"Kamu udah makan?" tanya Rendy.
"Hah?"
"Nih!" Rendy menyondorkan bungkusan yang entah apa isinya. "Itu ketoprak, dimakan, ya," ujarnya.
Reflek Ani menerima pemberian Rendy. "K-kamu ke sini cuma buat kasih aku ini?"
Rendy mengangguk. "Iya," jawabnya dengan senyuman andalan.
Ani sedikit mengeryit. "Kenapa kamu sampai repot-repot gini, sih? aku jadi--"
"Sshhtt! Aku nggak pernah repot kalau itu buat kamu. Bukannya dulu aku udah pernah bilang gitu, ya?" Telunjuk tangan Rendy menempel di bibir Ani. Hal yang membuat mulut gadis itu terbungkam.
"Lagian ... tadi aku lagi nguliner sama temen, terus rasa ketopraknya enak banget. Aku jadi inget kamu, sekalian beliin, deh. Dimakan, ya." Laki-laki itu menarik kembali tangannya.
Ani sempat diam sesaat sebelum dia menjawab, "Ndy, makasih, ya ... kamu baik banget." Ani tersenyum.
Dengan lancang, tangan kanan Rendy kembali terulur, lalu mengacak pucuk rambut gadis itu.
"Sama-sama." Dia terseyum lebar hingga kedua matanya semakin menyipit.
Tapi ketahuilah, ada sosok lain yang masih memantau tingkah mereka dari jarak yang lumayan jauh.
"Kapan-kapan makan di tempatnya bareng sama aku, mau?" tanya Rendy.
"Ah, iya ... lain kali, deh." Ani meringis.
Mereka berdua tertawa hahaha-hihihi, sedangkan sosok lain dari mereka masih memandang dengan wajah yang--sial sekali--tetap saja datar.
"Ortu kamu ada di dalem?" tanya Rendy lagi.
"Huh?!"
Dan saat itulah Ani tersadar jika di dalam rumah juga ada sosok lain, yaitu suaminya. Sial! Bagaimana dia bisa lupa?
"Eng ... nggak ada," jawab Ani pelan.
"Masih di luar kota?"
"Begitulah." Ani membuang pandangan ke arah lain.
"Kalau gitu aku pulang aja, ya. Aku ke sini cuma mau kasih ini ke kamu--oh, nggak juga, sih ... niatnya mau mampir, tapi rumah kamu sepi, terus ini udah malem, takutnya diomongin sama tetangga, kan?" Rendy pengertian.
Ani menatap Rendy kembali. "Iya ... kamu bener, Ndy." Lalu mengulum senyum.
Selalu saja jika bersama Rendy, mereka bertukar senyum. Lupa daratan.
"Jangan lupa dimakan, ya, An. Rasanya mantap jiwa!"
Sambil mengacungkan kedua jempol tangannya, Rendy menunjukkan ekspresi yang menggemaskan.
Laki-laki itu memang penuh ekspresi, berbeda dengan Azib.
"Iya, pasti dung! aku juga lagi laper,nih. Kamu tau aja kalau aku belum makan." Sambil tertawa, Ani berterimakasih.
"Batin kamu nyalur, nih, ke aku."
Kemudian keduanya tertawa lagi.
"Dasar serbet!" respon Ani.
"Serbet apaan? aku ini manusia, lebih tepatnya makhluk Tuhan yang lebih tampan dari kamu!" Rendy membalas.
"Dan aku lebih cantik dari kamu!"
"Yah, kamu perempuan yang paling cantik."
Rendy berkata seperti bercanda, padahal ... dia berkata dengan serius. Hanya saja Ani sedang manganggap ucapannya sebagai gurauan. Wajar saja, itu karena Rendy yang menunjukkan kehumorannya saat berucap. Tapi ada satu makhluk Tuhan yang bisa mengerti dan menangkap maksud Rendy dengan serius. Dia ... sosok laki-laki yang masih memandang dari jauh, berdiri di balik pagar lantai dua dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada bidangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KOMITMEN ✔
Teen FictionSeperti pepatah yang mengatakan, "Tak kenal maka tak sayang." Hubungan pernikahan yang di dasari hanya dengan komitmen, dan bermodal perjodohan. Apakah hubungan itu akan langgeng? Jangan kira setelah menikah, semua akan terasa lebih mudah. Apalagi...