[13] : Makan bareng Mertua

451 80 6
                                    

Waktu cepat sekali berlalu. Tidak terasa jika pernikahan Ani dan Azib sudah menginjak usia dua bulan. Selama itu, tidak ada yang berubah dari sepasang suami-istri itu. Mereka masih tetap pada komitmen yang pernah mereka buat. Selama dua bulan ini, Ani menjalankan perannya sebagai istri yang baik, dan Azib juga sedemikian sebagai suami yang baik.

Sebagai contohnya, seperti mengantar-jemput Ani saat kuliah. Seperti yang terjalin pada komitmen. Mereka masih menjalankan peran sebagai suami-istri tanpa ada perasaan satu sama lain. Mungkin ...

"Udah nunggu lama, ya?" tanya Ani setelah menempatkan bokongnya di kursi mobil Azib. "Maaf, tadi aku ada sedikit masalah sama dosennya," imbuh Ani.

Azib hanya diam. Dia mulai menyalakan mesin mobil, dan melajukan mobilnya untuk pergi dari area kampus.

"Aku laper, tapi juga capek. Gimana kalau kita makan malam di luar?"

Ani menoleh ke Azib untuk meminta persetujuan. Tapi di detik berikutnya Azib justru menggeleng.

"Tidal bisa. Kalau nanti malam, Mama mengundang kita makan malam di rumah utama."

Ani sedikit terkejut. "Kok tiba-tiba?"

"Kenapa?" Azib menoleh ke arah Ani sebentar, lalu mengalihkan pandangannya kembali ke depan. Azib menghela napas. "Saya lupa kasih tahu kamu semalam, maaf." Ujar Azib tanpa menoleh ke arah Ani.

Ani mengalihkan pandangannya dari Azib. Pandangannya lurus ke depan, sama seperti Azib, melihat jalan yang ada di depan. Jika mengingat kembali, semalam Ani memang disibukkan dengan tugas kuliah yang begitu menumpuk. Dan Azib juga sibuk karena harus lembur, hal yang membuat Azib harus pulang larut malam. Hal yang membuat Ani pulang kuliah harus naik gojek.

Begitulah.

Semalam Azib memang terlihat lelah sepulang dari kerja. Awalnya Azib ingin menghubungi Ani tentang acara makan malam lewat telepon, tetapi karena handphone Azib kehasisan batrai, hal itu terurungkan. Setiba di rumah, Azib langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Masa bodoh dengan dirinya yang tidak mandi. Hal yang membuat Ani mendengkus, melepaskan dasi Azib agar pernapasannya terasa nyaman saat tidur. Membenarkan posisi tidur suaminya.

Lucu.

Buat apa Ani peduli? Tetapi batinnya memaksa. Dan saat itulah Ani menambah pengenalannya terhadap Azib, bahwa, jika Azib sudah lelah, laki-laki itu bisa juga bersikap masa bodoh ternyata.

Sebenarnya, selama dua bulan ini ada sedikit perkembangan dari hubungan mereka berdua. Tidur satu ranjang. Hanya sebatas tidur di atas ranjang yang sama. Karena Ani benar-benar tidak tega jika harus melihat Azib tidur di sofa ruang tamu yang keras dan dingin. Pasti rasanya tidak nyaman. Dan perkembangan ini sudah terjadi dari dua minggu yang lalu. Meski awalnya Azib menolak, tetapi tidak mengalahkan sifat Ani yang pantang menyerah, lebih tepatnya keras kepala. Sama seperti Azib.

"Yaudah. Nanti malam jam berapa?" Tanya Ani tanpa menoleh ke arah Azib. Masih melihat lurus ke arah jalanan di depan.

Azib membelokkan setir mobilnya saat akan menyeberang jalan. Kemudian mobilnya masuk ke gerbang perumahan elite.

"Sekitar jam setengah delapan," jawab Azib singkat.

Ani mengangguk mengerti.

"Tapi kamu sudah lapar, kan? apa kamu mau saya buatkan makanan dulu sore ini? saya tidak mau punya istri seperti biting hidup." Terdengar seperti candaan di bagian akhir.

Ani langsung melotot tidak terima ke arah Azib. "Kamu bilang apa, huh?!" Ani sedikit geram rasanya. Tapi, Azib justru tertawa kecil.

Ah, Azib tertawa adalah fenomena langkah, loh.

KOMITMEN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang