[26] : Rencana Honeymoon?

397 50 0
                                    

"Tadi Mama datang ke kantor." Bias suara yang selalu terkesan datar di telinga Ani.

"T-terus kenapa?" balas Ani yang merasa gugup.

Ah, rupanya dia masih teringat masalah tadi di kamar yang--ah! Malu sekali, sudahlah.

"Mama kasih kita tiket ke luar Negeri," jawab Azib.

Hari sudah malam. Dan mereka sedang makan malam berdua di meja makan dapur. Mereka duduk di kursi biasanya, sedangkan kursi kosong lainnya adalah tempat calon a--apaan coba.

"Buat apa?"

Tatapan keduanya masih terfokuskan pada makanan masing-masing. Mereka tidak berani untuk bertatap muka satu sama lain. Keduanya masih merasa malu, tetapi saling mencoba mengendalikan ekspresi masing-masing. Jika ditanya ekspresi Azib, dia sudah punya tameng wajah datarnya. Tapi jika Ani ... tertawakan saja ekspresinya saat ini. Dia merasa kaku sendiri di depan Azib. Merasa canggung, merasa gelisah, merasa ...

"Mama minta kita honeymoon di sana."

"Uhuk!"

Sial! Makanan yang tersangkut di tenggorokan itu rasanya sakit, loh.

"H-hei, minum dulu." Azib yang ada di sebelah kanan Ani, reflek ia langsung memberikan segelas air pada Ani. "Pelan-pelan," tuturnya.

Ani menerimanya, lalu meminumnya sampai batuknya redah. Setelahnya, ia taruh gelas itu, lalu menoleh pada Azib.

"T-terus, kamu setuju gitu aja?!" protesnya. Gadis itu mengernyitkan kening, kedua matanya membola.

Azib diam. Hingga Ani memalingkan wajahnya,lalu menghela napas panjang.

"Aku tau, ini pasti karena salahku bicara waktu di rumah Mama kamu, tapi ... maaf, biar aku yang bakal bicara sama Mama buat nolak permintaanya," ujarnya.

Azib masih diam.

Lalu Ani menatapnya kembali. Kali ini dengan tatapan yang lebih serius.

"Aku punya alasan buat nolak pergi, kok. Aku kan masih kuliah, nggak ada hari libur. Terus, aku bakal alasan lagi kalau kuliah semester kali ini tugas juga mulai numpuk, jadi ... aku bakal bantu---"

"Kita akan pergi."

"Hah?!"

Ani terkejut saat Azib memangkas ucapannya.

"Kenapa?" Vokal Azib santai. Tatapannya terlihat begitu tenang. Kebalikan dengan Ani.

"Kamu--"

"Nurut saja sama kata orang tua."

"H-hei! nggak bisa gitu, lah!" Ani mulai panik.

"Kenapa?"

Tapi respon Azib justru terlihat begitu tenang di mata Ani. Padahal, dia belum tahu saja jika jantung Azib juga ikut berdebar untuk masalah tiket yang berjudul honeymoon dari Sang Bunda. Apalagi jika mengingat kejadian di kamar mereka tadi--sial! Ingatan itu masih terbayang, tetapi ... kenapa Azib setuju untuk pergi?

"Mama nggak ngancam kamu, kan?" tanya Ani. Dia berusaha untuk kalem kali ini.

"Tidak."

Ani menghela napas lega. "Kalau begitu--"

"Kita akan tetap pergi." Untuk kedua kalinya, Azib memangkas ucapan Ani. Keputusan sepihak yang membuat gadis itu mengernyit tidak terima.

"Nggak! kamu nggak bisa buat keputusan hanya sepihak, dong! aku nggak setuju buat pergi!" serunya.

"Kenapa?"

Ani menghela frustasi. Begitu limited, kah, ekspresi suaminya ini? Kenapa terlihat sama terus, sih?! Kenapa tidak ada rasa panik-paniknya?

KOMITMEN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang