[15] : Kue yang memiliki rasa?

429 66 22
                                    

Cinta pertama itu ... Rasanya gimana, ya? Karena pertanyaan seperti itu yang terus saja terlintas di pikiran Ani.

Dia kenapa, sih?

Oh iya, lupa! Gadis itu kan belum pernah merasakan cinta pertama. Yah. Dia kan jomblo dari lahir. Jadi ... Tak perlu heran jika Ani tidak bisa menjawab pertanyaan soal cinta pertama.

Itu apa, sih?

Rasanya gimana?

"Gosong, kuenya gosong, Ani!"

"O-oh, y-ya ampun!"

Hari ini libur. Kedua pasangan suami-istri yang sedang mencoba resep baru di dapur, mereka bekerja sama untuk membuat kue. Sebenarnya, itu adalah resep yang pernah Azib buat sendiri waktu SD. Semacam memodifikasi makanan. Sudah lama resep itu ada, tapi baru kali ini dia coba--yang tentu saja---bersama Sang istri.

Romantis?

Ah, tidak juga. Ini malah terkesan memalukan. Karena, baru saja Azib menegur istrinya yang melamun, sampai-sampai kue yang hampir jadi tadi justru terbilang gagal karena gosong.

Semua karena keteledoran Ani yang disuruh menjaga oven selama Azib mandi, eh, dia malah melamun. Sedangkan waktu yang diperlukan untuk mengoven tidak lama, hanya sekitar 15 menit atau 20 menit. Tapi ini sudah 45 menit. Wajar saja jika kue itu gosong.

"Terus gimana ini?! omeigat! kamu jangan marah dulu, yah. Biar aku coba bikin lagi sendiri."

Azib diam. Dia justru lebih tertarik memperhatikan tingkah istrinya yang gelisah. Sedangkan Ani langsung mengambil nampan kue dari oven. Tapi karena kecerobohannya, dia lupa untuk pakai sarung tangan.

"Akh, panas! ini kenapa panas banget, sih?!"

Namanya juga baru keluar dari oven. Ya pasti panas lah.

Kacau!

Saat nampan pinggan pemanggang terjatuh, semua kue ikut berserakan di lantai. Belum lagi jemari cantik Ani yang harus terluka karena kepanasan. Sakit dan malu sekali. Ingin mati saja rasanya.

"Jangan ditekan begitu!" Kedua tangan Azib meraih jemari cantik istrinya. "Cuci tangan dulu," tutur Azib, lalu ia mengarahkan jemari istrinya untuk dibasuh di wastafel.

Setelah itu, Azib menuntun Ani untuk duduk di kursi meja makan. Kemudian Azib pergi untuk mencari obat di kotak P3K.

Memalukan. Ini sudah ke berapa kalinya Ani mempermalukan diri sendiri di depan Azib? Semuanya berantakan!

Ya, semua gara-gara kecerobohan Ani. Karena kue yang seharusnya sekarang sudah bisa dinikmati, semua malah berserakan di lantai. Kotor, sudah. Ani ingin menangis.

Ukh ...

"Sini."

Setiba Azib kembali, ia membawa sebuah salep, kemudian berjongkok di depan Ani. Kedua tangannya terulur, Azib meminta Ani untuk mengulurkan kedua tangannya yang terluka untuk diobati.

"A-aku bisa sendiri, kok--"

Kemudian bungkam saat kedua tangannya ditarik hati-hati oleh Azib. Tanpa mempedulikan perkataannya, Azib mulai mengoleskan salep ke jemari cantik milik Sang istri. Dingin, tapi juga nyaman. Persis seperti sifat Azib yang dingin, tapi juga terasa lembut untuk kali ini. Terkadang lembut, kadang nyakitin, kadang dingin. Azib ini orang aneh tapi baik.

"Lain kali, jangan grusak-grusuk lagi. Nanti kalau kamu sampai luka seperti ini lagi bagimana? kurangi sifat ceroboh kamu itu," omel Azib. Ia masih sibuk mengoles salep.

"Maaf," cicit Ani menunduk. Pandangannya terkunci pada sosok Azib yang sibuk mengoles jemarinya dengan lembut.

"Sudah." Azib menghela napas. Ia mendongak, menatap wajah cantik Sang istri. Tapi sayangnya, bibir itu ... "Kenapa cemberut?"

KOMITMEN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang