Azib tidak menjelaskan apapun kepada Hana. Saat ia hendak berkata, tapi waktu yang tidak mendukung, karena Hana harus segera pergi sebelum ia benar-benar ketinggalan oleh penerbangannya. Dan entah mengapa, ada rasa bersalah juga gelisah pada diri Azib saat ia tidak bisa menjelaskan hal sebenarnya kepada Hana.
Ya, itu karena Azib tak pernah berbohong jika itu kepada orang tua dan Hana, cinta pertamanya. Baru kali ini dia ...
"Seberapa cinta kamu sama Hana?" Pertanyaan Ani yang tiba-tiba membuat Azib lepas dari lamunannya. "Apa kamu benar-benar mencintanya?" Gadis itu sedikit merombak pertanyaannya.
Azib menoleh, kedua pasang netra beningnya mendapati sosok wajah cantik istrinya yang ternyata masih memandang sejak pertama melempar pertanyaan padanya.
"Memangnya kenapa?" balas Azib.
"Enggak, aku cuma pengen tau aja." Gadis itu mengalihkan pandangan ke arah lain. Ia sempat menghela samar, lalu menatap kembali wajah suaminya. "Apa ini termasuk melanggar privasimu? kalau iya, aku minta maaf." Sambil memaksakan tarikan celurit di ujung bibirnya.
Mereka berdua sudah berada di kediaman vila keluarga Chandrawinata. Mereka datang terlambat satu jam, dan itu karena Azib.
Saat dalam perjalanan, Ani sudah mengomel panjang lebar pada Azib, yang hanya diterima tanpa membalas. Dalam lubuk hati, Azib memang pantas diomeli. Bukan hanya mendengar omelan dari Ani, laki-laki tampan itu juga sempat mendengar omelan dari Sang Bunda yang telah melahirkannya. Kaum hawa itu cerewet, kecuali Hana. Begitu Azib menyimpulkannya.
Setelah acara makan malam berakhir, dan malam ini, keluarga sedang menikmati malamnya dengan bakar jagung mereka. Bersama dengan Aldhi, mereka sibuk sendiri.
Sedangkan pasangan suami-istri ini lebih menikmati duduk santai di kursi kayu panjang yang ada di taman vila, di bawah sinar rembulan berwarna biru keabuan, Sang bulan yang memancarkan sinar rembulannya pada pasangan yang sudah sah di mata Tuhannya maupun masyarakat.
"Mungkin iya, tapi kamu juga berhak tahu."
Azib menghela napas. Ia mendongak, memindahkan pandangannya pada sosok bulan dan beribu bintang malam. Netra hitamnya terfokus pada sosok bulan, padahal masih ada banyak bintang yang tidak kalah menarik. Bulan dan bintang yang terlihat serasi di malam hari. Ya. Mereka memang pasangan yang bisa bersatu, tapi mungkin berbeda dengan Ani dan Azib. Mereka berdua bagaikan bulan dan matahari, apabila bersatu ... mungkin akan menyebabkan bencana?
Apa separah itu hubungan mereka untuk bersatu?
"Tidak--"
"Kalau kamu memang mencintainya, kejarlah."
Loh, apa maksudnya itu? Otomatis Azib menoleh saat ucapannya diselat, yang ternyata pandangan istrinya masih terkunci padanya. Azib menatap kedua pasang netra cokelat milik istrinya. Dan ya, warna mata itu memang mirip dengan milik Hana. Ah, kenapa jadi teringat Hana sekarang?
Menyebalkan.
"Apa maksud kamu?" tanya Azib tanpa nada. Eksresi pun tidak ada--sial! Tapi jika dengan Hana ... kenapa dia bisa menunjukkan senyum yang jarang Ani lihat?
"Bukannya hubungan kita hanya sebatas perjodohan, ya? kita udah sepakat untuk berkomitmen," terjeda.
Keduanya saling menatap dengan lekat. Tatapan yang sangat dalam dan menyesakkan, rasanya seakan tenggelam ke dasar laut yang dingin. Begitu bagi Ani.
"Untuk kedepannya, kita akan mulai cari kebahagiaan masing-masing," lanjut Ani. Ia memaksa agar bibirnya bisa tersenyum, sedangkan Azib masih bertahan dengan wajah temboknya. "Aku ulang kembali pertanyaannya, apa kamu sungguh mencintai Hana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
KOMITMEN ✔
Teen FictionSeperti pepatah yang mengatakan, "Tak kenal maka tak sayang." Hubungan pernikahan yang di dasari hanya dengan komitmen, dan bermodal perjodohan. Apakah hubungan itu akan langgeng? Jangan kira setelah menikah, semua akan terasa lebih mudah. Apalagi...