Big Bos

823 99 10
                                    

Miya memasang helm yang dia terima dari Vero. Setelah itu miya langsung naik ke motor Vero dengan semangat.

"Ntar kasih tau jalannya ya," ucap Vero.

"Aman."

"Ayo!" ucapnya semangat menepuk pundak Vero. Vero mengangguk lalu melaju kan motornya perlahan.

Motor Vero melaju dengan kecepatan sedang. Perlahan dan hati-hati. Miya merasa nyaman begitu saja. Vero membawa motor bukan seperti Brian atau Boby yang memang cari mati, bukan seperti Noval yang benar-benar pelan. Vero itu pengendara yang baik. Miya suka.

"Ntar Indomaret berhenti ya!" teriak gadis itu. Vero mengangguk.

Jalan tak macet, udara tak terlalu panas. Suasana yang cukup baik bukan? Vero merasa keberuntungan sedang menimpa dia.

Jantung Vero berdetak lebih cepat dari biasanya. Ini pertama kali dia se gugup ini. Apalagi ketika tangan halus itu menyentuh pundak Vero, meletakkan tangannya disitu.

Motor Vero berhenti di parkiran indomaret. Miya turun langsung dan memberikan helmnya pada Vero.

Dengan semangat gadis itu berlari kecil menuju pintu Indomaret.

Vero terkekeh lalu melepaskan helmnya dan menggantungkan nya di spion motornya. Begitu juga dengan helm Miya.

Miya masuk kedalam. Lalu tersenyum menyapa sang kasir yang sudah hapal dengan dia.

Bagaimana tidak hapal? Toh setiap pulang sekolah tempat nongkrong Miya itu Indomaret.

"Mana Brian dek?" tanya mas kasir atau kerap dipanggil Rio, cowok manis berkulit coklat dengan wajah yang menggemaskan.

"Hari ini ga bareng Brian." ucap Miya sambil berkeliling mencari snack. "Hari ini sama dia," sambungnya sambil menunjuk Vero yang baru masuk ke Indomaret.

"Siapa kamu dia? Cowok kamu?" tanya Rio.

"Bukanlah, teman." ucap Miya.

Vero tersenyum canggung pada Rio dan dibalas senyuman canggung juga dari Rio. Tak lama kemudiaan, Miya datang dengan dua ciki besar dan sebungkus wafer.

Miya meletakkan itu semua dimeja kasir. Rio menghitung dan mulai memasukan belanjaan miya ke plastik.

"Berapa mas?" tanya Miya.

"38 ribu."

"Ini." ucap Vero memberikan selembar uang berwarna biru.

"Eh makasihhhh" ucap Miya kesenangan dan keluar dari Indomaret setelah pamit dengan mas Rio.

"Semua cowok yang dekat sama dia orang kaya semua." ucap Rio sambil terkekeh memberikan kembalian pada Vero.

Vero hanya tersenyum tipis lalu keluar. Tanpa mengucapkan apa-apa dia keluar dengan angkuh.

"Dingin beut dah." ucap Rio sambil memeluk tubuhnya.

Vero menghampiri Miya yang sudah duduk di motornya. Vero naik ke motornya dan langsung memakai helm.

Tak ada percakapan sampai depan rumah Miya.

Miya menoleh kaget saat samar samar melihat ada sepatu boot
Terletak di teras rumahnya. Miya langsung memberikan helmnya pada Vero dan langsung berlari dengan cepat tanpa mengucapkan apa-apa pada Vero yang masih duduk di motornya. Vero yang melihat Miya tiba tiba berlari pun ikut turun mengejar.

Miya membuka pintu rumahnya.

Dan betapa terkejutnya saat itu juga. Dia menjatuhkan belanjaannya dan menatap sosok didepannya.

Seorang pria setengah baya tersenyum padanya. Pria tegap dengan aura pemimpin yang terlihat begitu berkharisma.

Gadis itu membeku sesaat, merasakan euphoria yang luar biasa. Dia menangis.

"BAPAK!" ucapnya meneteskan air mata nya dan melompat pada sang ayah.

Ayahnya langsung menggendong permata satu-satunya itu.

Mereka berpelukan dengan erat, seakan-akan tak ingin dipisahkan.

Miya semakin erat memeluk ayahnya, dia mencengkeram kuat kaos yang dipakai sang ayah. Miya mulai terisak bahagia.

"HUWAAAAAAA" tangis anak itu bahagia. Airmata nya sudah membasahi pundak sang ayah.

Vero melihat itu semua. Jadi pria yang Vero lihat di sorotan Instastory Miya itu ayahnya.

Lama sekali Miya menangis.

Mungkin ada tigaypuluh menit lebih, hingga gadis itu terlelap dipelukan sang ayah.

"Kamu, ayo masuk!" perintah ayah Miya.

Aura pemimpin terasa jelas bagi Vero. Vero mengangguk gugup lalu masuk setelah melepaskan sepatunya.

Ayahnya menggendong sang anak menuju kamar Miya. Vero membuntuti dari belakang.

Hingga mereka masuk ke kamar Miya. Kamar bercat biru muda di setiap dinding. Sebuah kasur besar didekat jendela, meja belajar kecil yang terletak beberapa meter dari kasur, kamar mandi yang ada dipojok ruangan. Dan meja yang ada laptop Miya. Dimeja itu ada juga kabel, cas, earphone. Ada juga dipojok ruangan yang ditempel striker bertuliskan "Miya gaming" dan ada meja kosong dan kursi disitu dan di depannya ada sebuah kamera. Pasti itu tempat untuk miya buat video game nya. Lalu ada meja lain yang sepertinya untuk gadis itu untuk mengedit videonya.

Ayahnya meletakkan Miya perlahan di kasur yang ber seprei Naruto itu. Lalu menyalakan AC dan keluar bersama Vero.

Ayahnya berjalan ke ruang tamu.

Vero hanya membuntuti sambil memperhatikan sekitar. Isi rumah Miya ini sama seperti rumah pada umumnya. Hanya saja Vero lebih memperhatikan foto keluarga mereka. Tak banyak foto keluarga mereka lengkap.

Ayah Miya duduk di kursinya.

"Duduk nak," ucap ayah Miya ramah.

Vero mengangguk canggung lalu duduk di kursi yang berada dalam disamping ayah Miya.

"Siapa namanya?" tanya ayah Miya.

"Vero om, Vero Kelviando." jawab Vero.

"Pacar Miya?"

"Bukan om! Temen doang hehehe," ucap Vero tertawa canggung. Ayah Miya tersenyum. Memperhatikan Vero dengan seksama.

"Panggil nya bapak saja, kamu suka sama Putri saya?" tanya ayah Miya langsung.

Buset.

"Hah? Eh, iya pak.."

Ayah Miya mengangguk angguk. Ternyata Vero ini cukup berani juga.

"Sudah ketemu Noval dan yang lain?"

"Sudah pak "

"Apa kata mereka?"

"Soal apa pak?"

"Soal kamu suka sama Putri saya."

"Belum sejauh itu pak, saya baru mulai melangkah." jawab Vero yakin.

Ayah Miya mengangguk-angguk, boleh juga keberanian Vero ini. Dia mengatakan semua nya dengan tenang dan baik.

"Jadi, kamu punya apa?" pertanyaan seorang ayah mertua.

"Saya?" ucap Vero menunjuk dirinya dengan sendiri. Ayah Miya mengangguk.

"Saya ga punya apa-apa pak." ucap Vero yakin.

"Saya cuman anak SMA yang lagi jatuh cinta dan ingin memperjuangkan cinta saya." ucapnya penuh keyakinan.

Ayah Miya tersenyum. Ada-ada saja kisah anak muda jaman sekarang.

"Kalo begitu. Perkenalkan nama saya Mayor Simon Johandra. Bapak dari Miya Helena." ucap ayah Miya.

Ayah Miya mengulurkan tangannya dan dijabat oleh Vero.

GAMERS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang