Empat puluh delapan

1.4K 189 41
                                    

warning: wajib kasih vote dulu sebelum membaca karena ini adalah part yang panjang.

Langkah Lisa berderap pada koridor rumah sakit, beberapa kali ia menyunggingkan senyumnya, pertanda bahwa saat ini moodnya sedang dalam keadaan yang baik.

Rumah sakit---- biasanya tujuan Lisa ke rumah sakit adalah untuk menemui Jennie. Tapi, sudah lewat beberapa bulan ini tujuannya ke rumah sakit bukan lagi untuk menemui Jennie, melainkan untuk menemui kekasihnya itu. Tujuan Lisa sudah lama berubah sejak Jennie pergi meninggalkan hidupnya untuk selamanya.

Lisa kembali menyunggingkan senyum ketika kenangan bersama Jennie kembali hadir secara tiba-tiba dalam benaknya. Lisa merindukan Jennie-nya, sungguh. Yah, tapi mau bagaimana lagi? Lisa hanya dapat memendam rasa rindu ini, bukan? Tidak ada hal yang dapat Lisa lakukan selain berkunjung ke makam Jennie dan mengatakan berulang kali pada Jennie bahwa Lisa masih tetap dan akan selalu mencintainya.

Di tengah perjalanan, Lisa berhenti. 

Mata Lisa menatap sebuket bunga mawar merah yang berada di genggamannya. Setelah ini Lisa akan memberikannya pada Rosé. Bunga mawar yang tampak sangat cantik ini sangat cocok untuk Rosé. Lalu, mengapa dengan bodohnya Lisa justru lebih sering memberikannya pada Jennie? Bodoh, sangat bodoh.

Lisa menghembuskan napasnya pelan, lalu kembali melanjutkan langkahnya untuk segera tiba di kamar rawat Rosé. 

Begitu Lisa sampai di depan kamar rawat Rosé, Lisa berhenti sejenak, kemudian menarik napasnya dalam dan menghembuskan secara perlahan. Entah mengapa Lisa mendadak jadi gugup seperti ini, padahal biasanya Lisa tidak pernah merasa seperti ini dengan Rosé. 

Ah, cuma bertemu Rosé, mengapa Lisa harus merasa gugup seperti ini? 

Lisa kembali menghembuskan napasnya pelan, sebelum pada akhirnya ia benar-benar masuk ke dalam kamar rawat Rosé. Lisa sontak tersenyum ketika melihat Rosé yang tengah menatapnya dengan senyum khas milik gadis itu.

"Hai." sapa Lisa masih berdiri di tempat semula.

Rosé tidak membalas, ia justru terkekeh pelan melihat tingkah Lisa yang baginya sangat konyol.

Lisa yang sadar akan kebodohan dirinya itu segera melangkahkan kakinya untuk mendekat ke arah Rosé. "Untuk mu." 

Rosé tersenyum sumringah menerima sebuket bunga mawar merah pemberian dari Lisa. 

"Terima kasih."

Lisa mengangguk pelan, kemudian mengambil posisi duduk di bangku sebelah brankar Rosé.

"Bagaimana keadaanmu hari ini?"

"Aku baik."

"Syukurlah jika kau memang baik." 

"Kau---- tidak sibuk?"

Lisa menggeleng. "Memangnya kenapa?"

"Tidak apa-apa, hanya bertanya."

"Kau sejak tadi sendiri? Di mana ketiga sahabatmu?"

"Tadi aku bersama Jisoo dan Bobby, lalu karena mereka berdua tau kau akan segera datang, maka mereka berdua memilih untuk pulang. Sedangkan June dan Donghyuk, mungkin seperti biasanya mereka akan datang malam nanti." jelas Rosé.

"Baiklah, kalau begitu siang sampai sore nanti adalah waktumu untuk bersamaku." 

Rosé terkekeh pelan mendengar kalimat Lisa. "Memangnya kau mau membawaku ke mana?"

"Aku ingin membawamu jalan-jalan, Chaeng. Tapi---- pihak rumah sakit tidak memberi izin bukan?"

Tawa Rosé sontak terhenti. Rosé merasa bahwa hidupnya ini sangat tidak berguna, penyakit yang ada di dalam tubuhnya ini benar-benar mengganggu aktivitasnya dan hal itu berhasil membuat Rosé setiap malamnya menjadi sedih bukan main.

That Should Be MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang