"Laper." Ani memberi kode pada Azib yang sedang menyetir mobil.
Setelah mereka ke butik, mereka pergi ke tempat cetak undangan, lalu ke toko bunga, ke tempat prasmanan, ke salon MUA, dan yang terakhir ... Mereka akan pergi ke toko emas untuk membeli sepasang cincin pernikahan.
Tidak terasa, hari pun juga sudah sore. Sedari tadi Ani dan Azib hanya disibuk-kan dengan persiapan pernikahan yang sangat singkat. Satu hari mereka harus menuntaskan semua persiapan. Sampai-sampai ... Mereka juga lupa untuk makan. Selama jalan bersama Azib, Ani hanya sempat membeli satu roti dan minuman di jalan.
Mana kenyang?!
"Aku laper. Perut aku juga kerasa kembung." Ani mengeluh, sambil memajukan bibirnya. Namun, Azib tidak merespon untuk menoleh ke arah Ani. Azib hanya mendengarkan ucapan yang keluar dari mulut Ani.
Hanya seperti itu.
Ani mendengkus. "Habis beli cincin pulangnya harus ngebut, nih." Ani sampai memberi kode sekali lagi. Namun, Azib masih setia dengan diamnya.
Dasar lelaki tak peka!
Ani menoleh, mendengkus kesal ke arah jendela sebelah kirinya. Bagi Ani, percuma saja dia berbicara. Ngomong sama Azib itu berasa ngomong sama tembok. Dari tadi Ani sudah mengode, tetapi Azib hanya diam. Tidak merespon. Jahat.
Apa Azib masih mogok ngomong sama Ani gara-gara pembahasan di mobil tadi pagi? Tapi ... saat di butik tadi Azib malah mengajak ngomong duluan ke Ani. Yang Azib memuji Ani--ralat---memuji kebaya yang dipakai Ani. Lantas, kenapa sekarang Azib jadi diam lagi?
Azib masih terdiam. Sampai pada beberapa menit kemudian mobil Azib menepi--berhenti--di pinggir jalan. Membuat Ani tertegun seketika.
"Kenapa?" Azib bertanya setelah melepas sabuk pengaman yang dia pakai. "Cepat turun. Cepat selesaikan hari ini. Terus kita segera pulang," ujar Azib.
Azib turun dari mobilnya. Sedangkan Ani masih diam di tempat. Ani mengerjap beberapa kali. Tiga detik berikutnya, Ani melepaskan sabuk pengaman yang dia pakai, lalu dia membuka pintu mobil. Ani tidak berfikir jika Azib akan membukakan pintu mobil untuknya. Oh, tidak. Itu terlalu naif.
Setelah menutup pintu mobil, Ani berjalan ke arah Azib. Setiba di sisi kanan Azib, Ani sempat terdiam menatap tempat yang ada di depan mereka.
"Warung lalapan?" gumam Ani yang terdengar oleh telinga Azib.
Azib yang sedari tadi tidak merespon setiap ucapan Ani pun sekarang dia menoleh ke arah Ani, dan Azib bertanya, "Kenapa? apa kamu tidak suka makan di pinggir jalan?"
Ani menggeleng kepala. "Suka, kok," jawabnya cepat. "Aku laper. Aku juga nggak suka pilih-pilih," ujarnya. Kemudian, Ani melangkah lebih dulu ke depan.
"Aku mau makan paha ayam goreng, minumnya es jeruk," kata Ani kepada Azib.
"Saya bukan penjual makanan di sini," jawab Azib dingin. Tentu saja. Tak lupa dengan wajah datarnya.
Ani mendengkus kesal. "Ya pesenin, lah! kamu kan cowok," sembur Ani.
Azib mengernyit samar. "Apa hubungannya?" tanyanya.
Ani mendengkus kesal lagi. "Ah, lupakan! aku pesen sendiri, deh!" seru Ani. Saat hendak berdiri, tangan Azib menahan lengan Ani.
"Tunggu sini," titah Azib yang dibalas kernyitan bingung oleh Ani.
"Kenapa? kalau kamu nggak mau pesenin, aku bisa pesan sendiri."
Azib melepas gengamanya dari pergelangan tangan kiri Ani. "Saya yang akan memesan. Duduklah," ujar Azib datar. Lalu, pria tampan itu berjalan untuk memesan makanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KOMITMEN ✔
Teen FictionSeperti pepatah yang mengatakan, "Tak kenal maka tak sayang." Hubungan pernikahan yang di dasari hanya dengan komitmen, dan bermodal perjodohan. Apakah hubungan itu akan langgeng? Jangan kira setelah menikah, semua akan terasa lebih mudah. Apalagi...