[10] : Senyuman itu...

467 82 9
                                    

Sudah tiga hari berlalu, dan Azib tetap saja belum pulang. Sebelumnya, Azib juga sudah bilang pada keluarganya, kalau Azib sedang mengurus perusahaan yang ada di luar kota. Dan benar saja, Papa Agam juga bilang kalau cabang perusahaan di sana memang sedang masa kritis.

Semua keluarga bisa memaklumi atas ketidakhadiran Azib di acara ulang tahun Ani, tetapi coba diingat kembali.

Ingat!

Azib pernah berkata kalau urusannya di luar kota hanya dua hari, tapi ini sudah tiga hari? Azib meninggalkan Ani sendirian di rumah yang mereka miliki.

Ani sempat ditemani oleh keluarganya di sana, tetapi hanya sampai kemarin. Karena besoknya, Angga harus kembali bekerja, dan Agam pun juga harus pergi ke luar negeri untuk mengurus cabang perusahaannya yang lain.

Jangan tanya seberapa kaya keluarga Azib ini. Karena jika dimisalkan, harta keluarga Azib tidak akan pernah habis sampai tujuh turunan. Begitulah.

"Lo sakit?" tanya Rendy, yang keberadaannya tidak Ani sadari.

"Sejak kapan kamu di sini?"

Ani terkesiap. Suara Rendy membuyarkan setiap lamunannya. Mereka berada di sebuah taman kampus. Yang tidak sengaja Rendy justru melihat Ani duduk sendiri di kursi taman sambil melamun. Yang entah lah, Ani sedang melamun tentang hal apa, Rendy kepo.

"Semenjak lo yang selalu mikirin gue di sini." Rendy menjawab dengan cengegesan.

Yang Ani balas candaannya dengan celetukan, "Narsis banget. Aku nggak lagi mikirin kamu, tuh!"

Rendy pun terkekeh. Kemudian duduk di sebelah kiri Ani.

"Nih, kasih kamu."

"Eh?! b-buat aku?"

Ani bingung, ini tanpa ada acara apapun, kenapa Rendy memberikan sebuah hadiah padanya?

"I-ini ... dalam rangka apa, ya?" tanya Ani bingung, heran memandang kotak bertali pita itu. Hanya memandang, karena Ani belum menerima kotak pemberian Rendy.

"Dalam rangka kemerdekaan Indonesia," jawab Rendy.

"Lah?! udah jauh, Ndy. Kamu lahir tahun kapan, sih?" Ani menatap greget pada Rendy.

Rendy menghela napas panjang. Menarik tangan kanan Ani, lalu menyondorkan kotak warna hitam itu kepada Ani.

"Ini hadiah buat lo. Pas ulang tahun, kan, gue nggak kasih lo apapun, dan ini buat lo," jalas Rendy.

Sempat tertegun kecil. Diam beberapa detik, sebelum Ani mengerjapkan kedua mata. "T-tapi, Ndy ... kamu nggak perlu---"

"Jangan nolak rejeki. Ini hadiah buat lo dari gue. Jangan buat gue sedih karena ditolak, dong." Rendy tidak mau penolakan.

Ani ragu, tapi ...

"Eng ... oke, diterima. Betewe, makasih ya, buat hadiahnya, Ndy." Final-nya menerima hadiah dari  Rendy. Keduanya saling bertukar senyum.

"Ani!"

Tersentak. Ani dan Rendy menoleh bersamaan ke arah sumber suara. Terlihat jika di sebuah koridor ada keempat sahabat Ani yang berjalan menghampiri dua makhluk Tuhan.

"Cieee ... yang lagi berduaan, awas yang ketiga setan," sembur Lilis.

Ani melotot kepada Lilis, sedangkan Rendy meringis, lebih tepatnya terkekeh. Yang lainnya malah ter-heran dengan candaan Lilis.

Kelewatan.

"Setannya itu kamu!" Celetukan Wulan teruntuk Lilis.

"Lah?! mana ada setan cantik? enak aja!" Lilis tak terima.

KOMITMEN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang