Aku melangkah amat sangat gontai. Rasanya jarak dari kelas menuju ruang guru terasa amat sangat jauh. Mungkin karena aku memang sudah malas dari awal—bahkan selalu malas dan tidak berkeinginan untuk dimarahi guru.
Bayangkan saja, seorang siswa baru harus pergi ke ruang guru di hari pertamanya. Cap apa yang akan kau dapatkan?
Ck. Tatapan anak-anak itu.
Setiap kali kakiku melangkah satu lantai, mungkin sepasang mata juga menatapku sambil berbisik-bisik. Tidak jelas, hanya bisa mengurusi hidup orang lain. Menambah dosa. Menyebalkan. Harusnya mereka berkaca diri karena hidup mereka sendiri tidak mereka bicarakan.
"Hyebin-ssi!"
Aku mendengar seseorang berteriak memanggil namaku. Dengan malas aku menoleh, tidak berharap banyak. Mungkin seorang guru pemarah yang mendengar rumor tentangku dan aku akan dikeluarkan. Aku juga tidak punya spekulasi lebih baik daripada itu.
Tapi yang aku dapatkan bukanlah guru pemarah botak dengan kumis tebal beserta pemukul di tangannya, tetapi laki-laki menggemaskan mirip seperti kelinci. Itu Jeon Jungkook. Dia berlari menghampiriku.
"Kau yang memanggilku? Sungguh?" Tanyaku tidak yakin.
Laki-laki itu mengangguk dan menyesuaikan langkahnya. "Siapa lagi di sekolah ini yang namanya Hyebin?"
"Mungkin ada." Ucapku mengindikkan bahu.
"Ck. Kau sama sekali tidak bisa diajak bercanda ya." Jungkook berdecak dan memperhatikan setiap pahatan wajahku. "Padahal kau cantik."
Aku lantas tersedak salivaku sendiri mendengarnya. Yang kudengar tadi, dia menggombaliku? Aku terkekeh. Jarang sekali seorang pria mengatakan bahwa aku cantik. "Aku memang membosankan, yah hidupku menonton. Tidak menarik."
Jungkook tersenyum hingga kedua gigi kelincinya terlihat. Menggemaskan. "Tuhkan kau cantik! Tertawa seperti itu!"
Aku menatapnya diam selama beberapa detik dan entah kenapa saat mata kami bertemu aku segera saja memalingkan muka-memerah.
"Kau jatuh cinta padaku ya?" Jungkook terkekeh melihatku salah tingkah. "Rekor terbesarku sebelumnya sih menaklukan primadona sekolah ini. Mungkin sekarang berubah, menjadi menaklukkan gadis monoton."
"Ya!" Aku ikut terkekeh melihatnya terkekeh. Baru kali ini aku bertemu pria yang mau berbicara denganku. Apalagi pria setampan Jungkook. Rasanya menyenangkan.
"Kau mau ke ruang guru?" Tanyanya.
Aku dengan malas mengangguk. Masih ingin menghabiskan waktu dengan pria kelewat menggemaskan ini. "Ini semua gara-gara si berandalan itu."
Jungkook mengangguk, tampak menyetujuinya. "Ya, dia memang berandalan. Aku setuju."
"Kau mengenalnya?"
"Sebenarnya kami berteman cukup dekat. Tapi aku tidak tahu juga."
Mendengar jawabannya, tentu saja aku terkejut. Bagaimana jika nanti Jungkook melaporkannya pada Jimin? Aku merutuki bibirku sendiri. Dasar serampangan.
"Tenang saja, aku bukan tipe orang yang suka mengumbar-ngumbar pembicaraan." Celetuknya seolah tahu kepanikanku.
Aku lantas tersenyum dan tidak terasa tungkai kami secara otomatis melangkah ke depan ruang guru. Dalam hati aku mengumpat kesal dan kulihat Jimin sudah menunggu disana. Lebih dulu-secara mengejutkan.
Wow, kupikir dia akan datang terlambat atau justru tidak datang karena dia anak pemilik sekolah.
"Rupanya kalian tampak dekat." Jimin mengeluarkan seringaian kecilnya dan menghampiri kami.
"Jimin-ah, kau cari masalah lagi dengan anak baru. Tidak bosan?" Jungkook berdecak.
Jimin mengindikkan bahu acuh dan tampaknya tidak terlalu ambil pusing dengan omongan Jungkook. "Aku hanya mencari kesenangan Jung. Sekolah ini membosankan."
Aku lantas mendengus kesal-jelas tidak terima dengan omongan si berandalan ini. Hobby mencari masalah, mirip Taehyung sekali. Mungkin mereka yang seharusnya menjadi kakak adik, bukan aku.
"Oh, noona?"
Bingo!
Sudah kuduga. Laki-laki yang baru saja aku bicarakan baru saja mendeklarasikan persetujuannya. Si tolol yang sialnya satu gen denganku, Kim Taehyung.
"Noona dipanggil ke ruang guru? Serius?" Taehyung menatapku tak percaya. Dasar bodoh menyebalkan.
Aku menatapnya malas, lantas berkacak pinggang. "Tidak mengaca?"
"Aku kan memang wajar disini. Kalau Noona? Aku pikir noona akan menjauh dari masalah."
"Mau bertengkar?" Aku ingin sekali menjitak kepalanya yang kelewat tolol itu jika tidak ingat kami berada di depan ruang guru sekarang.
"Woah, kalian kakak beradik?" Suara Jungkook menginterupsi. "Pantas saja, kalian terlihat mirip."
"Mirip?" Aku bergidik. Meski kami satu gen, aku paling benci disamakan dengan Taehyung. Alasannya hanya satu, sifat tololnya yang selalu terbawa-bawa.
"Aku bisa jamin kalian akan menjadi terkenal disini." Jimin maju selangkah, bukan kepadaku melainkan kepada Taehyung. "Mau bergabung?"
"Ya! Park Jimin!" Meski Taehyung menyebalkan, aku tidak akan pernah membiarkan adik tololku ini bergabung dengan si sialan itu. Taehyung sendiri saja sudah menyusahkan, apalagi dengan Jimin yang dua kali lipat lebih berandalan? Mungkin dunia akan kiamat.
"Tapi mungkin akan seru!" Tak disangka Jungkook merespon dengan antusias. Ia menyerukannya seperti anak kecil. Tetap menggemaskan sih, tapi kata-katanya amat sangat membuatku kesal.
"Kenapa kalian tidak menjadi kakak adik saja? Rasanya aku bisa gila."
Bertepatan dengan itu, tiba-tiba guru cempreng yang membuatku harus berada disini datang dan berkacak pinggang melihat kami. "Kalian sempurna ya. Oh, dan Kim Taehyung? Aku mendapat laporan dari gurumu bahwa kau memanjat pagar sekolah bahkan di hari pertamamu? Serius?"
Mendengarnya, aku lantas memberikan tatapan membunuh pada Taehyung. Ia hanya meringis dan memalingkan wajahnya dariku. Dasar sialan.
"Taehyung dan Hyebin kakak beradik, Ssaem!"
Belum selesai aku berurusan dengan Taehyung, suara Jimin membuatku lebih kesal lagi.
Dia berani mencari ribut?
Aku memberinya tatapan tajam yang lebih horror daripada tatapan ku pada Taehyung. Dengan bibir tidak mengeluarkan suara, aku berbicara.
"Ya, sialan keparat, kau akan mati di tanganku. Lihat saja nanti."
[]
Terima kasih atas antusias kalian! Jujur aku seneng banget, tetep staytune di Bad Boy ya. Kita liat sisi berandalan Jimin disini. ><
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy | PJM ✔
Fanfiction[COMPLETE•Follow first] † "He is a bastard, a fucking idiot, and the sexy one." Namanya Park Jimin. Tampan sih, aku akui. Keren dan juga seksi untuk pria berumur 18 tahun. Tapi menurutku semua keunggulan itu tertutupi oleh sifat bajingannya. Dia ada...