Nineteen : Simbiosis

1.2K 146 0
                                    

Aku meremat kaleng soda dengan perasaan teramat kesal. Rasanya ingin memukul dan menampar keras pipi Park Jimin jika Jungkook tidak lebih dulu membawaku pergi dari situasi kacau itu.

"Jangan dipikirkan, Jimin memang suka berbuat seenaknya." Jungkook menepuk bahuku lembut. Ia tersenyum tipis dan meraih tanganku. "Ada pangeran tampan disini. Jadi jangan pikirkan berandalan itu."

Aku terkekeh mendengar lelucon terlampau percaya dirinya. Dari awal, aku sungguh berterima kasih karena Jungkook selalu peduli padaku.

"Tapi tetap saja, bibirku dicium olehnya. Aku jijik." Gidikku otomatis memegang bibir. Teringat sudah berapa kali bibir malang ini disalahgunakan oleh berandalan tidak tahu etika itu.

"Kalau begitu mau aku bersihkan?"

Aku memukul lengannya keras, tidak yakin juga pukulanku terasa di badannya yang berotot. "Jangan berbuat macam-macam, kejadian lapangan dan bioskop sudah cukup."

Mendengar ucapanku yang tampak lucu di matanya, Jungkook malah tertawa. "Kau masih ingat? Itu romantis lho."

"Romantis apanya? Semua ciuman yang aku alami disini bahkan tidak memakai persetujuanku!" Aku mendengus dan menghentakkan kaki kesal. Niatku ingin menjalani masa terakhir sekolah seperti di drama romansa, hancur sudah. Berandai dimana dua karakter utamanya saling mencintai dan berciuman dengan romantis, huft.

"Kalau begitu kau mau ciuman bergaya di drama-drama Korea? Begitu?" Tanyanya seakan-akan membaca pikiranku.

Aku menoleh, melihatnya tersenyum amat sangat manis padaku. Oh Tuhan, kini aku bersyukur karena tidak punya penyakit diabetes. "Kau mau mewujudkannya?"

Jungkook memiringkan kepalanya, menganggap pertanyaanku sebagai tantangan. "Kalau kau mau."

Aku mengindikkan bahu dan balas menatapnya. Merasakan alam bawah sadarku memekik campur aduk. "Coba hapus bekas ciuman Jimin dengan manis."

Oke, dan tentu saja aku hanya bercanda, aku tidak membayangkan Jungkook akan seberani—

Cup!

Jungkook tersenyum dan dengan senang hati memajukan wajahnya. Ia mulai menempelkan bibir tipisnya ke depan bibirku dan melumatnya perlahan.

Aku nyaris memekik saat kurasakan lidahnya masuk ke dalam mulutku. Shit, ini benar-benar ciuman.

"Kau mau ini seksi atau lembut?"

Jungkook sialan!

Bagaimana bisa aku menjawab pertanyaan seperti itu disaat tubuhku saja sudah menegang merasakan sensasi seperti ini?

"Kalau kau tidak menjawab, aku yang akan memutuskan."

Tangan kirinya menelusup ke belakang kepalaku. Mengelus rambutku super duper lembut. Bibir tipisnya masih asik melumat, sedangkan aku hanya bisa menikmati. Memejamkan mata.

Aku tidak tahu sudah berapa lama kami berciuman. Namun yang kurasakan saat ciuman kami berakhir, bibirku berdenyut. Sialan. Membengkak!

Aku memukul lengannya karena Jungkook hanya terkekeh melihat keadaanku.

"Kau benar-benar gila." Gumamku padanya.

"Kau yang membuatku gila."

Sumpah, dia ini benar-benar pandai berdebat ya? Daripada diteruskan, aku memilih lanjut berjalan dan meninggalkan iblis kelinci itu dibelakang. Aku tidak yakin dia akan diam saja. Karena aku tahu dia akan menyusulku.

•••

"Ya, Park Jimin. Jawab aku, apa gadis itu benar-benar pacarmu?"

Hyorim lagi-lagi berusaha berdiri di hadapan Jimin. Setelah kejadian tadi, Jimin malah meninggalkannya tanpa memberinya penjelasan apapun.

Jimin menghela nafas kasar dan menepis tangan gadis itu. "Minggir."

"Kau berbohong kan? Aku tahu gadis itu bukan tipemu."

Jimin menghentikan langkah dan menatap tajam kepada gadis yang dijodohkan dengannya itu. "Jadi kau menyangka bahwa tipeku itu sepertimu?" Terkekeh meremehkan, Jimin melanjutkan ucapannya. "Percaya diri sekali."

Menahan emosi yang membludak, Hyorim mengepalkan tangannya. "Memangnya ada apa denganku? Apa salahku?"

"Kim Hyorim." Panggil Jimin tersenyum miring. "Oh, atau lebih baik kupanggil Kim Hyorim Noona?"

Tidak tahan, satu tamparan dilayangkan oleh gadis itu. "Kau tahu aku paling benci panggilan menyebalkan itu kan? Aku hanya satu tahun lebih tua darimu, Park Jimin. Kau pikir aku seorang gadis tua yang berniat mengemis uangmu? Aku juga memiliki keluarga yang cukup kaya. Berhenti merendahkan dan menghakimiku seolah aku tidak ada apa-apanya disini."

"Kalau begitu kenapa kau masih setuju dijodohkan denganku dan bukannya dengan Jungkook, kalau kau memang tidak ada apa-apanya?"

"Sudah kukatakan kalau aku tidak menyukainya." Hyorim memalingkan muka tidak suka.

Jimin terkekeh rendah. Menatap Hyorim dari atas sampai bawah. "Karena dia tidak cukup kaya kan? Setelah kau mendengar tentangku, kau memutuskan untuk menerima lamaran ibuku. Kalau begitu, kenapa tidak nikahi ibuku saja?"

"Kau tidak waras?"

"Ya, aku sudah tidak waras. Kau tahu insiden yang kualami 2 tahun lalu kan? Jangan merasa kalau aku tidak tahu kalau kau memanfaatkannya, Kim Hyorim."

Hyorim membulatkan mata dan terkekeh sinting. Bersikap seolah tidak tahu namun malah membuat dirinya terlihat bodoh. "Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan."

"Kau tahu kalau insiden itu membuat hubunganku dan Jungkook menjadi renggang. Namun kau malah memanfaatkan situasi dengan memperalat ibuku?" Tatap Jimin tajam.

Hyorim terdiam dan balas menatap Jimin. Bukannya menangis, gadis itu bertekad untuk melawan. Menatap Jimin sama tajamnya. "Ibumu menyukaiku, mudah saja bagiku untuk meyakinkannya kalau gadis itu hanyalah sampah diantara kalian. Benalu yang memang harus disingkirkan."

"Kenapa kau melakukan itu? Kau mau uang keluargaku, atau kepopuleranku? Mau menjadikanku alat?"

Hyorim menatap Jimin benci, seolah ada dendam yang tidak bisa ia tahan. "Keluargamu membuat keluargaku hancur. Aku tahu niat busuk ibumu. Ingin menjodohkanku denganmu agar dia bisa menyesap habis harta ayahku. Kau pikir aku bodoh? Ada alasan lain. Alasan yang membiarkan ibumu melakukannya seolah dia yang berkuasa. Sejujurnya, aku juga muak. Aku benci disaat kau menginjak-injak harga diriku, dimana keadaan seharusnya ada di tanganku. Di dalam kendaliku."

"Alasan apa? Katakan padaku."

Hyorim terkekeh miring. Merasa dirinya yang memiliki kunci sekarang. "Kau akan tahu saat pernikahan kita nanti."

"Aku tidak akan menikah denganmu."

"Tapi sayangnya kita harus. Ibumu juga menginginkannya. Ini simbiosis mutualisme, Jim. Dimana disini aku diuntungkan, sedangkan keluargamu juga mendapat harta dari keluargaku. Kita ini bekerja sama. Jadi jangan khawatir, kau juga akan dapat imbalannya."


[]

Gimana aku bisa blg ini? Mood menulisku sedang ilang entah kenapa.. 😭 Apa yg harus kulakukan?

Bad Boy | PJM ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang