Apa kalian pernah mengalami masa hukuman atau bahasa kerennya detensi di sekolah? Membersihkan lantai atau ruangan besar karena disuruh oleh guru galak yang tidak punya hati-seenaknya menyuruh orang atas kesalahan sepele.
Aku sudah mengalaminya berkali-kali, mungkin memecah rekor di setiap sekolah. Mungkin kalian berpikir bahwa aku adalah gadis nakal dan ceroboh, tapi nyatanya memang benar sih.
Hanya saja nakal itu dicoret. Nakal itu lebih cocok untuk adik tololku, Kim Taehyung. Jauh lebih baik diletakkan di namanya.
Saat aku berpikir, aku menyadari bahwa aku sudah kelas 12. Lebih kerennya adalah senior tingkat atas yang lebih dominan daripada siswa tingkat bawah.
Tapi aku tidak merasa begitu. Belakangan ini justru aku merasa anak-anak kelas bawah jauh lebih bar-bar dan gila daripada senior nya. Menyebalkan seperti Taehyung.
"Ya, kau masih betah mengeluh tidak jelas atau membantu kami membersihkan aula yang sudah seperti neraka ini?"
Suara Jimin tiba-tiba saja menghancurkan seluruh keluhanku. Dasar keparat. Aku menatapnya tajam dan mendengus. "Tidak lihat justru aku yang paling berkerja keras disini?"
Jimin mengindikkan bahu. "Aku hanya melihatmu berdiri memegang sapu dari tadi."
"Lalu siapa yang membersihkan toilet? Setan? Hantu?" Balasku kesal dengan tingkahnya.
Jimin terkekeh geli melihatku kesal karenanya. Si berandalan itu tampaknya memiliki obsesi tersendiri untuk membuat orang membencinya.
"Noona, aku lelah. Bisa gantikan aku mengepel lantai?" Taehyung meluruskan tubuhnya dan berjalan ke arahku.
Seenaknya saja. Aku menatapnya jengah. Kalian pasti tahu bahwa aku akan menolaknya kan? Dan itu memang benar. "Kau bermain seks saja bisa sampai tidak pulang. Dan ini? Mengepel lantai saja tidak bisa. Staminamu sudah terbawa dalam rahim huh?"
Kulihat Taehyung tampak membulatkan matanya mendengar omonganku barusan. Kutebak, si tolol itu pasti malu karena aku membocorkan aibnya di depan Jungkook dan Jimin.
"Ya noona! Kenapa kau menyebarkannya!"
"Karena aku mau." Aku mengindikkan bahu santai.
"Benar, ternyata kalian sangat cocok." Celetuk Jungkook memperhatikan kami. "Kalian mirip sekali dengan tom and jerry."
"Tom and jerry ya? Terkadang aku ingin menjadi anjing galaknya. Yang berwarna abu." Candaku sambil terkekeh.
"Kalian masih mau sibuk berbicara atau membersihkan semua ini?" Suara cempreng milik Jimin tiba-tiba saja menghentikan obrolan kami. Dasar penganggu menyebalkan!
"Tidak lihat kami sedang berbicara sambil bekerja?" Balasku kesal. "Kau juga seharusnya bekerja! Jangan hanya mengawasi sambil merokok!"
Kulihat Jungkook diam-diam menahan tawanya mendengar celotehanku. Ia melanjutkan kembali pekerjaannya. "Taehyung-ah, mau lihat sesuatu yang menabjukkan?"
Taehyung menatap Jungkook penuh keingintahuan. "Apa?"
Jungkook mengirimkan kontak mata dan mengisyaratkan Taehyung untuk mengikutinya. Astaga, tolong jangan membuat masalah lagi untukku. Masalahnya aku lagi yang akan disalahkan dan itu melelahkan!
"Jungkook-ah," Ragu-ragu aku memanggilnya dengan panggilan sedekat itu. "Kau mau membawa adik tololku kemana?"
Jungkook tersenyum misterius. "Rahasia. Ayo, kita pergi." Laki-laki maskulin itu menarik Taehyung keluar dari aula.
Oke. Bagus.
Sekarang hanya tinggal aku dan Jimin di aula sebesar ini.
Menghela nafas frustasi, aku meletakkan sapu kesal dan duduk di lantai. "Kenapa aku selalu saja mendapat masalah?!" teriakku hingga bergema ke seisi aula.
"Karena kau memang diciptakan seperti itu. Tidak seperti aku, beruntung." Celetuk Jimin membuatku menatapnya benci.
"Kau hanya beruntung karena statusmu sebagai anak dari pemilik sekolah."
"Oh, kau sudah tahu?" Tanyanya mengangkat sebelah alis. Mendekatkan dirinya. "Hebat."
"Apa yang harus dibanggakan darimu?" Tanyaku balik menatap jengah. "Kau hanya anak pemilik sekolah, tidak istimewa."
"Tapi aku bisa membuatmu bertekuk lutut karena statusku ini." Ujar Jimin balik. Ia berlutut dan menatapku mengintimidasi.
"Membuatku bertekuk lutut?" Aku terkekeh sinting, tersenyum manis-merendahkan. "Aku tidak yakin."
"Oh ya? Kau tidak tahu seberapa hebatnya pesona Park Jimin?"
Aku menggeleng polos, tetap tersenyum begitu manis. "Sayangnya aku tidak tahu. Memangnya seberapa besar? Sebesar ibu jarimu yang lucu itu?"
Ia menggeram, dan dalam hati aku tertawa. Lucu sekali melihatnya menatapku seperti ini. "Bagaimana jika aku tunjukkan?"
Aku mengangguk lagi, "Dengan senang hati. Ayo, coba tunjukkan." Tantangku.
Jimin menyeringai melihatku menantangnya. Berharap aku takut dan tunduk? Cih, tentu saja tidak. Kalau aku disuruh bermain, tentu saja aku mau.
"Kau serius? Kau akan benar-benar tenggelam dalam pesonaku jika kau tidak bisa menahannya."
Aku mendekatkan wajahku padanya. "Tenang saja, bagaimana jika kau yang akhirnya malah jatuh ke dalam pesonaku duluan?"
Ia terkekeh, menikmati saat aku membalas omongannya. "Aku menyukaimu."
"Apa?"
"Baru kali ini aku bertemu seorang gadis yang begitu berani menantangku. Kalau begitu, mari kita buktikan siapa yang kalah lebih dulu. Aku atau kau, gadis manis?"
Aku tersenyum, menatapnya pongah. "Mungkin si gadis manis?"
Entah keberanian darimana, aku semakin memajukan wajahku dan mengecup bibirnya sekilas.
Tanda bahwa aku dan Jimin memulai pertarungan.
Ya setidaknya, kehidupanku di sekolah baru tidak kan semembosankan dulu. Aku punya sedikit hiburan mulai sekarang.
Emm, ngomong-ngomong harusnya kutunjukkan sisi Nakal seorang Kim Hyebin padanya?
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy | PJM ✔
Fanfiction[COMPLETE•Follow first] † "He is a bastard, a fucking idiot, and the sexy one." Namanya Park Jimin. Tampan sih, aku akui. Keren dan juga seksi untuk pria berumur 18 tahun. Tapi menurutku semua keunggulan itu tertutupi oleh sifat bajingannya. Dia ada...