Aku menghela nafas bosan sembari melihat kakiku yang berjalan langkah demi langkah. Tanganku menggenggam sebuah minuman soda yang sempat kubeli sewaktu menunggu Jimin.
Entahlah, sewaktu Jimin bertemu dengan gadis berwajah menor itu dia jadi lebih banyak diam dan membuatku malas juga untuk berbicara.
"Emm, apa kau mempunyai masalah?"
Dasar tolol!
Aku merutuki diri sendiri saat pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulutku. Sebenarnya aku juga bukan tipikal orang yang peduli dengan masalah orang lain karena aku sendiri juga punya banyak masalah yang mampu membuat kepala pening.
"Kim Hyebin, apa kau pernah merasa dikekang oleh orang tuamu?"
Selagi aku menikmati arah pikiranku berjalan kesana kemari, tiba-tiba saja Jimin memberiku pertanyaan. Aku menoleh, melihatnya masih saja menunduk tanpa menatap kearahku atau ke depan.
Aneh, bagaimana jika dia tersandung atau terjatuh? Aku kan tidak bisa menahan tawa. Bisa-bisa suasananya makin canggung.
"Memangnya kenapa?" Tanyaku sembari menepis pemikiran yang semakin melantur. "Maksudmu dikekang seperti tidak boleh pacaran atau mengikuti pergaulan bebas? Tentu saja, aku kan seorang gadis."
Kulihat Jimin berdecak. Apa jawabanku salah? Lagipula dia memberi pertanyaan tidak jelas. Dikekangkan bisa mencakup banyak aspek.
"Oh ya, by the way sampai kapan kita akan berjalan seperti ini?"
Aku menendang sebuah batu kecil.
"Sampai malam."
"Apa?" Mataku membulat. "Kau bercanda ya?"
"Motorku kehabisan bensin. Aku malas mengisinya."
Aku menatapnya kesal, benci tentu saja. Ini sudah pukul 4 dan aku yakin eomma sedang bertanya-tanya mengapa aku belum pulang juga.
Drtt.. Drtt..
Aku menghela nafas kasar dan memilih mengecek siapa yang menelfon. Dan tidak seperti yang kuduga, Taehyung yang menelfon.
"Hallo?" Tanyaku mengawali pembicaraan.
"Noona! Noona belum pulang?" Pekiknya membuatku menjauhkan ponsel.
"Memangnya kau sudah?" Tanyaku balik.
"Wah, noona sedang pacaran ya dengan Jimin hyung? Tidak biasanya noona pulang setelah aku." Ucapnya begitu menyebalkan. "Ini bisa menjadi pembelaanku diwaktu eomma memarahiku karena pulang terlambat!"
Aku mendengus mendengarnya. Seperti biasa, Taehyung itu suka sekali mengadu dan mengaitkanku dengan segalanya. Sekarang kalian bisa mengerti kan kenapa namaku juga ikut rusak?
"Kau mengadu, kubunuh kau. Kau lupa apa yang ku lihat dua hari lalu? Siapa lagi itu? Hah?"
"I-itu. Bukan aku."
Aku terkekeh sinis mendengarnya. Kena kau dasar adik tolol. Bisa-bisanya dia pergi ke club dan menyewa gadis disana.
"Jangan berbohong! Sekarang aku akan pulang, bilang saja kalau kau merindukanku Tae. Bilang pada eomma kalau aku ke perpustakan makanya terlambat, oke adik manis?"
Kudengar dari sebrang pria itu berdecih, seperti biasa kalah telak sewaktu melawanku. "Dasar noona menyebalkan!" Pekiknya lalu mengakhiri panggilan.
"Adikmu ya?"
Saat aku memasukkan ponsel ke dalam saku, suara Jimin membuatku menoleh. "Siapa lagi?"
"Boleh tidak aku menginap di rumahmu malam ini?"
Aku membelakkan mata mendengarnya. Dia sudah gila? Aku bahkan tidak tahu apa tabiatnya. "Tentu saja tidak! Kau kan punya rumah sendiri! Anak pemilik sekolah lagi!"
Jimin mendengus dan tiba-tiba saja duduk di bangku kosong dekat jalanan. (Aku dan Jimin hanya sedang berjalan-jalan di sekitar apartemen Hyorim)
"Aku malas bertemu eomma."
"Ibumu pasti memanjakanmu kan? Jangan berkata seperti itu, kau membuatku malas."
"Dia bahkan tidak pernah bertemu denganku. Paling hanya setahun sekali." Lanjutnya acuh.
"Apa?" Tanyaku tidak menyangka. Sesibuk apa sampai tidak punya waktu seperti itu?
"Eomma baru saja kembali dari Jepang."
"Kalau begitu manfaatkan waktumu dengannya bodoh, kau bilang tidak pernah bertemu!"
"Untuk apa? Kau tidak tahu apapun." Tiba-tiba saja Jimin berdiri dan berjalan kembali, meninggalkanku hingga aku terpaksa menyusulnya. "Kau bahkan hanya seorang anak baru yang membuatku menderita hari ini."
Aku menatapnya tajam dan mengepalkan tangan mendengar ucapannya. Kenapa dia malah marah dan mengataiku?
"Kalau aku hanya seorang anak baru yang mengusikmu lalu kau apa? Bagiku kau juga hanyalah anak berandalan yang beruntung karena status! Aku sudah berbaik hati memberimu saran tapi kau malah mengataiku. Kau kenapa sih? Dasar tidak waras."
"Kalau begitu, berhentilah ikut campur dalam urusanku karena aku juga tidak membutuhkan saran darimu."
"Apa?" Tanyaku tak percaya. "Aku? Berusaha ikut campur dalam urusanmu? Aku hanya berusaha peduli, bukan ikut campur."
"Kalau begitu hentikan, aku tidak butuh dan aku tidak suka."
Aku menatapnya benci dan menendang pergelangan kakinya. Kenapa sekarang dia malah membuat keadaan seolah aku yang begitu ikut campur dalam urusannya?
"Terserah apa yang kau pikirkan tentangku."
Aku sudah muak dengan Jimin. Aku memilih untuk meninggalkannya dan pulang menggunakan taksi. Masa bodoh dengan anak pemilik sekolah itu. Mau dia luntang lantung atau menelfon supirnya aku tidak peduli.
To Childish Dongsaeng:
"Kirimkan aku uang cepat! Jika tidak kau kirim dalam 5 menit, aku akan mengadu tentang peristiwa dua hari lalu!"Beberapa menit kemudian, pesanku dibaca dan mendapatkan balasan.
From Childish Dongsaeng:
"Apa-apaan Noona ini? Kau kan bersama Jimin hyung! Uangku habis!"Aku menghela nafas kasar dan mengetikkan balasan.
To Childish Dongsaeng:
"Kirimkan saja idiot, aku sedang kesal sekarang."[]
Thankyou for 600 readers!
Tolong Vote di setiap chapter ya. Jangan hanya menjadi siders. >< Kuminta tolong bantuannya! ❤
Oh ya, kedepannya mungkin aku bakalan jarang update karena US. T_T
13-04-2020.
Cl.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy | PJM ✔
Fanfiction[COMPLETE•Follow first] † "He is a bastard, a fucking idiot, and the sexy one." Namanya Park Jimin. Tampan sih, aku akui. Keren dan juga seksi untuk pria berumur 18 tahun. Tapi menurutku semua keunggulan itu tertutupi oleh sifat bajingannya. Dia ada...