Eight : Friend

1.9K 202 11
                                    

Hari kedua di sekolah baru.

Aku tersenyum tipis kepada satpam yang menyapa. Melihat para siswa yang seolah menjauhiku-atau memang begitu, adik tololku yang lagi-lagi menyembunyikan sepatuku-dasar keparat, dan masalahku dengan berandalan itu kemarin seolah membludak menjadi satu.

"Noona, jangan merenggut terus. Aku malas tahu melihatnya. Merusak pemandangan."

Aku menatap Taehyung datar dan memilih untuk tidak menanggapinya. Dari kejauhan kulihat Jeon Jungkook sedang memarkirkan motornya. Buru-buru aku tersenyum dan menghampiri pria menggemaskan itu.

"Jeon Jungkook!"

Jungkook menoleh dan melambaikan tangannya kepadaku. "Hyebin-ah! Bagaimana kabarmu?"

Aku mengangguk, ya meski tidak terlalu baik sebenarnya. "Aku senang melihatmu."

"Karena aku tampan?"

Aku terkekeh, oke. Terima kasih kepada Jungkook yang berhasil memperbaiki mood ku. "Ya, terserah kau."

"Bagaimana kemarin? Kau sudah lebih akrab dengan Jimin?"

Mendengar Jungkook menyebutkan kata Jimin, aku menghela nafas kasar. "Bisa tidak jangan ada topik soal dia hari ini? Citra diriku jadi hancur gara-gara dia. Aku muak."

Jungkook menaikkan alisnya menyadari perubahan cara bicaraku. Dia menunjuk dirinya sendiri. "Apa kau marah padaku karena menyuruh Jimin bersamamu?"

"Ya!" Aku menatapnya kesal. Untuk saat ini aku minta maaf karena melampiaskan emosiku padamu, Jung. "Aku kesal pada semua orang."

"Noona!" Taehyung memekik dan segera menghampiriku. Setolol-tololnya adikku, dia cukup peka pada sifatku saat marah. Buru-buru Taehyung melerai walau sebenarnya kami tidak bertengkar. Disaat begini saja berguna. "Hyung, maafkan noona." Taehyung membisikkan sesuatu pada Jungkook. "Mungkin noona ku sedang pms."

Aku memicingkan mata, mencoba mengetahui apa yang Taehyung bisikan hingga Jungkook terkekeh lalu mengatakan Oh begitu sambil menatapku.

"Hyebin-ah, mau kubelikan es krim?" Tanyanya tiba-tiba lalu menatap adikku. "Taehyung-ah, kau ke kelas saja dulu. Aku mau bersama noona mu sebentar."

...

"Maaf."

"Untuk?" Aku menatap Jungkook yang asik memakan es krimnya.

"Karena membuatmu marah. Seharusnya aku tidak melibatkanmu dengan Jimin."

"Apa selain berandalan dia itu tempramen? Dasar tidak waras." Ucapku bergumam sendiri. "Kau tahu, kemarin dia bertemu dengan seorang gadis."

"Gadis? Siapa?"

Aku mengindikkan bahu, "Aku tidak tahu pasti. Tapi gila, bau parfum nya sangat menyengat. Aku sampai ingin muntah." Aku bergidik sendiri saat mengingatnya.

"Hyorim? Apa yang kau lihat kemarin itu dia?"

"Bagaimana kau tahu namanya?" Menatapnya kaget, aku menuntut jawaban.

"Geunyang. Dia itu hanya gadis yang gemar sekali pergi ke club dan berdandan menor, makanya Jimin benci sekali padanya."

"Apa dia menyukai Jimin?"

Jungkook mengangguk namun sesaat kemudian tersenyum jahil. "Kenapa kau cemburu?"

Mendengarnya berkata begitu, aku merasa seperti mendengar hal tabu yang tidak boleh diucapkan. Aku agak menyesal sebenarnya karena kemarin aku bahkan mengecup bibirnya. Gila. Waktu itu bukan aku, aku yakin itu. Aku pasti kerasukan.

"Yang ada dia yang jatuh cinta padaku duluan. Oh ya, kan sudah kubilang jangan membahasnya hari ini." Helaku pelan. "Jungkook-ah, apa kau salah satu siswa teladan disini?"

"Maksudmu?"

"Kau mau membolos?"

...

"Kau anak yang terlalu berani, Hye. Hebat sekali kau membolos di hari kedua."

Aku terkekeh mendengarnya, kami sedang berada di taman belakang sekolah sekarang. Aku bahkan tidak tahu ada taman sebagus ini. "Bagiku ini sudah biasa. Kau tahu apa julukanku di sekolah terakhirku? Bad girl. Ya karena aku ketahuan menyadap satpam saat membolos."

"Kenapa? Kau tidak nyaman di sekolah?"

"Jangan terlalu munafik. Setiap orang yang bersekolah pasti membenci yang namanya belajar. Begitu pun aku."

"Lalu kalau kau membencinya, kenapa kau masih bersekolah?"

"Apalagi alasannya selain menuruti orang tua dan mengawasi Taehyung?" Aku menendang sebuah batu kecil. "Lagipula aku bisa bertaruh seminggu kedepan aku akan keluar lagi."

Mendengar ucapanku, tiba-tiba saja Jungkook terdiam dan membuatku memiringkan kepala bingung. Apa ada yang salah dengan ucapanku tadi?

"Kau memang selalu berpikir mudah begini ya."

Aku semakin tidak mengerti dengan ucapannya. "Mudah? Apa maksudmu?"

"Kau akan masuk dan keluar sesukamu. Apa kau tidak memikirkan orang-orang yang berada di sekitarmu?"

Aku tersenyum pahit menanggapinya. Maksudnya orang-orang yang peduli padaku kan? "Aku tidak punya mereka, Jungkook-ah. Aku sudah terbiasa dengan kehidupan tanpa sosialisasi."

"Lalu aku? Kau sama sekali tidak menganggapku?"

Sekarang aku yang terdiam. "A-ada apa denganmu? Kita bahkan baru mengenal kemarin. Kau masih memiliki banyak orang selain aku."

"Berarti kau tidak menganggapku teman?"

Aku tentu saja tidak bisa menjawab tidak untuk menganggap Jungkook hanya sebagai angin lalu karena dia adalah pria ter-menggemaskan yang pernah kutemui, namun untuk iya, itu juga terlalu sulit untukku, kalian paham kan? Alhasil aku tidak bisa menjawab apapun.

"Bisakah untuk kali ini jangan pindah?" Mohonnya memegang tanganku. "Meski kau tidak menganggapku teman, aku membutuhkanmu."

"Kenapa kau membutuhkanku, Jung?" Tanyaku terkekeh kosong.

"Karena kau satu-satunya teman yang kupunya selain Jimin. Aku tidak mau kehilangan seorang teman."

"Kau bohong. Mana mungkin pria tampan sepertimu tidak memiliki teman? Berhentilah memperumit keadaan, Jungkook-ah, karena beginilah siklusku hidup. Aku akan keluar saat Taehyung membuat masalah. Jadi jangan membuatku merasa bingung dengan menganggapku sebagai teman. Aku minta tolong padamu." Ucapku membuatnya terdiam. Sejujurnya, aku merasa bersalah. Kebanyakan pindah sekolah membuat perasaanku sedikit teredam karena kebiasaan.

[]

Ini full scenenya JungHye. Aku akan bergantian ya masukin momennya. ❤

Bad Boy | PJM ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang