Bloom

623 91 15
                                    

Miya memakan nasinya yang sudah disediakan oleh Bi Sari. Dengan lauk ayam goreng biasa.

Gadis itu makan dengan tenang sambil menonton televisi.

"Neng!" panggil Bi Sari yang datang dari dapur membuat Miya menoleh.

"Naon Bi?" tanyanya pada wanita paruh baya itu.

"Bibi mau pergi beli sayur dulu, Eneng di rumah sendirian gapapa kan?" tanya Bi Sari sudah membawa tas belanjaan nya.

Miya mengangguk pelan, "beli jajan ya Bi" pesannya.

Bi Sari mengangguk, lalu keluar rumah.

Miya menghela pelan.

Sendiri lagi.

Pada dasarnya gadis itu tak terlalu peduli dengan keadaan keluarga nya yang tidak baik-baik saja. Namun..... tetap saja rasanya dia kesepian.

Munafik pada dasarnya. Selalu setiap saat Miya mengatakan kalau dia tak pernah masalah dengan keluarga ini agar kedua orang tuanya tak perlu repot mengurus nya, mengatakan bahwa dia tak pernah kesepian, mengatakan bahwa dia senang kedua orang tua nya bahagia.

Nyatanya tak sesimpel itu.

Miya tetap butuh kasih sayang. Meski dia tidak mengatakan nya harus nya keluarga nya mengerti.

Percuma gadis itu selalu mendapat rata-rata nilai tertinggi setiap ujian, namun yang datang adalah Bi Sari. Percuma jika dia dapat penghasilan sendiri, dia tak bisa mengajak keluarga nya untuk makan diluar bersama-sama.

Miya memang tak pernah dipukul. Namun hati nya sering kali terluka.

Miya.... itu adalah gadis munafik.

'Tit-tit!!'

Miya yang melamun langsung kaget karena ada suara klakson motor di depan rumahnya.

Gadis itu bangkit dari kursi, berjalan menuju pintu utama. Membuka pintu utama dan melihat seorang pemuda masih dengan seragam sekolah duduk diatas motor nya. Masih bisa Miya lihat pemuda itu tersenyum meski dia memakai helm fullface.

Gadis itu berjalan cepat membuka pagar rumah, membiarkan Vero masuk kedalam rumahnya.

Cowok itu membuka helm nya lalu berjalan pada Miya, mengusap kepalanya penuh sayang.

Miya merunduk. Bagaimana mungkin Vero sama sekali kelihatan tidak marah setelah Miya mengabaikan pesan dan panggilan nya?.

"Gimana main game nya tadi malam?" tanya cowok itu lembut, "sampai pucat begini karena ga tidur...." sambung nya khawatir mengelus pipi Miya.

"Aku ga marah, jadi kamu ga usah takut" ucap Vero tersenyum ringan mencubit pelan pipi Miya, "aku cuma ga suka kamu sampai lupa waktu begini. Kalo kamu sakit, aku ga tenang".

Hng?

Bahkan kalimat tersebut tak pernah di katakan oleh kedua orang tuanya. Tak pernah sekali pun.

Kini, pemuda tinggi itu mengatakan kalimat itu padanya dengan nada penuh khawatir.

Miya menyianyiakan orang seperti ini.

Gadis itu bisa merasakan pelupuk matanya mulai basah.

"Hm? Eh kamu kok nangis?" tanya cowok itu panik.

"Ma-makasih" gadis itu terisak keras di bahu pemida itu menumpahkan semua perasaan campur aduknya.

Harusnya Miya sadar dan tahu diri untuk tak membuang pemuda yang selalu mencintai dirinya dengan tulus.

****

Vero mengusap lembut kepala Miya yang ada di pahanya. "Pening kan? Makanya kalau main juga harus liat waktu" omel cowok itu pada Miya yang sudah menutup matanya.

Gadis itu tampak meragu sesaat, namun dia menghela. Memutuskan untuk mengatakannya.

"Ada yang bilang suka sama aku" ucap Miya membuat Vero memberhentikan elusannya sesaat namun kembali melanjutkan nya.

Melihat pemuda itu tetap diam dan tampak tenang membuat Miya kembali melanjutkan ucapannya.

"Dia udah lama jadi teman aku...."

Vero tampak tak nyaman sesaat, "Werewolf?" tanyanya.

Miya menegak, "Kamu tau darimana?" tanyanya.

Vero tersenyum mengelus rambut gadis itu, "Dia Adit, ketua ekskul Radio kamu" ucap Vero membuat Miya melongo tak percaya.

Pemuda itu tersenyum sesaat, "Aku... liat dia chat an sama kamu, jadi aku tau" ucapnya.

Miya menggigit bibirnya, "Kamu marah?" tanyanya.

Vero tersenyum, menggeleng. "Kenapa harus marah? Toh kamu udah bilang sendiri" ucapnya.

Pemuda itu kembali mengelus kepala Miya, "Aku.. aku senang kalo kamu jujur" ucapnya tulus. "Aku ngerasa di hargai," lanjutnya.

"Maaf" ucap Miya tak enak.

Vero tersenyum, "Iyaaa, aku ga marah kok. Toh, Miya nya kan udah suka sama cowok ganteng ini." Lanjutnya menenangkan Miya.

Miya tersenyum tipis kini langsung duduk dan memeluk pemuda itu.

Nyata pemuda ini memang selalu menjadi orang yang bisa membuat Miya merasa bersemangat setiap saatnya.

Hatinya terasa selalu berbunga melihat senyuman itu, rasanya hidup nya yang biasa saja menjadi penuh warna ketika ada pemuda itu. Memberikan warna yang dulunya tak ada.

Membuat Miya merasakan dunia yang lebih dan lebih. Membuat Miya jatuh hati lagi dan lagi padanya. Membuat Miya mengerti cara merendam ego nya demi hubungan mereka. Membuat Miya belajar untuk menjadi dewasa. Membuat Miya berwarna setiap saat nya.

Miya jatuh cinta lagi dan lagi pada pemuda ini.


GAMERS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang