Aku menelan ludah kasar sambil satu tangan meremat seragam Jimin—mengantisipasi jika berandalan ini kabur kapan saja dan meninggalkanku sendirian karena sekarang kami berdua sudah berada di depan istana kerajaan.
Rumah milik anak pemilik sekolah.
Tolol.
Sebenarnya apa yang kupikirkan? Aku menyesali ucapanku sendiri perihal hati nurani. Kenapa aku terus saja menurutinya dan malah menjemput ajalku sendiri? Pasalnya setelah obrolan kami di sekolah tadi, aku malah mengajaknya untuk bertemu Ny. Park. Gila sekali bukan? Entah apa yang merasukiku akhir-akhir ini.
"Apa ibumu ada di rumah?" Tanyaku pada Jimin. Bukannya khawatir, dia malah asik memainkan game cacing entah apa itu. Menyebalkan.
Tolong, jawab tidak.
"Ada."
Aku merutuki diri dan bersiap ingin kabur diam-diam. Namun sialnya, takdir berkehendak lain. Pintu tiba-tiba saja terbuka dan menampilkan presensi wanita yang kulihat beberapa minggu lalu.
Si wanita psikopat berpenampilan serba mahal.
"Jimin-ah!" Panggilnya dengan cara yang sama. Terlihat sok menyambut hanya untuk kedok orang tua baik.
Jimin menghembuskan nafas jengah dan ingin masuk begitu saja. Tampaknya si sialan ini lupa kalau ada aku di sebelahnya.
"Ya!" Pekikku pelan, takut jika ibu Jimin mendengarnya. "Jangan tinggalkan aku bodoh!"
Aku berusaha menggapai lengannya disaat—
"Oh, kau gadis yang waktu itu mengantar Jimin juga kan?"
Shit.
Sekarang dia … bertanya padaku kan?
Netra pekat milik wanita itu menatapku angkuh—memperlihatkan kedudukannya. "Siapa namamu?"
"A-ah, perkenalkan namaku—"
"Pergilah, kau sudah mengantarku dengan aman." Potong Jimin lagi-lagi seperti waktu itu. Tidak membiarkanku memperkenalkan diri.
"Jimin. Biarkan dia memperkenalkan dirinya."
Jimin berbalik dan memutuskan untuk tidak jadi masuk ke dalam rumah. Oh tidak, apa aku harus jadi saksi bisu pertengkaran mereka lagi?
"Kau lupa apa kata Eomma?" Ny. Park menyilangkan kedua tangannya. "Kau mau—"
"Jangan melakukan apapun atau aku tidak akan pernah mau Eomma jodohkan."
Ibu Jimin tersenyum pongah dan ekor matanya melirikku. "Jadi?"
"Aku akan—"
"Perkenalkan, namaku Kim Hyebin, pacar Park Jimin!"
Aku sudah tidak peduli lagi reaksi apa yang akan muncul. Masalahnya, aku tidak mau melihat pertengkaran ibu dan anak. Aku disini ingin membantu Jimin, bukan hanya menjadi pengamat. Seusai deklarasi yang menurutku juga cukup gila (karena keluar dari mulutku sendiri), aku tidak berani menatap ke arah Ny. Park atau bahkan Jimin.
Selagi aku berusaha menenangkan diri karena ini adalah pengakuan terbodoh dan tergila yang pernah aku lakukan, kurasakan tanganku ditarik dan dibawa ke sudut rumah.
Jimin menatapku tajam, menuntut penjelasan kenapa aku melakukan semua itu. "Bisa kau jelaskan, nona?"
Aku menatap mata milik Jimin, yang jujur sedikit menenangkanku. "Aku sudah bilang aku akan membantumu."
Jimin menghela nafas kasar. "Kau bilang kau tidak bersedia menjadi pacar pura-pura ku, kenapa sekarang …"
"Karena aku tahu ibumu juga pasti mengetahui namaku dan apa pentingnya aku disini." Selaku. Aku menggigit bibir bawah pelan. "Shit. Aku tidak pernah menyangka genre hidupku akan menjadi menyeramkan seperti ini."
Aku menatap Jimin lagi. "Kau sendiri mengetahui kalau ibumu itu rela melakukan apapun demi mencapai rencana anehnya itu. Aku tahu dia pasti juga sudah mencari tahu tentangku. Latar belakang atau apapun itu. Mana mungkin dia tidak penasaran saat kau membawa seorang gadis ke rumah?"
Jimin terdiam dan menghela nafas kasar. "Aku yang akan bertindak, kau diam saja. Aku akan mengatakan pada Eomma kalau tadi itu kau hanya bercanda."
"Ya, Park Jimin." Aku menahan tangannya saat dia ingin berbalik. "Kau pikir aku kesini hanya untuk menjadi saksi bisu pertengkaran kalian?"
"Kalau begitu pergilah."
"Kalau kau takut kejadian 2 tahun lalu terulang lagi, takutlah pada dirimu sendiri. Kau yang tidak cepat bertindak waktu itu. Kau yang tidak tahu apapun soal penderitaan gadis itu."
Mendengarku berkata seperti itu, Jimin berbalik dan netranya menatapku kelewat tajam. "Kau tidak tahu apapun."
"Ya, aku memang tidak tahu. Tapi dari kejadian itu aku setidaknya mengerti kalau kau terlalu takut untuk keluar dari ancaman wanita psikopat yang sialnya adalah ibumu itu. Kau tidak membantu Hyeran untuk melawan ibumu. Kau membiarkannya berjuang sendirian."
"Lalu kau mau aku bagaimana kali ini?" Jimin menyerah. Dia tidak tahu akan melakukan apa sekarang. Rautnya kacau, dan mengacak rambutnya frustasi.
"Bantu aku. Bantu aku melawan ibumu."
"Dan membiarkan kejadian—"
"Sudah kubilang aku tidak seperti gadis bodoh itu!" Potongku kesal sendiri. "Aku akan melakukannya dengan caraku sendiri. Aku akan melawan ibumu bagaimanapun itu. Nyawaku adalah hakku, siapa dia berani merenggutnya?"
Jimin menatapku tidak percaya, sedikitnya mungkin kehilangan harapan. "Kau tahu ibuku orang yang berbahaya."
"Ayo kita susun rencana." Ucapku menatapnya yakin. "Kita buat rencana yang akan membuat perjodohan bodoh ini batal."
"Apa … rencanamu?"
"Taehyung."
"Apa?" Tanyanya tak mengerti kenapa tiba-tiba aku menyebut nama si tolol itu.
"Aku juga tidak percaya orang seperti dia ada gunanya disaat seperti ini." Ucapku tidak percaya sendiri. "Dia mengenal Hyorim."
"Bagaimana bisa?"
"Katanya Kim Hyorim adalah salah satu pelanggan tetap club yang sering dia datangi. Mereka bahkan pernah mengobrol beberapa kali."
Jimin terkekeh. "Kalau begitu jangan melarang adik pintarmu untuk tidak pergi ke club."
Aku merotasikan bola mata jengah. "Aku akan meminta Taehyung untuk mendekati Hyorim dan membuat gadis itu mengungkap semuanya."
"Hyorim bukanlah gadis yang mudah dibujuk hanya dengan uang atau tidur bersama."
"Kau tidak tahu keahlian adikku ya? Meski dia tolol, dia pandai sekali mengambil hati orang-orang."
Jimin menggelengkan kepalanya tak percaya. "Lalu?"
Aku tersenyum. "Kita akan berpura-pura pacaran. Aku yakin ibumu akan mengancamku, tapi disini Jungkook yang akan bertindak."
"Jungkook?"
"Ya, berterima kasihlah padanya. Dia akan membuat ibumu pergi keluar Korea lewat koneksi ayahnya. Saat ibumu tidak ada dan Hyorim sudah ada dipihak kita, kita buat sebuah skenario."
"Skenario apa?"
"Bahwa kau akan mengungkap semua perbuatan busuk ibumu dua tahun lalu. Kau akan melaporkannya ke polisi. Itu akan membuat ibumu ditangkap kan? Wanita seperti dia pasti tidak akan mau kulitnya terkena iritasi apalagi tinggal di sel bau seperti itu. Mau tidak mau, dia akan kembali mengancammu." Aku mengambil nafas panjang. "Disaat dia mengancammu, Hyorim dan kau akan bekerja sama untuk sama-sama tidak menyetujui perjodohan. Hyorim anak kepala polisi kan? Itu bisa membantu."
[]
Rencananya emg agak aneh, tapi akan lebih jelas di chapter berikutnya. Wkwkwk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy | PJM ✔
Fanfiction[COMPLETE•Follow first] † "He is a bastard, a fucking idiot, and the sexy one." Namanya Park Jimin. Tampan sih, aku akui. Keren dan juga seksi untuk pria berumur 18 tahun. Tapi menurutku semua keunggulan itu tertutupi oleh sifat bajingannya. Dia ada...