"Apa yang sedang kalian lakukan?"
Aku terkesiap saat melihat Jungkook dan Taehyung tiba-tiba saja datang dan masuk ke aula. Sial. Kenapa mereka datang cepat sekali? Buru-buru aku memundurkan diri dan merapikan rambut, bersikap seolah tidak ada yang terjadi.
"Kalian mengganggu."
Jimin bangkit dengan santai dan menyesap rokoknya. Melihat hal itu, jelas aku membulatkan mata dan amat sangat memuji aktingnya yang luar biasa. Daripada menjadi berandalan, kenapa dia tidak debut jadi aktor saja?
"Noona, kalian ciuman?"
"Tentu saja ti—"
"Kakakmu yang menciumku duluan." Potong Jimin lagi-lagi membuatku membulatkan mata. Lekas saja aku menjitak kepalanya kesal.
"Ya! Aku tidak menciummu bodoh!"
"Lalu apa yang kau lakukan apa bibirku? Memperkosanya?" Tanya Jimin sarkastik, yang bahkan tidak perlu jawaban.
Aku memalingkan muka, tentu saja tidak sepenuhnya menentang. Tapi hey, itu bahkan tidak bisa disebut ciuman. Aku hanya menempelkan bibirku pada bibirnya! Ralat! Bahkan aku tidak merasakan sesuatu yang manis atau apapun itu! Dasar tolol.
"Hyebin-ssi, kuperingatkan agar kau hati-hati pada Jimin. Dia itu sudah mencium banyak gadis. Siapa tahu kau tertular penyakit."
"Kelinci bangsat!" Umpat Jimin tak terima walau mungkin memang benar.
Aku memutar bola mata malas dan lebih memilih untuk tidak melanjutkan percakapan kotor ini. "Jungkook-ah, kau tidak usah memanggilku formal begitu. Kau dapat memanggilku dengan santai."
Jungkook tersenyum. "Benarkah? Kalau begitu kita semakin dekat dong?" Lanjutnya mengedipkan mata.
Aku terkekeh melihatnya. "Jangan berharap aku mudah luluh, tuan."
"Noona, hari ini kau pulang sendiri kan?" Tanya Taehyung tiba-tiba.
"Kenapa? Kau mau berbuat apa? Mau main sampai dimarahi eomma?" Tudungku menatapnya sengit.
Si tolol itu mencibik. "Aku mau main, ini kan baru hari pertama. Lagipula eomma tidak marah jika mulut noona tidak asal bicara seperti burung beo."
Aku seketika saja memukul pantatnya. Berani sekali dia mengataiku burung beo?! Dasar bocah menyebalkan. "Lihat saja, aku akan membuatmu dikurung malam ini." Ancamku padanya.
"Kalau begitu aku juga akan membuat Noona mengaku pada eomma. Aku akan katakan kalau hari ini noona berciuman!"
Aku membulatkan mata mendengarnya mengancamku balik. Oh Tuhan, apa benar laki-laki tolol ini adikku?
"Da—"
"Sudah, sudah. Kakak adik itu seharusnya akur, saling membantu." Ucap Jungkook mencoba melerai. "Bagaimana jika hari ini Taehyung ikut denganku, dan kau ikut dengan Jimin?"
"Apa? Kau tidak waras ya? Gila sekali aku ikut dengan berandalan!" Pekikku tak terima. Aku juga ikut kena hukuman gara-gara dia. Tidak ada harga diri sekali jika aku terus menerus bersamanya.
"Kau takut ya jatuh ke dalam pesonaku?"
Aku menatapnya kesal. "Takut?" Aku melangkah maju, menyilangkan tangan angkuh. "Aku hanya takut jika nanti aku ikut denganmu, kau yang malah jatuh cinta pada pandangan pertana."
"Kau mau buktikan? Kalau begitu ayo ikut." Tantangnya balik, yang tentu saja tidak bisa kutolak.
•••
"Ya, kau mau membawaku kemana?" Aku terdiam begitu Jimin memberikan helm sedangkan dia bersiap-siap naik ke atas motor mewahnya.
"Sudah, pakai saja nanti juga kau tahu." Ucapnya sembari menungguku.
"Kau tidak akan menculikku kan?"
Jimin mendengus, malas mendengar celotehanku yang tentu saja tidak akan terjadi. "Kalau ingin dipakaikan bilang saja, tidak usah mengulur-ulur waktu begitu."
Tanpa bisa kutebak, Jimin turun dari motornya dan mengambil helm dariku. Aku terdiam dan melihat Jimin memasangkan helmnya ke atas kepalaku. Gila. Kenapa jantungku malah berdebar sekarang?
"Jangan membeku seperti itu, kan tidak seru jika kau sudah luluh sekarang."
Lekas saja aku menyadarkan diri dan menatapnya tajam. "Mana ada!" Segera saja aku naik ke atas motornya dan membuat guncangan kecil.
"Ya hati-hati, nanti kita berdua malah jatuh!"
Aku menyamankan posisi, "Kita mau kemana?"
"Ke suatu tempat." Ucapnya lalu menjalankan motor.
Jimin mengendarai motornya dengan santai, selagi aku asyik menikmati angin yang menerbangkan rambut panjangku, tiba-tiba saja dia mempercepat lajunya hingga mau tak mau aku memekik.
"Ya! Keparat! Berhenti! Ini terlalu cepat!" Ucapku panik melihat motornya dengan lihai berbelok kesana kemari.
"Pegang bahuku jika kau tidak mau jatuh." Jawabnya seperti menikmati kepanikanku.
Aku memukul punggungnya kesal dan tetap memintanya berhenti. "Ya! Aku tidak mau mati di usiaku yang masih 18 tahun bodoh!"
"Pegang bahuku! Atau kalau masih kurang, lingkarkan tanganmu pada perutku!" Balas Jimin malah semakin mempercepat laju motornya.
Dasar bocah sialan!
Mau tidak mau aku menuruti omongannya dan memegang bahunya dengan erat. Dalam hati aku mengumpat, berharap pria ini mendapat karma atas tindakan sialannya padaku.
•••
"Kita sampai." Ucapnya membuatku membuka mata lega. Buru-buru aku melepaskan tangan dari bahunya dan turun dari motor.
"Kita dimana?"
"Di restoran milikku."
"Apa?" Tanyaku tak percaya.
Bukannya menjawab, Jimin malah mengindikkan bahu lalu berjalan masuk, membuatku harus dengan segera mengikuti untuk mendapat jawaban.
"Ya! Masa restoran semewah ini milikmu?" Tanyaku masih tak percaya.
Jimin memutar bola matanya malas dan tiba-tiba saja memegang bahuku untuk masuk ke dalam. "Kalau kau tidak percaya, tanyakan saja pada pelayan disini."
Aku mendengus dan melepas pegangan tangannya. "Baiklah, karena kau juga anak dari pemilik sekolah aku percaya."
Jimin mengangguk dan duduk di salah satu kursi. "Restoran ini pernah didatangi Pemimpin Korea Selatan kau tahu."
"Berhenti berbohong." Tanggapku malas. Lebih memilih melihat-lihat sekitar. "Apa aku boleh memesan apapun?"
"Memangnya kau mau pesan apa?"
"Karena ini restoran mewah, aku mau pesan cream pasta dan pizza. Oh, dan juga slice bread dan rose pasta. Emm, apa ada gelato disini?"
Jimin menganga mendengar pesananku. "Apa kau bisa menghabiskan semuanya?"
Aku mengangguk dan tersenyum. "Tentu saja. Kalau makananmu tidak habis juga aku bisa memakannya."
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy | PJM ✔
Fiksi Penggemar[COMPLETE•Follow first] † "He is a bastard, a fucking idiot, and the sexy one." Namanya Park Jimin. Tampan sih, aku akui. Keren dan juga seksi untuk pria berumur 18 tahun. Tapi menurutku semua keunggulan itu tertutupi oleh sifat bajingannya. Dia ada...