Ani pulang naik bus. Hari ini sangat melelahkan baginya. Kemana suaminya itu? Oh ya, dia Bos di perusahaan, jadi, orang kantoran itu selalu sibuk, okey. Ani bisa pahami itu meski tidak ingin mengerti. Sok saja atuh.
Ani baru saja sampai di rumah. Dia sempat melepas alas kaki, lalu masuk ke dalam rumah. Langkahnya menuju ke arah kamar.
Sore ini sungguh melelahkan baginya. Untung saja dia tidak bertemu dengan Rendy. Sungkan dong, kalau dia harus diantar oleh Rendy lagi, apalagi ... Ani tadi sudah menolak ajakan Rendy untuk pulang bersama. Ani sedikit menyesali hal itu, tetapi ... dia lebih tidak ingin membuat sahabatnya--Wulan--terlalu--ah! Ani capek, mau istirahat saja.
Nah, dia sudah berada di kamarnya. Ia menghempas cantik tasnya ke atas ranjang, kemudiam melangkah ke arah lemari untuk mengambil handuk mandi. Setelahnya, gadis itu berjalan memasuki kamar mandi.
Selama dalam perjalanan melangkah, jujur, gadis itu masih berpikir tentang perkataan sahabatnya--Wulan--itu tidak benar, kan?
Rendy tidak seburuk yang dikata Wulan, kan? Entah kenapa, tapi Ani merasa lebih percaya pada Lilis.
Jelas. Apa yang dikata Lilis adalah sifat Rendy yang selama ini ditunjukkan kepada Ani, atau ... apa yang dikata Wulan juga masih belum kelihatan. Yang mana sifat buruk dari Rendy. Karena Ani selalu melihat kebaikan dari Rendy, bukannya si Rendy itu memang baik, ya?
Ah, masa, sih?
Seperti itulah yang Ani pikirkan terus-menerus. Dia jadi tidak tahu harus percaya pada sahabat yang mana? Keduanya adalah sahabat baiknya selama ini, tetapi ... perkataan sahabat nggak bakal jadi bangsat, kan?
Tidak mungkin. Mereka ini sahabat baiknya. Hubungan persahabatan mereka sudah terjalin cukup lama. Ani segera menepis pemikiran buruk pada sahabatnya.
Hingga beberapa menit berlalu, Ani selesai dengan kegiatan mandinya. Dia keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk yang melilit tubuhnya. Gadis itu melangkah ke arah lemari untuk mengambil pakaian ganti.
Tapi ...
Bersamaan saat ia hendak membuka handuk ... sesuatu mengejutkan gadis itu. Ani menoleh cepat, kedua matanya membola. Sosok laki-laki yang berdiri di ambang pintu membuat Ani merasa tercekat seketika.
Itu adalah suaminya. Azib yang baru pulang kerja--tanpa mengetuk pintu kamar--ia langsung memutar knop pintu dan mendorongnya. Hingga kedua insan yang sudah sah di mata Tuhan maupun masyarakat itu sempat tersentak dan tertegun di tempat. Azib yang berdiri di tengah pintu, dan Ani yang memunggungi -- dia hanya memakai sehelai handuk yang hanya menutupi sampai bagian pantat saja -- padahal ia juga hendak melepas handuk itu.
Sial! Keduanya sama-sama terkejut.
Beberapa detik seperti itu, hingga Azib memilih untuk segera mengalihkan pandangan ke arah lain.
Hal seperti itu adalah astagfirullah sekali bagi keduanya.
"Eng ... ma-maaf, s-saya a-akan segera keluar." Sangat terbata. Azib merasa gugup, padahal tidak sedang ada ujian nasional sekolah. Dengan cepat ia langsung menutup pintu kembali.
Ani masih shock. Dia mematung di tempat. Tubuhnya merasa gerah, padahal dia baru saja selesai mandi. Panas tubuhnya merajalela di bagian dalam. Jantungnya berdetak melebihi batas tempo EXO. Ajaibnya, Ani tidak berteriak saat kulit putih mulusnya dilihat helf naked oleh suaminya. Alhamdulillah, asal bukan orang lain saja. Benar, kan?
Seharunya ... tidak apa-apa, kan? Mereka itu sudah halal.
Ani menggeleng cepat, pipinya sungguh merona. Demi Tuhan! Dia tidak pernah merasa semalu ini. Gadis yang terkenal bar-bar ternyata bisa malu juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
KOMITMEN ✔
Fiksi RemajaSeperti pepatah yang mengatakan, "Tak kenal maka tak sayang." Hubungan pernikahan yang di dasari hanya dengan komitmen, dan bermodal perjodohan. Apakah hubungan itu akan langgeng? Jangan kira setelah menikah, semua akan terasa lebih mudah. Apalagi...