[19] : Soal Perasaan

350 70 1
                                    

Hari sudah malam, sedangkan Azib baru selesai dengan acara makan bersama keluarga kecil Hana. Padahal malam ini dia juga ada acara makan bersama dengan keluarganya dan keluarga mertuanya di vila keluarga Chandrawinata. Acara sebagai perayaan malam tahun baru.

Tapi berbeda dengan acara makan malam di rumah Hana. Jika di rumah Hana, acara itu memiliki tiga makna, yang pertama adalah untuk perayaan hari ulang tahun Hana, yang kedua untuk perayaan malam tahun baru, sedangkan yang ketiga adalah untuk perpisahan Hana yang akan berangkat ke luar negeri malam ini.

Hana harus kembali untuk melanjutkan studinya di luar negeri. Universitas hanya memberi mahasiswanya waktu dua minggu untuk pulang kampung, dan ini sudah lewat dari seminggu. Begitulah.

Sebenarnya, pertemuan Hana dan Azib sudah terjadi sebelum acara makan malam bersama keluaga Chandrawinata. Hari sebelum Ani dan Azib cek-cok karena masalah --ah! sudahlah.

Malam ini, Azib mengantar Hana sampai di bandara, padahal Hana tidak meminta, tapi Azib memaksa. Jika sudah seperti ini, Hana tidak bisa menolaknya, dan keluarga juga setuju saja karena mereka sudah lama kenal dengan Azib.

Mereka sudah sampai di bandara. Mereka berdiri berhadapan dengan masih adanya jarak setengah meter.

"Jangan lupa jaga kesehatan selama di luar negeri."

Azib mengingatkan dengan nada penuh perhatian. Yang dibalas anggukan serta senyuman oleh Hana. Senyuman yang entah mengapa bisa membuat hati Azib terasa tenang. Hana begitu cantik ... bisikan yang entah datang dari mana asalnya.

"Tapi sebelum aku pergi, ada satu pertanyaan yang pengin aku tanya ke kamu." Vokal Hana yang terdengar begitu menenangkan. Adem sekali.

Kedua pasang manik mata cokelat milik Hana bersinggungan dengan bola hitam milik Azib.

"Perempuan kemarin," terjeda, dan entah mengapa jantung Azib mulai bedebar tidak karuan. "Dia ... siapa kamu?"

Dan yah! Pertanyaan Hana buka-bukaan. Hal yang membuat Azib tertegun di tempat. Azib menelan susah salivanya sendiri. Laki-laki yang biasanya terlihat tenang, sekarang justru menjadi gugup di depan gadis yang bernama Hana.

Lama tidak ada jawaban, Hana pun menegur.

"Hei, kok malah diam?" Begitu lembut bias suaranya.

Azib mengerjap. Suara Hana berhasil membuyarkan lamunannya. Padahal dia sedang berpikir untuk menjawab pertanyaan tadi. Azib dilema antara jujur atau berbohong, mana yang lebih baik?

Kedua pasang kelereng milik Azib memandang lekat kedua pasang netra cokelat milik Hana. Warna mata yang sama dengan istrinya.

Loh, kenapa Azib jadi teringat Ani? Lucu sekali, kenapa bayangan wajah Ani tiba-tiba terlindas di saat seperti ini?

Azib membasahi bibirnya. "Han, perempuan kemarin itu ..." Ucapan Azib terhenti karena suara dering telpon dari saku jas kerjanya. Pandangan kedua orang itu beralih pada sumber suara.

🌸🌸

"Iya, Mah, bentar lagi kami ke sana." Suara Ani mengudara, ia mendudukkan dirinya di sofa ruang tamu sambil bertelponan dengan Mamanya di seberang sana.

"Emangnya jalanan macet, ya?" tanya Adelia dari seberang sana. "Kami semua sudah berkumpul, tinggal nunggu kamu sama Azib aja baru acaranya dimulai. Cepatlah ke sini, nak," jelas Adelia.

Ani menghela samar. "Sabar, Mah. Bentar lagi kami ke sana. Aku masih nunggu Azib, nih!" Dumel Ani mendengkus. Sedangkan Adelia mengernyit heran di seberang sana.

KOMITMEN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang