[09] : Selamat Ulang Tahun

515 82 8
                                    

Masih di bulan yang sama, November. Kata 'Selamat ulang tahun', satu kata itu mungkin adalah sebuah kebahagiaan. Karena dimana seorang manusia akan mengingat hari dia dilahirkan pada tanggal, dan bulan tersebut.

Mengingat akan hari ulang tahunnya--Ani--kalau sewaktu kecil dia yang selalu mendapat ucapan, kue dan hadiah dari kedua orang tuanya, termasuk Sang Kakak, si Aldhi. Ani yang dulunya mendapat kasih sayang yang begitu luar biasa dari keluarganya, semua itu sangat terasa hangat. Ani bahagia.

Namun, semua kebahagiaan itu berakhir di ulang tahun Ani yang ke 18. Seakan di ulang tahunnya yang ke 19 ini Ani tidak akan mendapatkan kebahagiaan dan hadiah seperti dulu lagi. Semua sudah berbeda.

Mengharap apa? Ucapan saja Ani tidak dapat.

"Selamat pagi," sapa Azib.

Ah, bukan ucapan itu yang Ani harapkan. Ucapan yang seharusnya Selamat Ulang Tahun, kenapa bisa manjadi Selamat pagi?

Ani mengangguk saja, lalu membalas sapaan Azib. "Selamat pagi juga."

Azib baru saja keluar dari kamar, dengan pakaian jas kerja-nya yang super rapi. Azib menuju ke arah meja makan yang sudah Ani siapkan sarapan pagi. Meski mereka memiliki sebuah komitmen, bukan berarti Ani akan membiarkan Azib--suaminya-- pergi ke kantor dengan perut kosong.

Tidak akan Ani biarkan hal itu sampai terjadi.

"Nanti malam kamu tidak perlu masak banyak, saya tidak akan pulang."

Ani mengernyit samar. Eh? mau kemana? Ani bertanya dalam hati. Ingin rasanya Ani lontarkan pertanyaan itu, tetapi Ani masih mengingat perjanjian mereka. Dengan diamnya Ani, bukan kah ini sudah benar, kan? 

"Saya akan dinas di luar kota selama dua hari," ujar Azib menjelaskan.

Ah, Azib tahu saja jika Ani ingin sekali bertanya, tetapi tidak ada keberanian sekarang.

Ani mengangguk saja. Yang menandakan mengerti dengan ucapan Azib.

🌸🌸

"Gak ngerti lagi, deh." Ani mendesah pasrah.

Baru saja dia selesai dengan kelasnya. Dia langsung menempelkan kepalanya di atas meja.

"Hidup, kok, gini amat." Ani mengeluh.

Mentari yang berada di meja sebelah dapat mendengar. Melihat Ani yang terlihat lesu dari awal sampai akhir pelajaran, akhirnya Mentari pun coba bertanya.

"Kamu kenapa?"

Ani mendongak, mendudukkan dirinya dengan tegap kembali, kemudian menoleh pada teman sebelahnya.

"Eh? aku kenapa, Men?"

"Ditanya malah balik tanya," celatuk Mentari.

Ani diam. Mentari menghela napas panjang. "Kamu semalem begadang lagi apa gimana? kok keliatan lesu gitu?" tanya Mentari sekali lagi.

Tidak lama, saat Ani ingin menjawab, tiba-tiba handphone-nya berbunyi.

"Bentar ya, Mama aku telpon." Kata Ani yang dibalas anggukan oleh Mentari.

"Halo, Ma?"

"Kamu dimana, sayang?" Suara lembut yang sangat dirindukan oleh Ani. Padahal, ia hanya tidak mendengar suara itu selama seminggu lebih 3 hari, tetapi rasanya sudah sangat merindu.

KOMITMEN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang