🍓39

6.3K 440 63
                                    






Setelah diizinkan bekerja, lim kembali mengurus perusahaannya. Tapi bambam mengizinkan lim untuk mengurus yang dijepang saja. Itupun dihandle melalui perusahaan mereka yang dikorea. Sehingga lim tidak perlu menetap disana untuk memegang kendali perusahaannya.

Perlahan ia mempelajari kembali bagaimana caranya, hingga akhirnya ia bisa dilepas sendiri dan mulai bisa menangani jika ada masalah diperusahaannya.

Namun biarpun begitu, jika perusahaannya yang di jepang atau florida membutuhkannya dalam keadaan darurat, ia pun harus siap terjun langsung dan sudah pasti bambam ikut menemaninya.

Beruntung bambam peduli pada perusahaan lim membuat jennie tenang. Jikapun lim harus pergi sendiri untuk masalah pekerjaan atau apapun, jennie tidak akan mengizinkannya apapun alasannya karna ia benar-benar trauma dengan kejadian yang pernah mereka alami.

Hingga akhirnya, lim bisa kembali berdiri sendiri diatas kakinya. Ia kembali menjadi seorang pengusaha yang sukses mengembangkan usahanya. Itu terlihat dari pembangunan perusahaan cabangnya di dubai setelah 4 tahun ia menghandle kedua perusahaannya.










"Oppa, oppa tolong ruby..." ucap gadis kecil berumur tiga tahun itu. Ia nampak kesulitan membawa bola basket yang ukurannya bahkan lebih besar dari dirinya.

Dan sang kakak langsung membantunya membawakan bola basket itu.

"Cha, coba masukkan." Titah sang kakak membuat sang adik mengangguk. Ia berusaha mengangkat bola itu tinggi-tinggi dan melemparkan ke ring basket yang hanya setinggi perut orang dewasa itu.

Namun sayangnya bukannya masuk, bola itu malah menjatuhi kepalanya membuat gadis kecil itu tersungkur kebawah.

"Huuuaaa....." langsung pecah tangisannya merasakan kepalanya pusing karna tertimpa bola basket kecil itu. Sang kakak langsung menghampiri adik kecilnya itu dan berusaha melihat wajah sang adik.

"Ruby... ruby gwenchana." Ucap sang kakak yang masih panik melihat adiknya menangis sekencang-kencangnya.

"Huuuaaaa.... oppa sakiitt..." teriaknya dengan tangis yang semakin kuat sambil memegamg kepalanya membuat kakaknya bingung.

"Hey, hey dengarkan oppa..." ucap kakaknya mencoba menenangkan. Namun tetap saja gadis kecil itu tak menghentikan tangisnya.

"Ruby, hey mari kita coba sekali lagi. Kali ini oppa akan membantumu." Ucapnya agar tangisan sang adik berhenti. Dan benar saja, perlahan tangisannya reda membuat sang kakak kembali mengambil bolanya.

"Cha, sekarang pegang bola ini." Titah sang kakak namun gadis kecil itu menggeleng.

"Ani, nanti kepala ruby sakit lagi." Ucapnya sambil menyeka air matanya. Sang kakak langsung mendekati adiknya dan menghapus air mata yang masih mengalir dipipi mandu sang adik.

"Oppa janji kali ini tidak akan sampai meleset." Ucapnya pelan membuat gadis kecil itu merasa tenang. Ia pun mengangguk dan mengambil bola basket itu kembali.




Sementara sang ibu yang mendengar tangisan anak perempuannya langsung mematikan kompornya dan bergegas menuju taman belakang mansionnya.

Ia berjalan cepat takut jika hal buruk terjadi pada anak-anaknya. Sampai tiba dibelakang, ia dikagetkan oleh pemandangan didepannya.

Anak sulungnya sedang berusaha menggendong adiknya agar bisa memasukkan bola basket itu kedalam ring. Dan usahanya tak sia-sia, sang adik berhasil memasukkan bola kedalam ring membuatnya berteriak kegirangan.

"Yeeee... oppa... ruby berhasil.." teriaknya sambil memeluk kakaknya. Sang kakak pun membalas pelukan adiknya sambil mengecup pucuk kepala sang adik.

Perfect Soul 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang