37. Support System

2.4K 237 18
                                    

"HAH... HAH.... SUMPAH.... DEMI APA WOI.... LIA MAU PINDAH SEKOLAH?!" Seru Jessica yang baru datang dengan napas tak beraturan. Kelas seketika hening, terlihat dari raut wajah semuanya, X IPS 1 hari ini sedang dalam suasana yang muram.

Kelas yang biasanya dari pagi sampai pulang sekolah tak akan pernah dalam keadaan yang tentram, damai, sepi, aman, sentosa, berbeda halnya untuk hari ini.

Bimo yang duduk dibangkunya menghembuskan napas berat, "Iya Jes, dia mau pindah ke London,"

Jessica mengernyit tak percaya, matanya seketika memanas, gadis tersebut tak bisa menahan kesedihannya.

Lia, teman sebangkunya, akan pindah sekolah ke London.

Dan ia baru mengetahui hal itu semalam.

Kemana saja dirinya selama ini?

"Gue.... Gak rela...." Lirih Jessica sambil mengusap pipinya yang sudah basah. Tangannya yang sedikit bergetar kini menutup wajah. Spontan Martin mendekatinya, pria itu berinisiatif menenangkan Jessica dengan mengusap puncak kepala temannya tersebut dengan lembut.

Sebenarnya Zidny ingin ikut memeluk dan menenangkan Jessica, namun ia juga sedang dalam suasana hati yang buruk. Teringat saat Lia dan dirinya bertengkar kecil di grup chat kelas beberapa waktu lalu. Anehnya, kini ia merasa sangat sedih saat tahu gadis tersebut akan pindah sekolah.

"Jangan nangis!" Tegur Arga yang duduk di dekat Zidny sambil memandang dengan tatapan tajam. Alis tebalnya kini saling bertautan. Arga paham Zidny kini sedang bersedih, namun jujur saja, ia lebih suka melihat Zidny marah-marah seperti biasanya dibandingkan sekarang.

Lalu sebenarnya Arga juga sedang bersedih, namun tetap berusaha biasa saja agar keadaan kelas tak semakin buruk.

"GUE GAK MAU LIA PINDAHHHHH," teriakan tersebut keluar dari mulut Gaby yang kini sedang berpelukan dengan Yanti.

Yanti mengangguk lalu mengusap air matanya, "IYAAAA GUE JUGAAAA, LIA BAIK SAMA GUE SELAMA INI WALAUPUN BARU KENAL, GUE GAK MAU PISAAAHH," mendengar temannya ikut teriak seperti itu, Gaby malah semakin menangis kencang diiringi dengan Ara dibelakangnya.

"Ck," Farel mendecih tak suka dengan situasi kelasnya sekarang. Bukan karena risih dengan suara tangisan dan teriakan teman-temannya, namun tidak ingin melihat semuanya menjadi begitu berlarut dalam keadaan. Cowok tersebut menoleh cepat kearah kanan, melirik Bimo sengit.

"Bro, dikondisikan dong kelas kita." Pinta Farel singkat, Bimo yang tadinya sedang lirih kini menatapnya dengan wajah datar namun dalam hitungan detik kembali membuat raut wajah sedih lagi.

"Sorry bro gue juga sedih...." Rengek Bimo lalu merentangkan kedua tangannya kearah Farel yang mengernyit tak mengerti. "Tenangin gue dong, Rel," Ujar Bimo lalu tubuhnya segera maju, ingin memeluk Farel.

Farel yang cepat menghindar kini menatap Bimo geli. "Anjir! Lap dulu tuh ingus lo!" Umpatnya begitu saja. Bimo hanya diam memasang wajah polosnya lalu kembali merengek. Farel kembali frustasi dengan kelas ini. Dimana guru yang mengajar jam pertama hari ini? Ia sudah tak tahan!

Pasrah dengan kapten kelas yang ternyata kali ini tak bisa diandalkan, Farel memutuskan maju ke depan kelas, menatap teman-temannya dengan raut wajah tegas.

"Oh ayolah, come on guys, Lia cuma pindah sekolah, bukannya meninggal!" Serunya lalu menatap sekeliling. Teman-temannya menatap Farel datar, lalu bersamaan kembali terdengar suara tangisan dari berbagai sisi kelas. Farel memijat dahinya pelan sambil istighfar.

"Kalian seharusnya bisa mikir panjang, kalo pindahnya Lia ke London bisa buat dirinya lebih bahagia, kenapa kita harus sedih?" Tanya Farel kembali angkat bicara. Satu persatu  tangisan teman-temannya mereda lalu memperhatikannya tak mengerti.

CLASSMATESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang