Labrak

751 86 4
                                    

Simon baru saja sampai didepan rumah temannya yang juga seorang TNI.

Simon langsung meng-klakson mobilnya berkali kali agar sang pemilik rumah membukakan pintunya. Pintu rumah terbuka.

Tampak disana seorang pria setengah baya yang hanya memakai kaos dan celana pendek. Wajahnya masih nampak baru bangun tidur. Pria itu berjalan menuju gerbang rumahnya.

"Lo ngapa sih! Udah dibilang jam sepuluh aja kalo mau main!" ucapnya membuka kan pintu gerbang.

"Rumah sepi, kaya hati gue." jawab Simon dari dalam mobil.

Dia memasukkan mobilnya kedalam halaman rumah sang sahabat.

"Cari istri gih." ucap pria itu.

"Kaga ah, anak gue baik-baik aja kok tanpa ibu." ucap Simon keluar dari mobil.

"Ck, kalo gitu ga usah ganggu hidup gue" ucap pria itu sinis berjalan masuk kedalam rumahnya dan diikuti oleh Simon.

"Lah? Kan lo bawahan gua." ucap Simon angkuh.

"Cot anjirr."

Simon duduk diruang tamu. Dan seenak jidatnya, dia membaringkan tubuhnya di sofa panjang itu. "Mane bini lu?" tanya Simon.

"Istri gue? Kerja" jawab pria itu.

"Anak lo?"

"Sekolahlah"

"Kucing lo mana?"

"Nanya mulu lo kaya wartawan." ucap pria itu kesal.

"Bawain minuman gih, ingat gue atasan lo." ucap Simon.

Pria yang bernama lengkap Dheo Giovanni itu mendengus kesal namun tetap melakukan perintah sang atasan.

Ya karena dia perwira menengah dan Simon adalah perwira tinggi.

Dheo kembali dengan membawa dua gelas cangkir teh. Dia meletakkan salah satu teh didepan sang atasan dan satu lagi di depannya.

"Oh iya, nama anak lo siapa?" tanya Simon tiba-tiba.

"Aditya Giovanni."

🎮

Miya duduk di bawah pohon pinus rindang yang terletak dibelakang gedung kelas duabelas. Karena ini hari jumat, dan dia tidak punya ekskul jadi Miya tidak punya kerjaan. Di lapangan futsal ada anak futsal yang lagi main, ada juga anak basket yang cowok lagi latihan, mungkin yang cewek pakai lapangan yang didepan.

Gadis itu menghela nafasnya jenuh. Rasa bosan menyerang.

"BOBIHH! GUE PAMIT!" teriak gadis itu pada Boby yang sedang bermain bola.

Boby yang sedang bermain hanya menoleh sekilas lalu mengangkat jempolnya.

Miya melangkah malas.

Mau ke ruangan OSIS tapi Noval lagi rapat. Mau ketempat band tapi nanti dia digodain. Mau godain balik ntar kepalanya dijitak sama Brian.

Kan kasihan.

"Ahh kelas Gilang ajalah." gumamnya kecil melangkah menuju gedung kelas 11.

"Miya~~"

Miya menoleh pada kumpulan anak basket yang lagi istirahat dipinggir lapangan. Dia mengernyit heran karena tak ada satu pun anak basket cewek Yang dekat dengannya ataupun dia kenal.

"Temen Boby kan?" ucap salah satu dari mereka.

Miya mengangguk pelan. "Kenapa?" tanyanya bingung. Bukankah sudah jelas sekali dia dekat dengan Boby?

"Terus lo temenan ama Noval kan?" tanya yang lain.

Miya mengangguk saja. Lagi pula mereka memang dekat seperti keluarga.

"Ama Brian juga kan?" ucap yang lain lagi.

"Iya, kenapa?"

"Ck. Murahan bener lo!" ucap salah satu dari mereka dengan sinis.

Miya menghela napasnya malas.

Dasar manusia yang tak tau apa apa, emang dia tau kenapa Miya begitu dekat dengan mereka?!

"Gaje, najis." ucap gadis itu santai.

Mereka menggeram marah. Menatap penuh kebencian pada Miya yang tampak tenang.

"Masalahnya yang lo deketin itu pacar kami!!" sahut gadis dengan rambut yang dikuncir tinggi itu.

"Inilah bunda, jika anak waktu kecil diberikan air selokan bukan ASI." ucap Miya berbisik, namun kemudian menatap lurus ketiga orang itu dan tersenyum. "Pacar siapa lu?" tanyanya.

"Noval!" ucap gadis tadi tak tahu malu.

"Ahhh Noval...." Miya tersenyum menyebalkan.

"Kalo gitu lo bukan pacar Noval dung, karena Noval ga ngenalin lo ke gue yang berarti lo ga penting. Ngaku-ngaku aja."

"BANGSAT!" maki gadis tadi merasa terpancing. Dia segera menampar pipi Miya.

Miya menatap sinis gadis itu. Lalu menoleh sekitar sekilas, mereka menjadi pusat perhatian dengan mudahnya.

"Wahhh, hebat banget ya main tangan." Miya tersenyum tenang membuat ketiga gadis itu semakin emosi. "Iri ya? Sirik? Ga bisa hidup enak kaya gue?" ucapnya mendalam.

Gadis itu tersulut emosi.

Memang tak banyak yang menyindirnya, jadi gadis itu biarkan saja. Toh, kalo orang itu sudah tidak suka, apapun yang dilakuin Miya tetap salah dimatanya.

"Apa ini? Bubar!" suara teriakan itu menggelegar.

Miya menoleh pada Noval yang sudah berdiri disana dengan kacamata bacanya.

"Ehh ada Nopalll!!" Miya berseru semangat lalu menghampiri Noval dengan langkah ringan seakan tak ada yang terjadi.

Ketiga gadis itu sudah panas dingin, takut Miya melapor pada sang ketua OSIS itu.

"Ngapain lo ama mereka?" tanya Noval pada Miya yang sudah mengapit lengan Noval.

Miya tersenyum lebar, tak peduli dengan tatapan ketiga gadis itu.

"Kaga ada hehehe, temenin ke kelas Gilang yukk!" ajaknya semangat langsung menarik tangan Noval menuju gedung kelas 11.

Miya tidak peduli dengan kejadian tadi. Miya secara tak langsung melindungi mereka dari amukan ketua OSIS itu.

Ketiga gadis itu sama sama tertohok. Mereka menatap punggung kecil itu. Bagaimana mungkin gadis itu bisa melindungi mereka?

Mereka sudah berteriak pada Miya bahkan sampai menampar gadis itu meski tak kuat. Tapi tetap saja kan, pasti Miya terluka atau tersinggung karena mereka, namun Miya malah tenang-tenang saja.

Dia tersenyum ceria dan lebar seperti biasanya seperti tidak ada yang terjadi.

Dia tampak tak tersinggung sedikit pun, padahal jika Miya beri tahu masalah ini pada Noval atau yang lain mungkin mereka bakalan dilabrak habis habisan.

Tapi, Miya malah melindungi mereka.

"Beneran bocah tuh anak" ucap Selyn pada Ketiga temannya.

Memang bocah sangat identik dengan Miya. Polos, baik, penurut, namun bisa menjadi sosok yang paling dewasa juga.

"Gue ga nyangka deh" ucap Wita. "Padahal gue udah nampar dia."

"Hmmm, kita salah deh kayanya" ucap Caca. Teman temannya mengangguk setuju.

Mereka justru merasa bersalah pada Miya. Mereka semena mena memakinya ditengah lapangan, bahkan sampai main pukul dan gadis itu malah melindungi mereka.

Mungkin setelah ini mereka harus minta maaf.

GAMERS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang