Hai. Selamat membaca!
Cuma mau ngingetin,
Jangan lupa untuk Vote dan Komen.
***
Semenjak kejadian di lapangan, aku memutuskan untuk menjauh dari Jungkook untuk sementara waktu.
Lebih memilih untuk berkutat dengan buku-buku tebal di perpustakan, lalu ingin pulang sesegera mungkin.
Entahlah, aku hanya merasa bersalah pada Jimin. Entah kenapa. Jungkook pun tidak masalah dengan hal itu.
Aku menemani Jungkook untuk mengobati lukanya di UKS. Setelah dipukul oleh Jimin cukup keras, aku menghela nafas dan duduk di samping kasur.
"Kau tidakpapa?"
Aku menatap Jungkook, lebih tepatnya menatap lebam yang sudah tertutup plester di rahangnya. "Seharusnya aku yang bertanya hal itu Jung."
Pria itu terkekeh. "Maaf, aku juga kelewatan karena tiba-tiba menciummu."
"Kenapa kau menciumku?"
Jungkook terdiam namun sesaat kemudian tersenyum tipis. "Perasaanku sedang kacau, Hyebin-ah. Aku bahkan tidak tahu aku bisa seberani itu."
"Aku merasa … hidupku menjadi jauh lebih rumit daripada sebelumnya. Kau tahu, biasanya aku hanya selalu datang ke sekolah baru dan pindah. Namun sekarang, aku merasa bisa sedikit bersenang-senang. Terima kasih ya." Senyumku tulus.
"Adikmu belum membuat masalah?" Tanyanya membuatku seketika teringat dengan si kunyuk itu.
Aku mengindikkan bahu tidak tahu. "Mungkin ibuku memarahinya karena kami terlalu sering pindah."
"Taehyung itu hanya belum dewasa, Hye. Kau tahu kalau dia itu suka sekali mencari hal baru."
Mendengar Jungkook yang membela Taehyung, aku menatapnya malas. "Itu karena kau hanya melihat, tidak merasakan bagaimana si tolol itu membuat masalah lalu ikut melaporkan kakaknya juga. Bukankah itu menyebalkan?"
Jungkook mengangguk sembari mengusap luka yang sudah selesai diberi obat dan perban. Kuakui, dia tetap tampan meski wajahnya babak belur.
"Ya, tapi setidaknya kau menyayanginya."
Aku memutar bola mata menanggapi celetukannya yang melantur. "Ngomong-ngomong aku masih tidak mengerti kenapa Jimin memukulmu."
"Aku juga. Tidak bisanya berandalan itu ikut campur dengan urusan orang lain."
"Apa dia sering berkelahi?" Tanyaku penasaran.
"Mungkin. Aku kan tidak mengawasinya." Jungkook tampak tidak tertarik aku membahas topik tentang Jimin.
Mengetahui hal itu, aku segera saja mengubah arah pembicaraan. "Emm, kau mau mengantarku ke kantin tidak?"
"Untuk apa?" Sebelah alisnya terangkat.
"Mengisi perut." Kekehku dibalas senyum darinya.
•••
Aku melangkah gontai menuju gerbang sekolah. Sehabis aku membolos—lagi bersama Jungkook, aku memutuskan untuk pulang dan tidak bermain-main lagi. Sungguh, aku lelah sekali hari ini. Teringat juga tugas salah satu Ssaem yang harus dikumpulkan besok.
"Noona!"
Aku berhenti begitu seseorang yang tampaknya bisa kukenali dalam waktu singkat berteriak dan langkahnya perlahan menghampiriku. Ya, siapa lagi kalau bukan Taehyung yang dengan menyebalkannya memanggilku noona di tempat umum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy | PJM ✔
أدب الهواة[COMPLETE•Follow first] † "He is a bastard, a fucking idiot, and the sexy one." Namanya Park Jimin. Tampan sih, aku akui. Keren dan juga seksi untuk pria berumur 18 tahun. Tapi menurutku semua keunggulan itu tertutupi oleh sifat bajingannya. Dia ada...