[18] : Soal Cinta Pertama

379 74 1
                                    

"Hana itu Cinta pertama saya."

"Dia adalah perempuan yang pernah saya ceritakan sama kamu."

Terdengar begitu menyakitkan, tapi kenapa, bukannya Ani tidak peduli, ya?

Ark! Hana, ya? Dia memang gadis yang cantik, ramah, anggun, dan tentu saja, Hana sepertinya lebih sholehah daripada Ani. Gadis yang benar-benar terlihat alim sekali, berbeda dengan Ani yang bar-bar. Dan jika dipandang mata, Hana dan Azib justru lebih cocok menjadi pasang--ah! sudahlah.

Hari sudah malam.

"Cuma mau bilang kalau besok malam ada acara makan bersama di vila keluarga saya, acaranya jam tujuh malam," ujar Azib.

Yang hanya dibalas anggukan oleh Ani. Gadis itu lebih asyik bermain dengan gadget-nya. Dia duduk bersandar di kepala ranjang sembari memandangi setiap foto laki-laki yang ada di sana.

Kesibukan yang sama juga dilakukan oleh Azib, tapi yang dipegang olehnya adalah buku. Azib sempat melirik kelakuan istrinya, dia ingin menegur, tapi masih terikat oleh komitmen mereka. Lagipula, untuk apa Azib peduli?

"Kamu tidak tidur?"

Hingga Azib menutup bukunya, lalu menaruh di atas meja nakas sebelah ranjang. Pandangannya sempat beralih pada jam beker yang ada di sebelah bukunya.

"Sudah malam, besok pagi bukannya kamu ada kuliah?" tanya Azib, ia mengembalikan posisi seperti semula.

"Ani." Yang pandangannya masih sibuk pada layar gadget. "Ani." Tidak dihiraukan sama sekali. Gadis itu sudah terjun pada dunia k-popnya.

"Ani." Hingga panggilan ketiga masih tidak dapat menyadarkan sosok fangirl-nya.

"Hei!" Karena tidak bisa dengan suara, maka Azib memilih ambil tindakan. Dan hal itu sukses membuat Ani memekik, karena Azib merampas handphone Ani secara tiba-tiba.

"Emangnya kenapa?!" Dia yang merasa tidak terima saat kesenangannya diambil paksa.

Azib menghela napas. "Jadi kamu pura-pura tidak dengar panggilan saya?"

"Aku gak peduli. Suka-suka aku mau tidur jam berapa, kenapa kamu jadi ngatur, sih?!" Ani sewot.

Hari ini dia cukup sensitif pada Azib. Dia merasa kesal, tidak mempedulikan handphone lagi melainkan melipat kedua tangan di depan dada sembari mengalihkan pandangan ke arah lain. Ah, rasa kesal Ani bukan hanya karena handphone saja, tapi juga ---

"Kamu masih marah sama saya?" Azib menghela napas. Ia menaruh ponsel istrinya di atas pangkuan. "Karena Hana?"

Kenapa harus dibahas lagi, sih?!

"Saya dan Hana hanya sahabat dari kecil," imbuh Azib menjelaskan.

Bodo amat.

Ani diam.

"Jangan marah pada Hana. Dia tidak bersalah, tapi saya. Bukannya tadi saya sudah--"

"Cukup!" pangkas Ani cepat. Ia menatap Azib dengan sengit. Ukh, kenapa perasaannya jadi kesal sendiri saat Azib menyebut nama Hana?

"Aku nggak mau kamu bahas masalah yang udah berlalau." Ani mendengkus jengkel. "Aku juga nggak suka, ya, kalau kamu kayak gini," desis Ani.

"Maaf, tapi--"

"Kamu udah melanggar perjanjian yang kamu buat sendiri tau!" Ani menyelat dengan nada jengkelnya. "Kamu ikut campur tentang kesenanganku, kamu sok peduli, kamu ngelarang aku suka sama dunia k-pop, hei! bukannya kita udah pernah buat kesepakatan--"

KOMITMEN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang