"Aku tidak mengerti kenapa kita bisa satu kelompok. Si gadis serampangan, si menyebalkan, dan aku. Woah, hebat sekali."
Ucapan Jimin seketika saja membuatku mencibik kesal. Setelah usai sekolah tadi, berandalan bodoh ini tiba-tiba saja memaksaku untuk kerja kelompok.
Katanya sih supaya cepat selesai dan kita bertiga tidak usah bertemu lagi.
Tapi bagaimana bisa?!
Kalau kita bertiga saja sekelas bersama.
Jungkook terkekeh miring, malas juga sebenarnya bertemu Jimin, mengingat pertemuan mereka yang terakhir kali. "Siapa suruh hari itu kau membolos?"
"Apa? Kau menyindirku?"
Jungkook mengindikkan bahu acuh. "Kalau kau merasa tersindir."
"Dasar—"
"Bisa tidak jangan bertengkar?" Selaku merasa kedua bocah ini akan pukul-memukul sebentar lagi.
Jungkook menghela nafas kasar dan menatap Jimin sekilas. "Urusan kita belum selesai."
"Memang."
Aku mendengus dan berusaha sabar. Aku juga yang salah karena mempunyai nasib sial dalam memilih kelompok. "Presentasi Kim Ssaem seminggu lagi, kita kerjakan dan selanjutnya antisipasi supaya jangan pernah sekelompok lagi."
Keduanya mengangguk dan menatapku.
"Apa?" Tanyaku risih sendiri.
"Apa yang harus kukerjakan?" Tanya keduanya nyaris bersamaan. Setelah keduanya sadar, segera saja mereka menatap satu sama lain—jijik.
Lantas aku menghela nafas, seumur hidup ini pertama kalinya aku mengkoordinasi sebuah grup dan aku tidak merasa tersanjung sama sekali. "Park Jimin, kau cari materi prensetasi di situs naver. Jungkook-ah, kau tuliskan setiap subjek yang ditanyakan. Tulisanmu bagus seingatku."
Mendengar pujianku, Jungkook tersenyum manis dan tanpa kusadari membuat Jimin mendengus.
"Oh ya, aku baru sadar kalau Taehyung belum pulang." Gumamku melihat sekeliling—eomma juga sedang pergi ke rumah saudaranya. Fyi, kami bekerja kelompok di rumahku karena kedua bocah ini dengan cepat saling menolak meminjamkan rumah mereka.
"Kulihat dia pergi bersama seorang gadis tadi." Celetuk Jungkook yang seketika saja membuat alisku terangkat.
"Seorang gadis? Dia?"
Jungkook mengangguk. "Aku tidak mengenali gadis itu karena mereka sudah terlalu jauh, tapi dari pakaiannya sepertinya lebih tua."
"Dasar adik sinting! Sudah kuperingatkan berkali-kali supaya tidak bermain wanita lagi, masih saja keras kepala!"
"Adikmu itu menikmati hidup, tidak seperti kakaknya." Celetuk Jimin tetapi masih berfokus pada laptop. Cih, sok pintar sekali.
"Terserah kau." Aku memutar bola mata malas, memilih merangkum bahan.
"Hyebin-ah, dimana toiletnya?" Tiba-tiba saja Jungkook berdiri dan menatapku, mungkin panggilan alam.
"Disana, lurus saja dan masuk ke pintu berwarna putih."
Selepas kupastikan Jungkook masuk ke pintu yang benar, aku kembali melanjutkan pekerjaanku.
"Kim Hyebin," Panggil Jimin, memikirkan sesuatu. "Apa benar hari Jumat lalu … aku mabuk?"
Aku menoleh dan mengernyit karena berandalan ini tiba-tiba saja menanyakan kejadian yang sudah berlalu. "Kenapa memangnya?"
"Paginya aku bangun di apartemen milik Jungkook. Aish, kenapa kau tidak membawaku ke rumahmu saja?" Tanyanya frustasi sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy | PJM ✔
Fanfiction[COMPLETE•Follow first] † "He is a bastard, a fucking idiot, and the sexy one." Namanya Park Jimin. Tampan sih, aku akui. Keren dan juga seksi untuk pria berumur 18 tahun. Tapi menurutku semua keunggulan itu tertutupi oleh sifat bajingannya. Dia ada...