut, bagaimana bisa Jennie tau bahwa Jisoo mencintai Rosé? Apa yang dikatakan June benar? Bahwa Jisoo ini terlihat sekali mencintai Rosé, jadi meski Jisoo tidak mengatakannya orang akan tau jika dia mencintai sahabatnya itu.

"Ah, miris sekali, cintamu bertepuk sebelah tangan. Apa aku perlu membantumu? Aku akan membantumu agar gadis cacat itu tau kalau kau mencintainya."

"Sepertinya kau ini tidak pandai menebak ya? Siapa yang bilang aku mencintai Chaeng?"

"Aku sendiri. Tidak perlu mengelak bodoh, terlihat sekali kau mencintainya."

Jisoo tersenyum miring, kemudian meneguk segelas kopinya. "Untuk apa aku mencintai Chaeng jika aku sudah mempunyai Bobby?"

Ah, Jisoo terpaksa, sangat terpaksa. Semoga saja Bobby tidak akan keberatan jika mengetahui tentang hal ini.

Jennie menatap Jisoo dengan tatapan tidak percaya. Jisoo dengan Bobby? Sejak kapan? Apakah Lisa mengetahui tentang hubungan mereka berdua?

That Should Be MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang