Aku membuka pintu kelas dengan pelan, entah kenapa mendadak menjadi tidak bersemangat. Berbeda sekali dengan Jimin yang melihatku, pria itu seketika saja tersenyum lebar dan merangkul bahuku.
"Maaf karena kemarin kita tidak jadi jalan-jalan bersama. Ssaem memang menyebalkan." Ucapnya merenggut sedangkan aku meletakkan tas.
"Bagaimana detensinya?"
"Kau tahu kan bagaimana rasanya? Kau pernah mengalaminya di hari pertama, bahkan bersama pacarmu ini."
Aku memutar bola mata jengah mendengar penuturannya yang sengaja mengejekku. "Hari-hari pertama aku disini benar-benar rusak karenamu. Untung saja ada Jeon Jungkook."
Mengingat namanya, mendadak aku menjadi lesu. Mungkin masih merasa bersalah perihal kejadian kemarin.
"Jungkook lagi, Jungkook lagi. Kau selalu membanggakan dia tapi merendahkan aku. Kau serius mencintaiku tidak sih?"
Aku terkekeh melihatnya merenggut seperti bayi yang menatapku kesal. "Tidak tahu, kan kau yang mengaku duluan."
"Oh ya? Lalu siapa ya, yang mengatakan kalau pesonaku tidak main-main dan mengatakan, Jim aku mencintaimu."
Aku menjitak kepalanya gemas, sumpah tidak ada bedanya dengan hari-hari biasa dimana kami saling mengejek.
"Bisa tidak romantis sedikit? Jangan seperti Hyebin yang galak."
Seketika aku tersenyum, menumpu tangan di atas meja memandang Jimin yang sibuk mengusap kepalanya. "Kau mau aku romantis?"
Ia mengangguk. "Sangat."
Aku mengusap kepalanya lembut, lembut sekali. Seperti mengusap barang kesayangan yang mudah pecah. "Sudah romantis?"
Kulihat Jimin mendadak salah tingkah karena perbuatanku. Pipinya memerah, lucu sih, aku jadi tidak tahan.
"Aku membelai kepalamu saja sudah tidak kuat. Bagaimana kalau aku jadi romantis, mungkin kau akan mengibarkan bendera putih." Ucapku mengejek dan lanjut mengacak surainya gemas.
Jimin mendengus dan merapikan rambutnya. "Aku kuat kok. Staminaku juga bagus."
"Lalu?"
"Ayo kita lakukan."
"Ya!" Aku memukul lengannya saat menyadari percakapan apa ini.
"Wae? Kenapa memukulku?"
"Mulutmu itu Jim, astaga kotor sekali. Kita bahkan masih belum lulus."
"Kotor bagaimana? Maksudku ayo kita melakukan jalan-jalan yang sempat tertunda kemarin. Aku kuat kok." Menyadari pikiranku, mata sipitnya memicing. "Kau yang memikirkan hal kotor ya?"
Buru-buru saja aku menolak untuk melakukan kontak mata. Sial, ada apa dengan otakku? "T-tidak."
"Tenang saja, kalau kau memang tidak sabaran, kita bisa melakukannya setelah hari kelulusan."
Aku bersiap memukul lengannya lagi. "Stop it!"
Jimin terbahak dan saat melihatku, ia berusaha mengontrol tawanya. "Oke, oke maaf." Ia menyeka air matanya.
"Ya? Kau menangis? Astaga, aku baru tahu kau sereceh itu."
"Saat-saat seperti ini memang membuatku bahagia Hye. Jarang sekali aku bisa tertawa seperti ini." Senyumnya manis yang entah kenapa membuatku teringat akan kekangan ibunya.
"Jimin-ah."
"Ya?"
"Kau percaya padaku kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy | PJM ✔
Fanfic[COMPLETE•Follow first] † "He is a bastard, a fucking idiot, and the sexy one." Namanya Park Jimin. Tampan sih, aku akui. Keren dan juga seksi untuk pria berumur 18 tahun. Tapi menurutku semua keunggulan itu tertutupi oleh sifat bajingannya. Dia ada...