[04] : Pergi ke Butik

608 87 5
                                    

🌸🌸🌸

Malam yang panjang telah berganti pagi yang tenang. Ani, gadis itu. Dia sedang duduk santai di kursi halaman belakang rumahnya. Menikmati udara pagi yang terasa sejuk, melihat indah-nya tanaman bunga yang selalu dia rawat bersama Mamanya.

Entah kenapa ... Udara pagi ini memang terasa sejuk, tetapi juga menyesakkan. Mungkin itu cuma perasaannya saja, atau ... Perasaannya yang masih bersalah kepada Angga, Sang Ayah?

Kepala keluarga itu telah berangkat ke kantor pagi-pagi sekali untuk bekerja. Padahal, Ani belum sempat untuk meminta maaf kepada Sang Ayah.

"Hahh ..."

Gadis itu mendesah, memijat keningnya yang sejak kemarin pusing dengan masalahnya sendiri. Padahal hanya masalah menikah, tetapi dia sudah pening. Bagaimana saat dia sudah berumah tangga? Ah, tambah pusing tujuh keliling.

"Woi! diem-diem bae, Neng!"

Tersentak. Ani terkejut saat suara berat memergokinya. Suara pria yang familiar tiba-tiba saja memergoki gadis itu yang sedang melamun sendirian di halaman belakang rumah. Ani menoleh ke arah sumber suara. Matanya membola saat mendapati siapa yang dia lihat pagi ini. Ani berdiri, kemudian langsung memeluk sosok yang memergokinya tadi.

"Bang Aldhi~" cicitnya.

Ternyata itu Aldhi, Sang kakak. Yang dipeluk membalas pelukan. Ani sungguh merindukan sosok Kakaknya ini. Sudah lama juga tidak berjumpa, karena Sang kakak harus bekerja di luar kota. Itu pun jarang pulang, seperti titisan Bang Toyib.

Selama Kakaknya di rumah, Ani sangat manja kepada Sang kakak. Gadis itu lebih dekat dengan Sang kakak daripada Sang ibu mau pun Ayahnya. Jika pun Ani ada masalah, dia selalu cerita ke Kakaknya. Dan selalu Sang kakak memiliki solusi jalan keluar. Mungkin saja Ani bisa meminta solusi untuk masalahnya kali ini ke Sang kakak?

Sungguh?

"Kangen, ya? iya tau, Abang emang ngangenin, kok," ujar Sang kakak.

Sifat narsisnya ternyata sama seperti Ani.

Ani melepas pelukannya. Ia sempat memukul dada bidang Sang kakak dengan gemas. "Narsis banget. Aku nggak kangen, tuh!" Lalu mendecak. Memajukan bibir dan memalingkan pandangan ke arah lain.

Aldhi meringis melihat ekspresi adiknya yang menurutnya-- menggemaskan, kedua tangannya mencubit kedua pipi Sang adik.

"Kebiasaan, deh, punya wajah jangan sok di imut-imutin, napa," ujar Aldhi gemas.

Kedua tangan Ani memegang kedua tangan Sang kakak yang mencubit kedua pipinya. Ani memberontak. Hingga tangan Sang kakak pun terlepas dari pipi cabinya.

"Dih! Bang Aldih, ih!" pekik Ani. Lalu ia mengelus pipinya sendiri. "Sakit, tau!" desisnya menatap tajam Aldhi.

Aldhi malah tertawa. "Habisnya masang wajah, kok, kayak gitu? Jelek, tau!" Aldhi mencibir.

Ani menyangkal, tidak terima. "Enak aja! aku nggak jelek, ih!" serunya sambil memajukan bibir dan kedua mata melotot ke arah Aldhi.

Aldhi masih tertawa.

"Jelek," ledeknya lagi.

Ani mendengkus kesal. "Napa, sih, Bang?! dateng-dateng bukannya bikin seneng malah bikin kesel, nyebelin banget!" seru Ani. Ia memalingkan pandangan ke arah lain. Kedua tangannya melipat di depan perut.

Aldhi berhenti tertawa, dia menghela napas sebentar. "Kamu-nya juga, Abang baru dateng malah dimarahin. Ngajak berantem?" goda Aldhi.

"Abang, ih!" Ani melotot ke arah Aldhi.

KOMITMEN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang